Exposenews.id, MANADO – Badai pandemi Covid-19 dari awal 2020 sempat menggoncang perekonomian Indonesia, termasuk Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Hampir semua lapangan usaha menjerit karena pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Salah satu imbas PPKM adalah puluhan ribu pekerja dirumahkan. Dan mereka cenderung beralih menjadi pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM). Di era pandemi ini, jumlah UMKM di Sulut meningkat signifikan menjadi hampir 1.000 UMKM dari 500 lebih jumlah sebelumnya.
Salah satu UMKM baru di Sulut adalah Pia Manado milik Deasy Sondakh, seorang pekerja swasta yang terpaksa dirumahkan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Deasy memutuskan membuat cemilan khas Manado, pia demi menafkahi keluarganya. Dia mengaku meskipun menjual pia dengan harga Rp50 ribu per paket yang berisikan 6 buah pia, usahanya terbilang laris manis.
“Kebetulan di perumahan yang saya huni, banyak banget yang tinggal di situ. Terus, ada satu grup sosial media penghuni perumahan yang khusus memuat jual beli antarwarga. Jadi, saya tidak ragu muat jualan pia saya ini di grup situ. Ternyata puji Tuhan laris terus setiap hari,” kata Deasy.
Kisah Deasy ini adalah satu contoh pelaku UMKM rumahan yang mencoba bertahan dari badai ekonomi saat itu. Di satu sisi, Elsje Crestine Sumangkut, pelaku UMKM sejak 2012, mengatakan pandemi Covid-19 sempat membuatnya ketar-ketir.
Walau goncangan itu sangat kuat, pemilik Christine Klappertaart ini bersyukur usahanya tetap ramai pengunjung. Menurutnya, tetap melangkah dan melibatkan Tuhan menjadi kunci usahanya terus bertahan hingga sekarang ini.
“Puji Tuhan ramai terus banyak tamu datang. Semua karena anugerah Tuhan,” kata Crestine.
Apa yang dialami Deasy dan Crestine ini banyak juga dirasakan oleh pelaku-pelaku UMKM se-Indonesia. Betapa mereka berusaha untuk survive dan banyak juga yang kini lebih maju usahanya sekarang ini.
Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Perbendaharaan Sulawesi Utara mencatat UMKM memberikan kontribusi lebih dari 61 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia dan paling banyak menyerap tenaga kerja. Dengan kata lain, UMKM menjadi tulang punggung sumber ekonomi Indonesia yang baru.
Data Ditjen Perbendaharaan Sulut per 31 Juli 2024 menguraikan penyaluran kredit usaha di Sulawesi Utara sudah mencapai Rp 824,55 miliar. Rinciannya kredit usaha rakyat (KUR) Rp 772,32 miliar kepada 11.687 debitur, dan kredit ultra mikro (UMi) Rp 49,23 miliar kepada 11.068 debitur, yang didominasi oleh pelaku usaha perempuan.
Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Perbendaharaan Sulawesi Utara, Hari Utomo, mengatakan peran Pemerintah Provinsi Sulut sangat penting untuk mendorong akses pembiayaan formal ke pelaku usaha, terutama dalam membantu mengidentifikasi dan menjaring debitur baru KUR (Calon debitur Potensial melalui upload data Cadeb ke SIKP).
“Proporsi debitur baru perlu ditingkatkan untuk perluasan akses pembiayaan dalam rangka inklusi keuangan,” sebutnya.
“Meskipun demikian, masih banyak masalahan yang sering dihadapi oleh para pelaku Usaha UMKM,” lanjut dia.
Dari sekian banyak permasalahan UMKM yang terjadi di Indonesia, permasalahan paling sering ditemui terutama dalam permodalan.
“Dukungan pemerintah untuk UMKM di antaranya terkait dengan perlindungan dan pemberdayaan UMKM, dukungan APBN melalui belanja kementerian lembaga maupun Dana Alokasi Khusus serta kredit program,” katanya.
BI Sulut Lakukan Pengembangan dan Pemberdayaan UMKM
Peran UMKM ini perlu disikapi secara holistik oleh seluruh pihak. Selama ini, pihak yang tiada henti ambil bagian memajukan UMKM di Sulut adalah Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulut.
Pelaku-pelaku UMKM dirangkul dan dibina oleh BI Sulut. Program BI Sulut ini saat pandemi Covid-19 diberi nama Wirausaha Unggulan Bank Indonesia (WUBI).
Selama setahun, puluhan pelaku UMKM yang tergabung di WUBI diberikan pembinaan dan edukasi. Menariknya, setelah lulus, mereka diwisuda layaknya mahasiswa tamat kuliah.
Upaya BI Sulut ini masih berkesinambungan hingga sekarang. Namanya berubah sedikit menjadi Wirausaha Unggulan Sulawesi Utara (Wanua).
Kepala Kantor Perwakilan BI Sulut Andry Prasmuko berujar BI Sulut telah melakukan serangkaian kegiatan. Pertama, peningkatan literasi keuangan inklusif dan ekonomi keuangan digital, kedua pelatihan dan pendampingan bagi Wanua, ketiga penyediaan database UMKM yang siap dibiayai dalam Bank Indonesia Aplikasi Input Database (BISAID).
Keempat, peningkatan literasi pencatatan keuangan UMKM menggunakan aplikasi Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan (SIAPIK), kelima Sosialisasi perluasan QRIS dan BI-FAST sebagai alternatif kanal pembayaran digital yang memudahkan UMKM masyarakat, serta keenam penguatan elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD) melalui implementasi Kartu Kredit Pemerintah Domestik (KKPD), serta perluasan percepatan digitalisasi daerah.
“Peningkatan literasi keuangan UMKM melalui pencatatan keuangan secara digital akan mendorong UMKM dalam mengakses pembiayaan, memasarkan, dan meningkatkan kapasitas produksinya,” sebut Andry Prasmuko.
Eksyar Turut Gerakkan Perekonomian Daerah
Selain UMKM, yang turut menggerakkan perekonomian daerah adalah Ekonomi Syariah (Eksyar). Bahkan Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia KH Ma’ruf Amin saat berkunjung ke Manado pada April 2024 lalu memuji kemajemukan warga Sulut jadi kunci dalam memajukan (Eksyar).
“Hari ini kita menyaksikan bagaimana Sulawesi Utara menerapkan semua itu secara nyata. Dengan kemajemukan yang cukup tinggi, provinsi ini justru menjadikannya sebagai kekuatan untuk mencapai kemajuan,” demikian disampaikan Wapres saat itu.
Kemajemukan ini sejalan dengan semboyan khas Sulut yaitu ‘Torang Samua Basudara’ (Kita Semua Bersaudara). Semboyan tersebut benar-benar dijadikan semangat untuk mendorong pembangunan daerah oleh seluruh masyarakat dan jajaran pemerintah daerah.
“Semangat ini juga yang sejatinya dipraktikkan dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia,” ujar Wapres.
Lebih lanjut, Wapres menerangkan ekonomi syariah yang mengusung keadilan, inklusivitas, pemerataan kesejahteraan, dan perhatian terhadap keberlangsungan lingkungan. Bahkan nilai-nilai kebaikan dan maslahatnya dapat diterima seluruh umat manusia, tak terbatas hanya bagi kalangan umat Islam saja.
“Saya mendapat laporan, beragam pengembangan ekonomi syariah telah dilakukan di wilayah ini, mulai dari sertifikasi halal bagi UMKM, juru sembelih dan rumah potong hewan, hingga pengembangan Zona KHAS dan rantai nilai halal berbasis pondok pesantren,” ungkapnya.
Sulut, tambah Wapres, juga menjadi salah satu lokasi sebaran pembiayaan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Menurutnya, selama tahun 2013 hingga 2023, terdapat 86 proyek infrastruktur senilai 2,4 triliun yang bersumber dari SBSN.
“Salah satunya, Pembangunan Bandara Bolaang Mongondow yang baru diresmikan. Ini adalah bentuk kontribusi pembiayaan berbasis syariah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,” sebutnya.
Di samping itu, ujar Wapres, meletakkan strategi Sulut menjadi pintu gerbang ekspor di Kawasan Timur Indonesia menuju negara ASEAN dan Asia Pasifik, dan berpotensi memberikan kontribusi bagi kerjasama ekonomi kawasan.
“Rencana pengembangan Pelabuhan Bitung akan memperkuat jaringan transportasi laut internasional dan meningkatkan konektivitas, serta diharapkan memberi efek berganda bagi sektor industri dan pariwisata,” ujarnya.
“Kemajuan ekonomi dan keuangan syariah yang telah dicapai Provinsi Sulut, saya mohon terus dilanjutkan, serta memastikan dampak dan kemanfaatannya nyata dirasakan oleh masyarakat,” pintanya.
Senada dengan Wapres, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Andry Prasmuko mengatakan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Sulut juga memiliki prospek pertumbuhan yang baik.
Bank Indonesia juga turut memfasilitasi dan bersinergi dengan instansi terkait dalam upaya mendorong pengembangan UMKM agar memiliki daya saing melalui perluasan pasar. Industri jasa keuangan syariah dan dana sosial syariah juga memainkan peran sentral dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Provinsi Sulawesi Utara.
“Penyaluran pembiayaan di bank umum syariah di Sulawesi Utara terus menunjukkan peningkatan setiap tahunnya,” ucap Andry.
Per Juni 2024, pembiayaan syariah yang disalurkan oleh perbankan di Sulawesi Utara lebih dari Rp 1,3 triliun. Angka itu meningkat hampir rp1 triliun dibanding capaian akhir 2023.
“Yang dominan adalah konsumsi kredit non-UMKM seiring dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap instrumen keuangan syariah,” sebutnya.
Untuk sertifikasi halal, Andry menjelaskan datanya kini telah mencapai 2.457 sertifikat.
Capaian-capaian tersebut membuat BI Sulut optimistis ekonomi syariah akan semakin bertumbuh pesat. Nantinya, pertumbuhan tersebut akan memajukan kesejahteraan masyarakat daerah yang biasa disebut dengan Bumi Nyiur Melambai ini.
(RTG)