Exposenews.id, MINAHASA – Konflik pertanahan masih terus terjadi di Indonesia, termasuk di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Hal ini menjadi motivasi tersendiri bagi Kepala Kantor ATR/BPN Minahasa, Yandry D R Ratu, SSiT MSi.
Dikatakan Yandry bahwa konflik pertanahan dapat diminimalisir dengan mengangkat kembali budaya lokal (masyarakat adat), khususnya pemahaman akan pertanahan. Ini supaya menumbuhkan pemikiran masyarakat akan hubungan manusia dengan tanah serta memperkuat status tanah guna upaya menghindari konflik pertanahan.
“Dalam penentuan batas misalnya, masih menggunakan tumbuhan tawaan yang dinilai mempunyai nilai tersendiri secara adat,” kata Yandry.
Menurut Yandry memperkuat budaya lokal pada sektor pertanahan akan sangat memliki peran aktif. Misalnya sebelum persoalan sengketa tanah masuk ke BPN atau instansi terkait, diupayakan untuk diselesaikan secara adat.
“Terlebih masyarakat adat yang dimaksud jelas lebih mengetahui akan eksistensi tanah, baik dari segi historis dan lain-lain. Sehingga dalam penyelesaian sengketa tanah akan lebih humanis dan pengakuan akan eksistensi tanah berangkat dari sebuah kesepakatan dalam adat tersebut,” dia menambahkan.
“Penyelesaian tanah dengan pendekatan adat akan sangat efektif dan humanis karena pengakuan kepemilikan tanah secara universal dari masyarakat yang ada,” sambungnya lagi.
BPN, serta stakeholder lainnya menjadi support system. Ini berarti selalu memberikan edukasi dan pendampingan yang intens kepada masyarakat adat tersebut sehingga dalam proses penyelesaian sengketa tanah yang didudukkan secara adat juga mempunyai pemahaman hukum yang mumpuni.
“Cara ini juga saya yakini akan mengurangi konflik horizontal di internal masyarakat terkait pertanahan,” pungkasnya.
(RTG)