Bolmut  

PN Tondano Vonis Lepas Pengusaha Kayu Asal Bolmut, Pengacara Terdakwa Kritisi GAKKUM KLHK Manado

banner 120x600

Exposenews.id, MANADO – Pengadilan Negeri Tondano vonis lepas pengusaha kayu asal Bolmut, HP, pasca menjalani kurang lebih 4 bulan masa persidangan. Putusan perkara Nomor 50/Pid.B/LH/2024 Pn Tnn tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim PN Tondano di ruang sidang Cakra, Kamis 29 Agustus 2024

Persidangan tersebut dihadiri oleh Penuntut Umum Kejari Minahasa, Terdakwa, dan Penasihat Hukum Reyner Timothy Danielt, SH Fernando Reba, SH

Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum dan memulihkan hak Terdakwa dalam kedudukan dan harkat martabat. Majelis Hakim juga memerintahkan penuntut umum untuk mengembalikan barang bukti diantaranya kendaraan truck serta kayu sebanyak 9 meter kubik dikembalikan kepada Terdakwa.

Di hadapan media, Penasihat Hukum Terdakwa Reyner Tomothy Danielt, SH menyampaikan putusan dan pertimbangan hukum Majelis hakim sudah tepat sesuai dengan fakta persidangan.

Dalam pertimbangan hukum, menurut Majelis Hakim bahwa perbuatan Terdakwa bukan perbuatan pidana melainkan kategori pelanggaran administratif.

Diketahui kasus ini mulai bergulir di PN Tondano sejak April 2024. Berawal ditangkapnya kendaraan dan kayu milik Terdakwa pada 13 Oktober 2023 oleh Polhut GAKKUM KLHK seksi wilayah III Manado.

Saat itu HP melakukan pengangkutan kayu jenis Meranti yang menggunakan dokumen angkutan SKSHHK KO dengan volume kayu sebanyak 5 m3 namun yang dimuat 9 m3. Selanjutnya pada 15 Oktober 2023, HP melengkapi keabsahan selisih kelebihan kubik pada pengangkutan tanggal 13 Oktober 2023 dengan menerbitkan dokumen SKSHHK KO volume 3,4 m3 untuk membuktikan bahwa kayu terdakwa adalah kayu yang sah dan secara sistem Industri HP masih memiliki stok kayu olahan yang sudah terbayar PNBP sehingga tidak merugikan negara. Kemudian di Desember 2023, HP ditetapkan sebagai Tersangka oleh GAKKUM KLHK Manado menggunakan Pasal 88 ayat (1 ) huruf a UU 18 Tahun 2013 yang selanjutnya dilimpahkan ke Kejati Sulut dan Kejari Minahasa kemudian berproses hukum sampai diputus oleh PN Tondano.

“Pasal 88 ayat (1) huruf a UU 18 Tahun 2013 substansinya adalah mengangkut kayu yang berasal dari Kawasan Hutan Negara tanpa memiliki dokumen angkutan SKSHHK, sementara kayu milik HP ini berasal dari tanah hak yang memiliki legalitas dokumen kayu bulatnya dan pada saat pengangkutan kayu HP disertai dengan dokumen kayu olahan SKSHHK KO, kalau sudah terbit SKSHHKO artinya kayu itu sudah terbayar PNBP berupa PSDH DR jadi jelas tidak merugikan negara,” kata Reyner.

“Hanya saja HP sebagai pemilik industri pengolahan kayu mengangkut kayu melebihi dokumen angkutan itu termasuk kategori tidak melakukan penatausahaan kayu sesuai ketentuan peraturan perundang undangan, dimana menurut Pasal 373 ayat (1) huruf a angka 3 PERMEN LHK Nomor 8 Tahun 2021 Industri yang tidak melakukan Penatausahaan Kayu sesuai ketentuan peraturan perundang undangan dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan pemberian pelayanan, bukan pidana,” sambung Reyner.

Menurut Reyner, kasus Terdakwa HP tidak layak diteruskan sejak tahap penyidikan dan terkesan dipaksakan oleh PPNS GAKKUM.

Pertama, penggunaan pasal 88 ayat 1 huruf a UU 18 Tahun 2013 sangat tidak masuk akal. Pasal tersebut berbicara tentang mengangkut kayu yang berasal dari Kawasan Hutan tanpa memiliki dokumen, sementara pengangkutan kayu HP disertai dengan dokumen dan terhadap kelebihan muatan 3 m3 telah dibuktikan keabsahannya ke PPNS bukan dari kawasan hutan negara tapi dari hutan hak PHAT yang sudah terbayar PNBP.

Kedua, terdapat keterangan ahli dari UGM yaitu Teguh Yuwono, S.Hut yang diduga keterangan tersebut dipaksakan oleh PPNS sebagai alat bukti yang memberatkan HP di mana keterangan ahli tersebut sangat bertentangan dengan peraturan perundang undangan.

Ketiga, tidak ada bukti penelusuran asal usul kayu/lacak balak yang membuktikan kayu HP berasal dari kawasan hutan yang merugikan negara, tapi PPNS dan Penuntut Umum memaksakan UU 18 Tahun 2013 yang substansinya Kawasan Hutan.

Keempat, HP adalah industri pengolahan kayu yang izinnya diperoleh dari Dinas Kehutanan dan BPHL Palu, seharusnya 2 instansi ini dilibatkan dalam kasus ini baik dalam gelar perkara atau sebagai saksi ahli karena mereka instansi teknis yang melaksanakan peraturan perundang undangan dan pengawasan terhadap industri pengolahan kayu tapi faktanya GAKKUM tidak melibatkan 2 instansi ini.

Di hadapan wartawan, Reyner meminta Menteri Lingkungan Hidup melalui Ditjen GAKKUM KLHK untuk melakukan evaluasi terhadap PPNS GAKKUM KLHK seksi Wilayah III Manado yang menangani penyidikan kasus HP

“Sejak tahap penyidikan kami sudah buktikan ke penyidik bahwa ini pelanggaran administratif tapi tetap dipaksakan PPNS dan dilimpahkan ke Kejaksaan, jadi kami menduga ada tindakan sewenang-wenang dan motif tidak baik dibalik dipaksakan perkara HP, sehingga kami minta Menteri KLHK melalui Ditjen GAKKUM KLHK untuk investigasi dan mengevaluasi kinerja PPNS GAKKUM KLHK Seksi Wilayah III Manado khususnya PPNS yang menangani kasus HP kalau memang terbukti dugaan kami benar kami berharap ada sanksi tegas, kalau perlu dicopot dari jabatannya sebagai PPNS,” pungkasnya.

(RTG)