OPINI  

Dimensi Sosial, Budaya, dan Gender dalam Kesehatan

Ilustrasi FKM Unsrat
banner 120x600

Exposenews.id, MANADO – Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan perubahan, yang dapat berupa perubahan yang kurang mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas, maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali, tetapi ada juga yang berjalan dengan cepat. Perubahan-perubahan hanya akan dapat ditemukan oleh seseorang yang sempat meneliti susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu dan membandingkannya dengan susunan dari kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang lampau.

Dimensi sosial budaya merupakan berbagai dimensi yang membentuk perilaku seseorang disuatu kelompok masyarakat. Dimensi atau karteristik utama sosial budaya yang mempengaruhi kesehatan mental dimasyarakat diantaranya adalah ras, jenis kelamin, usia, agama, status pendidikan, status sosial ekonomi, karakteristik fisik, status imigrasi, dan lain lain. Usia dan status sosial ekonomi adalah dua aspek terkait masalah kesehatan mental yang umumnya paling banyak diteliti dan dilaporkan. Di Indonesia, hasil Riskedas Kementerian Kesehatan RI Tahun 2018 melaporkan bahwa masalah kesehatan mental seperti gangguan depresi sudah mulai terjadi dimasyarakat sejak rentang usia remaja yaitu 15-24 tahun dengan prevalensi masalah ini mencapai 6,2%. Pola prevalensi semakin meningkat dengan peningkatan usia dengan yang tertinggi adalah masyarakat diatas 75 tahun yaitu 8,9%, 65-74 tahun 8,0%, dan 55-64 tahun 6,5%. Berbagai dimensi sosial dimasyarakat Indonesia yang dapat menjadi penyebab stres psikososial atau masalah kesehatan mental diantaranya adalah :

  1. Perkawinan

Yaitu berbagai masalah yang berhubungan dengan perkawinan seperti pertengkaran dalam rumah tangga, perpisahan, perceraian, ketidaksetiaan, kematian salah satu pasangan, dan lain lain

  1. Problem orang tua

Adalah masalah yang dialami orang tua seperti sulit atau tidak memiliki anak, kebanyakan anak, anak yang nakal atau kenakalan anak, anak sakit atau menderita suatu penyakit tertentu, dan lain lain.

 

  1. Hubungan interpersonal (antar pribadi)

Merupakan masalah hubungan dengan teman dekat yang mengalami konflik, konflik dengan teman dekat, konflik dengan rekan kerja, konflik antara atasan dan bawahan, dan lain lain.

  1. Lingkungan hidup

Misalnya masalah tempat tinggal, perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran, pengungsian, dan lain lain

  1. Pekerjaan

Misalnya kondisi kehilangan pekerjaan atau di PHK, pensiun dari pekerjan dan mengalami post power sindrom, pekerjaan yang terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, dan lain lain

  1. Keuangan

Diantaranya adalah pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan, dan lain lain

  1. Hukum

Misalnya masalah tuntutan hukum, pengadilan, penjara, dan lain lain.

  1. Perkembangan

Merupakan beban tugas atau kondisi perkembangan manusia berdasarkan usia seperti perkembangan masa remaja, masa dewasa, menopause, usia lanjut, dan lain lain

  1. Penyakit fisik atau cidera

Misalnya menderia penyakit kronis dengan harapan kesembuhan yang rendah seperti diabetes mellitus, penyakit jantung, kanker, kecacatan akibat kecelakaan, dan lain lain

  1. Faktor keluarga

Merupakan faktor stres yang dialami anak dan remaja yang disebabkan oleh karena kondisi keluarga yang tidak baik, misalnya kedua orang tua jarang dirumah, jarang waktu bersama, orang tau bercerai, dan lain-lain

Pengaruh budaya terhadap kesehatan termasuk kesehatan mental dapat dilihat dari 2 perspektif utama yaitu variasi budaya dalam kesehatan (health disparities),dan variasi budaya dalam pendekatan kesehatan

  1. Variasi Budaya dalam Kesehatan atau Disparitas Kesehatan

Whitehead, 1992 dalam menjelaskan bahwa disparitas kesehatan adalah suatu perbedaan dalam masalah kesehatan. Contoh dispartias dalam kesehatan adalah tingkat perawatan kesehatan, masalah kesehatan mental, dan kejadian penyakit yang bervariasi secara signifikan pada suatu kelompok etnis atau kelompok sosial tertentu. Contoh disparitas yang lain menurut Ruiz et al., 2019 adalah kelompok masyarakat yang hidup dibawah tingkat kemiskinan secara signifikan lebih tertekan secara psikologis daripada mereka hidup dalam sosial ekonomi yang lebih tinggi. Kesenjangan ini sebagian besar dapat terjadi oleh berbagai faktor diantaranya adalah kebijakan yang mempromosikan kesenjangan sosial dan diskriminasi, pengurangan peluang dan sumber daya, distribusi layanan perawatan  kesehatan dan akses ke layanan kesehatan yang langka.

  1. Variasi Budaya dalam Pendekatan Kesehatan

Variasi budaya dalam pendekatan kesehatan adalah variasi budaya masyarakat dalam memilih jalur penanganan masalah kesehatan dalam kelompoknya. Variasi budaya dalam pendekatan kesehatan adalah apakah penanganan kesehatan dimasyarakat mengambil jalur pengobatan medis sesuai kemajuan ilmu kedokteran yang umumnya berasal dari barat atau masih menggunakan berbagai pendekatan adat tradisional yang dianut masyarakat setempat. Beberapa kelompok budaya masyarakat masih memilih menggunakan pendekatan perawatan kesehatan secara pendekatan tradisional dalam menangani berbagai masalah kesehatan seperti dukun, pendoa atau penyembuh iman, peramal dan spiritualis, dan herbalis. Selain itu, kepercayaan dan praktik kesehatan juga terkait erat dengan agama yang dianut. Variasi budaya dalam pendekatan kesehatan juga terjadi baik dalam hal keyakinan dan sikap masyarakat, maupun perilaku kesehatan yang mungkin menjadi predisposisi penyakit atau protektif, persepsi masyarakat tentang penyakit dan penyebab, dan jalur menuju perawatan yang diambil.

Kesetaraan dalam bidang kesehatan berarti perempuan dan laki-laki mempunyai kondisi yang setara dalam mewujudkan hak dan potensi mereka secara penuh untuk menjadi sehat, berkontribusi pada pembangunan kesehatan, dan mendapatkan manfaat dari hasilnya. Kesetaraan gender berarti keadilan dan keadilan dalam distribusi manfaat, kekuasaan, sumber daya, dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki. Perempuan dan laki-laki memiliki kebutuhan, akses, dan kontrol terhadap sumber daya yang berbeda. Perbedaan-perbedaan ini harus diatasi dengan cara yang memperbaiki ketidakseimbangan antar jenis kelamin.

Jenis kelamin adalah konstruksi multidimensi berdasarkan sekelompok ciri anatomis dan fisiologis, yang mencakup alat kelamin luar, karakteristik seks sekunder, gonad, kromosom, dan hormon. Gender merupakan variabel sosial dan budaya yang mencakup beberapa domain, yang masing-masing mempengaruhi kesehatan: identitas dan ekspresi gender, peran dan norma gender, hubungan gender, seksisme struktural, kekuasaan, serta kesetaraan dan kesetaraan. Gender dan norma-norma maskulinitas mempengaruhi perilaku mencari kesehatan pada anak laki-laki dan laki-laki dewasa. Ketimpangan gender struktural membatasi akses anak perempuan dan perempuan dewasa terhadap layanan kesehatan dan berkontribusi terhadap kesenjangan kesehatan. Variabel sosial lainnya termasuk ras, etnis, status sosial ekonomi, dan kebijakan Negara juga dapat berkontribusi dengan gender untuk mempengaruhi kesehatan, sehingga menyoroti pentingnya pendekatan dalam penelitian kesehatan.

Gejala yang dialami wanita dapat menyebabkan keterlambatan diagnostik untuk penyakit seperti kanker dan penyakit kardiovaskular, kemungkinan besar terkait dengan gender dan hubungan kekuasaan yang diharapkan dalam interaksi pasien-penyedia layanan. Gambaran klinis berupa nyeri punggung, pusing, atau mual selama serangan jantung, gejala yang umum terjadi pada wanita secara historis dianggap tidak lazim, sedangkan nyeri dada dan diaphoresis, yang lebih umum terjadi pada pria, dianggap “khas”. Setelah diagnosis ditegakkan, perempuan mungkin akan mengalami keterlambatan dalam rujukan untuk mendapatkan layanan atau tidak menerima tawaran layanan yang setara dengan laki-laki. Misalnya, keterlambatan rujukan untuk osteoartritis pada wanita mengakibatkan fungsi yang lebih buruk pada saat operasi penggantian sendi, sehingga memengaruhi tingkat fungsi yang dicapai wanita setelah operasi. Stigma sosial seputar gangguan menstruasi dan kondisi khusus wanita lainnya , seperti menopause, berkontribusi terhadap toleransi masyarakat terhadap pengobatan yang tidak memadai.

Perempuan seringkali ditempatkan dalam urusan organisasi domestik, sementara laki-laki umumnya bertanggung jawab untuk urusan antar organisasi, termasuk pekerjaan dengan respons darurat tinggi. Kehadiran pola-pola berdasarkan jenis kelamin ini menegaskan pentingnya mengatasi hambatan berbasis gender dalam posisi kepemimpinan dalam sistem kesehatan Indonesia. Hal ini termasuk dalam menciptakan lingkungan yang lebih inklusif sehingga baik pria maupun wanita dapat berkontribusi dengan keahlian dan pandangan mereka dalam semua aspek manajemen kesehatan, yang pada akhirnya akan menghasilkan layanan kesehatan yang lebih komprehensif dan setara bagi seluruh masyarakat.

Pustaka

  1. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/362/mengenal-pentingnya-kesehatan-mental-pada-remaja
  2. https://unair.ac.id/kajian-gender-dalam-sistem-kesehatan-indonesia-menyingkap-dominasi-dan-seperasi-gender-di-bidang-manajemen-kesehatan/
  3. https://jurnalfisip.uinsby.ac.id/index.php/JSI/article/view/25/23
  4. https://www.researchgate.net/publication/365486691_dimensi_sosial_budaya_dan_lingkungan_kesehatan_mental
  5. https://journal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article/download/19339/13624/
  6. https://g.co/kgs/WN58Znd
  7. https://www.paho.org/en/topics/gender-equality-health
  8. http://jea.ppj.unp.ac.id/index.php/jea/article/download/65/33/

Penulis:

Dr. Victor Paskah Kalawat Lengkong SE, M.Si

Chrisna Niklas Taaropetan

Deni Rahayu Marpaung

Egi Krismona Dolongseda

Eilinne Julia Kemur

Hartika Angreine Mala

Sapta Civilian Padati

Vanessa Gloria Polii

Andi Nuraeni Petta Dalle

Eufrasia Roswita Seru

Fauziah Indar Puspita Maaku

Gorby Santinus Janis Daramu

Kevin Marvil Sumanti

Melinda Yece Tompunu

Venita Septami Pojoh

Vidi Veronika Waroka

Marnix Binanti

(Mahasiswa Pascasarjana Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado)