Oleh: Ronald Ginting
Exposenews.id, Manado – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Bea Cukai Sulawesi Bagian Utara (Kanwil DJBC Sulbagtara) tengah fokus merealisasikan ekspor langsung melalui Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara atau yang acapkali dikenal dengan istilah tol laut. Hal ini agar mendongkrak nilai ekspor bumi nyiur melambai sekaligus menjadi jalur ekspor dari sejumlah daerah.
Kepala Kanwil DJBC Sulbagtara Cerah Bangun berujar kesiapan ekspor ini tengah digodok di pemerintah pusat lewat sejumlah kementerian. Teranyar, pihaknya dilibatkan di rapat interdep terkait tol laut dan sislognas yang dipimpin Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi, kemenko Marvest dan dihadiri Kemenko Ekonomi, kementerian di lingkungan kemenko Marvest , kemenko Ekonomi, Setkab, DJBC, dan LNSW pada Jumat pekan lalu.
“Rapat ini merupakan lanjutan dari rapat tingkat menteri dilingkungan kemenko Marvest minggu lalu yang membahas tol laut, sislognas dan keterkaitannya dengan NLE,” ungkap Cerah saat ditemui di ruang kerjanya.
Beberapa negara yang memiliki potensi cukup besar yaitu Cina, dan Jepang. Dan saat ini sedang dimintakan pendapat dari eksportir atau pengusaha, negara mana yang lebih berpotensi untuk menjadi pasar ekspor tersebut.
Kata Cerah, program tol laut sudah membawa efek perbaikan harga komoditas di beberapa daerah, namun dirasa perlu ada peningkatan terkait pemanfaatan tol laut, dengan meningkatkan sinergi antar K/L. Ditambahkannya bahwa utilisasi space kapal balikan (Backhaul) masih rendah, karena itu diperlukan strategi agar space kapal balikan dapat terisi maksimal, sehingga meningkatkan efisiensi sektor logistik.
“Perlu juga dilakukan pemetaan sebaran komoditas khususnya komoditas pertanian yang diproduksi di beberapa daerah untuk dicocokkan dengan kebutuhan demand side di daerah lain. Ditjen Hubla saat ini sedang membangun sistem LCS (Logistic Consignee System) yang dapat memonitor pergerakan kapal tol laut, sehingga booking sistem tol laut sudah dapat dilakukan secara online,” tambahnya.
Terkait tol laut, DJBC menyampaikan konsep bahwa program tol laut sangat perlu terkolaborasi dengan NLE, karena akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas logistis domestik melalui idle capacity sharing, baik infrastruktur dan data/informasi, dengan tidak menghilangkan sistem yang sudah ada. “Justru melalui kolaborasi di NLE akan menambah value added sistem,” terangnya kepada exposenews.id.
Disampaikan juga di forum pada rapat tersebut bahwa di NLE saat ini sudah tergabung platform logistik swasta seperti platform angkutan darat (trucking), platform pengiriman domestik melalui perahu hub dan yang dapat bersinergi dengan sistem LCS yang dibangun kemenhub. Apabila sistem LCS tol laut dari hubla dapat dikolaborasikan dengan NLE akan sangat bermanfaat bagi pelaku usaha logistik, karena info dan jadwal kapal tol laut dapat diakses oleh calon demand side yang ada di NLE sehingga berpotensi meningkatkan transaski perdagangan domestik, yang nantinya akan menaikan okupansi space balikan kapal.
“Mengingat pain point isu logistik di indonesia tidak hanya disektor TAB (trading acros border), maka NLE perlu meningkatkan sinergi antar K/L, untuk lebih mengelaborasi lebih banyak detail probis terkait logistik domestik. Khususnya konektivitas antara demand side (bahan baku, transportasi, kebutuhan lokal) dengan suply side (produk komoditi, dan ketersediaan transportasi), sehingga subsidi yang diberikan penerintah untuk transportasi tol laut, membawa dampak yang signifikan bagi pereknomian daerah,” tambahnya.
DJBC, lanjutnya, melalui program kerja tematik Kanwil dan KPBC, dapat bekerjasama dengan pemerintah daerah, untuk meningkatkan performa logistik nasional, khususnya terkait komoditas unggulan wilayah, dengan penekanan membangun sistem stock taker komoditi dan pengumpulan komoditas yang difasilitasi pemerintah/swasta.
“Sistem ini diharapkan terkolaborasi dengan sistem tol laut dan NLE. Sehingga kekosongan back haul transportasi tol laut dapat diminimalisir. Dan perekonomian wilayah dapat bergerak melalui mekanisme perbaikan logistik sistem,” katanya lagi.
Pendekatan use case kewilayahan terkait komoditas dan logistik yang terkolaborasi dengan NLE dapat dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan seperti yang dilakukan di Batam, melalui analisis pain point utama logistik dan komoditas di tiap daerah. Dikarenakan permasalahan logistik di tiap wilayah berbeda beda.
“Rapat pembahasan ini masih akan berlanjut lagi beberapa hari ke depan, terutama di jajaran eselon dua,” tutupnya. (RTG)