Exposenews.id – Baru saja usai memberlakukan aturan pajak untuk toko online, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kini siap membidik sumber penerimaan baru: media sosial (medsos) dan data digital! Rencananya, pemerintah akan mulai menyisir potensi pajak dari kedua sektor ini mulai tahun 2026. Langkah ini diambil untuk memperluas basis penerimaan negara di tengah tekanan fiskal yang semakin ketat.
Kemenkeu Pakai Teknologi Analitik & Pantau Medsos
Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, baru saja mengungkap strategi terbaru ini dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (14/7/2025) di Jakarta. “Kami akan manfaatkan teknologi analitik dan pemantauan media sosial sebagai instrumen baru dalam reformasi perpajakan,” tegas Anggito, seperti dikutip dari Kontan.
Meski begitu, Anggito belum mau bocorkan detail teknisnya. “Nanti akan kami sampaikan lebih rinci saat waktunya tepat,” tambahnya. Namun, yang pasti, pemerintah ingin memaksimalkan potensi pajak dari aktivitas ekonomi digital yang selama ini masih “terlewatkan”.
Baru Sahkan Aturan Pajak Marketplace, Kini Giliran Medsos?
Sebelumnya, Kemenkeu baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang mewajibkan marketplace seperti TikTok Shop, Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak untuk memungut pajak dari pedagang online. Aturan ini resmi berlaku mulai 14 Juli 2025.
Nah, dalam aturan ini, marketplace wajib memotong pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% dari penjual atau UKM dengan omzet tahunan Rp 500 juta – Rp 4,8 miliar. Tujuannya jelas: menjaring lebih banyak penerimaan pajak dari transaksi digital yang selama ini tumbuh pesat.
Penerimaan Pajak Semester I 2025 Turun, Restitusi & Tarif PPN Jadi Penyebab
Sayangnya, di tengah upaya memperluas basis pajak, realisasi penerimaan pajak semester I 2025 justru kontraksi 6,21% dibanding tahun sebelumnya. “Total baru Rp 837,8 triliun,” ungkap data terbaru.
Penurunan ini dipicu oleh dua faktor utama:
-
Tingginya klaim restitusi (pengembalian pajak).
-
Penerapan tarif efektif PPN 11% yang berdampak pada penurunan nilai transaksi kena pajak.
Sri Mulyani Desak Integrasi Data untuk Tutup Celah Kebocoran
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya sudah menekankan pentingnya integrasi data lintas sektor untuk mengoptimalkan penerimaan negara. “Dengan data yang terintegrasi, kami bisa menutup celah kebocoran pajak yang selama ini sulit dilacak,” ujarnya.
Nah, salah satu strateginya adalah memanfaatkan jejak digital masyarakat, termasuk aktivitas di media sosial. “Setiap like, share, atau transaksi di medsos bisa jadi petunjuk potensi pajak yang belum tergarap,” jelas seorang sumber di Kemenkeu.
Apa Artinya Bagi Pengguna Medsos & Konten Kreator?
Meski belum ada kejelasan teknis, rencana ini bisa berdampak besar bagi:
✔ Influencer & content creator yang dapat penghasilan dari endorse atau ads.
✔ Pelaku bisnis online yang memanfaatkan medsos untuk jualan (misal: lewat Instagram atau TikTok).
✔ Pengguna biasa yang aktif bertransaksi atau berjualan di platform digital.
“Kalau nanti diterapkan, bisa saja penghasilan dari medsos kena pajak, mirip seperti toko online,” kata pengamat pajak, Andi Pratama.
Proyeksi Penerimaan Pajak Digital: Akankah Sukses?
Pemerintah optimis strategi ini bisa menambah pemasukan negara. Namun, tantangannya tetap ada:
🔹 Bagaimana mengawasi transaksi di medsos yang sangat dinamis?
🔹 Apakah aturan nanti akan memberatkan UMKM atau justru adil?
🔹 Seberapa efektif teknologi analitik bisa mendeteksi penghasilan digital?
“Kuncinya di integrasi data dan transparansi,” tegas Sri Mulyani. Jika berhasil, bukan tidak mungkin penerimaan pajak digital bisa menyumbang triliunan rupiah ke kas negara.
Dari toko online, kini merambah ke media sosial dan data digital—pemerintah semakin serius “mengejar” potensi pajak di era digital. Bagi pelaku bisnis dan pengguna aktif medsos, mulai sekarang, catat dan laporkan penghasilan digital dengan baik agar tidak kena sanksi!