SOLO, Exposenews.id – Belakangan ini, tagar #TransportasiIndonesiaHening viral di media sosial. Ternyata, hal ini dipicu oleh kebijakan baru soal royalti lagu yang bikin perusahaan otobus (PO) kelabakan. Alih-alih ribet urus pembayaran, banyak PO memilih “hening” selama perjalanan.
Aturan Royalti yang Bikin PO Bus Pusing
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021, pemutaran lagu di angkutan umum—termasuk bus—kini kena royalti. Pasal 3 PP ini menyebut, siapa pun yang memutar musik secara komersial wajib bayar royalti ke pencipta lagu melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
LMKN sendiri terbentuk berdasarkan UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014. Tugasnya? Mengurus royalti untuk penggunaan lagu di Indonesia. Nah, yang jadi masalah, aturan ini ternyata berlaku juga untuk bus-bus yang biasa memutar musik selama perjalanan.
PO Bus Ogah Bayar Royalti, Penumpang yang Kena Dampak
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), Kurnia Lesani Adnan (Sani), mengaku pihaknya belum pernah diajak diskusi soal teknis pembayaran royalti. “Kami tidak menolak, tapi hitungannya belum jelas. Kalau dipaksakan, bisa-bisa harga tiket naik,” ujarnya, Sabtu (16/8/2025).
Dia khawatir, royalti ini justru memberatkan penumpang di tengah daya beli yang sedang lesu. “Daripada ribet, mending stop dulu pemutaran musik di bus,” tambah Sani.
Solusi Sementara: Bus Jadi “Zona Sunyi”
Untuk menghindari masalah, PO Bus seperti PT. SAN Putra Sejahtera memilih tak lagi memutar musik selama perjalanan. “Kami enggak mau bebani penumpang dengan biaya royalti. Tapi kalau penumpang mau dengar lagu dari HP sendiri, silakan,” jelas Sani.
Bahkan, beberapa PO langsung menonaktifkan fasilitas audio video on demand (AVOD) di berbagai kelas bus. Mereka menerapkan kebijakan ini secara internal agar terhindar dari risiko somasi.
Protes Halus atau Langkah Strategis?
Sebenarnya, PO Bus tidak anti-royalti. Mereka hanya ingin aturan ini dibahas lebih matang. “Jangan sampai kami kena tegur karena enggak paham cara bayarnya. Ini kan menyangkut banyak pihak,” tegas Sani.
Sementara itu, penumpang pun terbelah. Ada yang kecewa karena perjalanan jadi lebih sepi, tapi ada juga yang mendukung karena khawatir harga tiket bakal melambung.
LMKN dan pemerintah perlu segera duduk bersama dengan pelaku usaha transportasi. Tanpa dialog yang jelas, kebijakan ini bisa jadi bumerang—baik bagi PO Bus, pencipta lagu, maupun penumpang.