Exposenews.id, MANADO – Tim Satgas Anti Mafia Tanah Sulawesi Utara melaksanakan Rakor Percepatan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan/ Mafia Tanah, hari ini. Rapat yang berlangsung di Kantor Wilayah BPN/ATR Sulut ini merupakan sinergi, koordinasi dan kolaborasi antara BPN, Kejaksaan Tinggi, maupun Polda Sulut guna mempercepat proses penanganan kasus, serta memastikan semua telah berjalan sesuai dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku.
“Hasil Rakor menyepakati 4 TO mafia tanah Sulawesi Utara dengan total nilai kerugian materiil sebesar Rp36,5 miliar segera dipercepat prosesnya,” tegas Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil ATR/BPN Sulut, Rachmad Nugroho, hari ini.
Adapun perinciannya adalah pertama TO Kasus Manado, 2 orang ditetapkan TSK yaitu HJR dan OSK atas obyek tanah seluas ± 480 M2 yang terletak di Kelurahan Paal Dua, Kecamatan Tikala, Kota Manado. Modus yang dilakukan oleh TSK menerbitkan lebih dari satu surat keterangan kepemilikan kepada orang yang berbeda atas objek bidang tanah yang sama dan pemalsuan surat keterangan kepemilikan yang dijadikan dasar permohonan penerbitan sertipikat, sehingga memenuhi unsur pasal Pasal 263 Ayat 1 dan 2 KUHPidana dengan total nilai kerugian yang dialami korban kurang lebih Rp 4.800.000.000.
“Ini sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Manado dengan agenda terakhir Pemeriksaan saksi,” kata Rachmad.
Kedua TO Kasus Minahasa Utara. Di mana 1 orang ditetapkan TSK yaitu HM atas obyek tanah seluas 9.400 M2 yang terletak di Desa Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara. Adapun modus yang dilakukan oleh TSK yaitu pemalsuan surat keterangan kepemilikan yang digunakan untuk memasukkan berkas kepada Panitia Pengadaan Tanah Jalan Tol Manado Bitung, sehingga TSK menerima uang ganti rugi Rp1.807.688.470.
“Kasus ini sudah P21 menunggu tahap 2,” jelas Rachmad.
Berikutnya yaitu TO Kasus Kota Bitung, akan segera dilaksanakan gelar perkara untuk penetapan TSK. Obyek tanah seluas 14.910 M2 terletak di Kelurahan Tanjung Merah, Kecamatan Matuwari, Kota Bitung.
“Adapun modusnya terlapor 4 Orang dibantu 1 orang Lurah memberikan dan membuat Keterangan Palsu di Surat Keterangan Ahli Waris Pengganti yang kemudian dijadikan dasar peralihan hak, padahal sebenarnya terdapat Putusan Pengadilan di mana Pelapor adalah ahli waris dan mempunyai hak atas tanah di BPN Kota Bitung sebagaimana Pasal 263 dan 266 KUHPidana, sehingga terbit Sertipikat atas nama Terlapor dengan nilai kerugian kurang lebih Rp22.365.000,000,” dia menambahkan.
Terakhir yaitu TO Kasus Minahasa, yang masih dalam proses penyidikan di Polda Sulut dan segera dilakukan gelar perkara untuk memastikan kasus bisa dilanjutkan dengan Penetapan TSK atau dihentikan. Obyek yang bersengketa memiliki luas obyek tanah seluas 8.230 m2 yang terletak di Desa Tambala, Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa.
“Modus yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana pertanahan dengan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik yang kemudian dijadikan dasar peralihan sertipikat di BPN Kabupaten Minahasa, sehingga terbit atas nama Terlapor dengan nilai kerugian Rp 6.584.000.000,” imbuhnya lagi.
Seluruh Tim Satgas Anti Mafia Tanah sepakat dan berkomitmen untuk segera dipercepat penyelesaian penanganan tindak pidana pertanahan agar terdapat kepastian hukum dan keadilan. Pasalnya, mafia tanah telah menyesengsarakan masyarakat, korbannya terancam kehilangan hak atas tanahnya dan juga bangunan yang mungkin merupakan kekayaan atau aset satu-satunya.
“Ini jelas-jelas perilaku yang tidak adil, sehingga dalam pemberantasannya diperlukan sinergi dan kolaborasi antara Kanwil BPN dengan Polda dan Kejaksaan Tinggi untum bersama sama Gebuk, Gebuk, Gebuk Mafia Tanah di Sulawesi Utara,” tutup dia.
(RTG)