Exposenews.id – SULUT, Kearifan lokal minuman ‘Cap Tikus’ diharapkan dapat menjadi produk daerah yang bisa diberdayakan menjadi salah satu sumber pendapatan daerah dan membantu perputaran roda ekonomi di sektor Usaha Kecil,Mikro dan Menengah (UMKM) diharapakan dapat memiliki regulasi yang menjadi payung hukum yang jelas.
Ini jadi salah satu pembahasan Komisi II gelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama mitra kerja jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut, Senin (11/09/2023).
Dimana Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Syalom Korompis menegaskan regulasi pengaturan soal Cap Tikus sudah dimasukan ke Biro Hukum Pemprov Sulut untuk dikaji.
Selain itu, Syaloom menegaskan saat ini ada sembilan perusahaan yang beroperasi di Sulut menjadikan minuman hasil olahan dari aren ini sebagai bahan baku.
Ketua dan Sekertaris serta Koordinator Komisi II yaitu Sandra Rondonuwu,Nick Lomban dan Viktor Mailangkay menanggapi positif.
Mereka sepakat agar pengajuan regulasi tersebut dapat segera dibahas DPRD dan Pemprov Sulut untuk jadi regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
Sandra Ronduwu kerap disapa (Saron), Srikandi PDI Perjuangan dari Daerah Pemilihan (Dapil) Minahasa Selatan – Minahasa Tenggara yang ‘menggebu-gebu’ soal ini juga mempertanyakan perihal sembilan perusahaan yang ada.
“Jangan sampai sembilan perusahaan yang beroperasi ini justru memanfaatkan ijin yang ada dengan mengambil bahan baku yang ada di perusahaan itu, bukan pada petani aren yang ada di Sulut,”tegas Saron.
Menurut Saron, jangan memberikan kebanggaan semu terhadap daerah.
“Disampaikan bahwa ada sembilan perusahaan tapi tidak mengambil dari petani daerah, sama saja bohong, jangan berikan suatu kebanggaan semu,”lugasnya.
Dukungan sikap Komisi II ini dilontarkan oleh Ketua Dewan Adat Milisy Waraney Sulut Jemmy Ringkuangan.
“Minuman hasil olahan dari aren yang memiliki kadar alkohol cukup tinggi yang juga merupakan warisan budaya turun-temurun. Pengolahan cap tikus masih dilakukan secara tradisional oleh masyarakat yang memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan,”lugasnya
Ringkuangan yang juga pejabat Pemprov Sulut ini menegaskan kekayaan budaya ini harus terus dilestarikan keberadaannya.
“Kita bukan saja hanya melihat suatu bentuk hasil olahan minuman. Namun didalamnya kita juga akan melihat bagaimana kebiasaan masyarakat dengan keberadaan cap tikus ini, bagaimana kehidupan ekonomi masyarakat dari hasilnya,”Ungkap Tuama Minahasa ini.
Ringkuangan yang juga adalah Kepala Dinas Kehutanan Sulut ini berpendapat orang tua yang mampu menghasilkan anak-anak yang mampu menunjukan prestasi.
“Bagaimana keberhasilan masyarakat dari cap tikus hingga anak-anak yang berhasil pendidikannya. Ini semua dari hasil cap tikus,”jelasnya.
Dasar itulah menurut Ringkuangan Dia terus berupaya mencari jalan keluar untuk melegalkan cap tikus ini.
“Mulai dari sisi regulasi, pembelajaran cara pengelolaan minuman beralkohol di berbagai daerah yang sudah berhasil, serta menjalin kerjasama dengan berbagai stakeholder terkait agar bisa menopang pendapatan daerah dan perputaran ekonomi UMKM,”tandasnya.