BI: Peningkatan Aktivitas Masyarakat Dorong Kenaikan Tekanan Inflasi Manado

Cabai rawit merah penyumbang inflasi terbanyak di Manado. Ronald Ginting.

Oleh: Ronald Ginting

Exposenews.id, Manado – Pergerakan harga-harga secara umum di Sulawesi Utara cenderung meningkat di Kota Manado dan mengalami penurunan di kota Kotamobagu. Indeks Harga Konsumen (IHK) kota Manado tercatat mengalami inflasi 0,17% (mtm) sementara IHK kota Kotamobagu terdeflasi sebesar 0,33% (mtm). 

Angka inflasi Manado tercatat lebih tinggi dibandingkan Februari 2021 yang tercatat inflasi 0,04% (mtm). Sementara itu, angka inflasi Kotamobagu tercatat lebih rendah yakni deflasi sebesar 0,21% pada periode yang sama. Dengan demikian, inflasi tahunan Manado dan Kotamobagu pada Maret 2021 masing-masing tercatat sebesar 1,65% (yoy) dan 1,94% (yoy) yakni masih berada di bawah rentang target inflasi nasional 3±1% (yoy), Adapun secara nasional, IHK bulan Maret 2021 tercatat inflasi sebesar 0,08% (mtm) dengan laju inflasi tahunan sebesar 1,37% (yoy), juga berada di bawah rentang target tersebut.

“Ditinjau dari kelompok penyusunnya, pergerakan harga kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau kembali menjadi penggerak utama IHK di Manado. Indeks harga Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau mengalami inflasi sebesar 0,77% (mtm) dan memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,23% (mtm) pada inflasi umum Manado,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara, Arbonas Hutabarat melalui keterangan persnya, hari ini.

Dilihat dari komoditasnya, kenaikan harga terjadi pada komoditas cabai rawit yang mengalami kenaikan sebesar 15,40% (mtm) dan memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,16% (mtm). Kenaikan komoditas cabai rawit diperkirakan terjadi akibat adanya kenaikan harga di tingkat petani, terutama yang diproduksi di Sulawesi Utara.

“Rata-rata harga produsen cabai rawit di Sulut pada Maret 2021 mengalami kenaikan hingga 38,75% berdasarkan data dari hargapangan.id. Kenaikan cabai rawit tingkat produsen di Sulut lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga di tingkat produsen di Gorontalo yang hanya mengalami kenaikan sebesar 3,64% (mtm),” jelas Arbonas.

Selain cabai rawit, tambah Arbonas, kenaikan harga juga terjadi pada komoditas bawang merah, ikan malalugis, rokok putih, dan ikan kembung dengan kontribusi inflasi sebesar 0,15% (mtm). Kenaikan harga bawang merah diperkirakan terjadi akibat pembalikan harga komoditas tersebut yang sudah mengalami deflasi pada Desember-Februari 2021.

Sementara itu, kenaikan harga rokok putih sejalan dengan proses kenaikan harga rokok secara gradual akibat kenaikan cukai rokok. Di sisi lain, pergerakan harga kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya serta Kelompok Transportasi menahan kenaikan tekanan inflasi Sulut dengan kontribusi inflasi sebesar 0,05% (mtm).

“Penurunan pada Kelompok Perawatan Pribadi dan dan Jasa lainnya terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas emas perhiasan sejalan dengan tren penurunan harga emas dunia. Sementara itu, penurunan IHK Kelompok Transportasi disebabkan oleh penurunan harga mobil sejalan dengan kebijakan stimulus pemerintah yang membebaskan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) kendaraan mobil berkapasitas hingga 1.500 cc,” imbuhnya lagi.

Sementara itu, Kotamobagu mengalami deflasi pada bulan Maret 2021. Berbeda dengan Manado, Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau mengalami deflasi sebesar 1,29% (mtm) dan memberikan kontribusi deflasi sebesar 0,44% (mtm). Penurunan harga kelompok tersebut terutama disebabkan oleh penurunan harga ikan cakalang, daun bawang, ikan bubara, daging ayam ras dan tomat yang memberikan kontribusi deflasi sebesar 0,43% (mtm).

“Penurunan harga terutama terjadi pada komoditas ikan cakalang yang memberikan kontribusi deflasi sebesar 0,17% (mtm). Curah hujan yang relatif stabil pada bulan Maret dibandingkan bulan lalu maupun puncak musim hujan pada bulan Januari 2021 menjaga ketersediaan stok komoditas tersebut di pasar dan menyebabkan penurunan harga,” ujarnya sambil memaparkan sama halnya dengan di Manado, komoditas cabai rawit juga mengalami kenaikan harga di Kotamobagu.

Kenaikan IHK cabai rawit di Kotamobagu tercat sebesar 18,23% (mtm) relatif lebih tinggi dibandingkan di Manado. Di sisi lain, penurunan IHK Kotamobagu tertahan oleh kenaikan IHK tas sekolah yang memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,07% (mtm).

“Kami (BI) dan TPID Sulawesi Utara memandang bahwa kenaikan tekanan inflasi tidak terlepas dari peningkatan aktivitas masyarakat Sulut. Aktivitas ekonomi sepanjang Maret pada sektor grosir dan farmasi hingga minggu keempat 28 Maret 2021 tercatat sebesar 2,64% di atas tingkat aktivitas pra COVID-19 (baseline). Angka tersebut naik dibandingkan bulan sebelumnya yang masih 3,82% di bawah baseline. Hal ini sejalan dengan penurunan kasus aktif COVID-19 Sulut sepanjang Januari-Februari sehingga mendorong pemerintah mencabut kebijakan pembatasan jam operasional,” sambungnya.

Ke depan, aktivitas masyarakat diperkirakan semakin meningkat sejalan dengan penurunan kasus aktif COVID-19 di Sulut, percepatan vaksinasi penangangan pandemi yang semakin baik serta masuknya periode permintaan tinggi pada bulan Ramadhan dan hari raya Paskah. Kondisi tersebut diperkirakan memberikan tekanan inflasi baik di Manado maupun Kotamobagu pada bulan April dan Mei 2021.

“Pengendalian inflasi masih akan dipengaruhi oleh dinamika aktivitas ekonomi masyarakat. Berbagai upaya untuk menurunkan kurva kasus aktif COVID-19 di Sulawesi Utara menjadi prasyarat untuk mendorong kembali kenaikan aktivitas ekonomi. Meski berisiko memberikan tekanan inflasi, peningkatan aktivitas diperlukan untuk menjaga permintaan dan mendorong pemulihan ekonomi daerah. Oleh karena itu, diperlukan stabilitas harga dan pasokan terutama menjelang perayaan paskah dan Idul Fitri,” lanjut dia.

Adapun untuk tetap mengendalikan tekanan inlasi pada targetnya, Bank Indonesia memandang pentingnya sinergi seluruh Dinas dan Kementerian/Lembaga terkait untuk menjaga ketersediaan pasokan komoditas strategis. Ketersediaan pasokan dan manajemen stok pangan akan lebih efektif dan efisien bila dilakukan antar daerah dengan memanfaatkan sumber daya daerah yang berlebih. 

“Koordinasi lintas TPID kabupaten/kota terutama dengan TPID di wilayah produsen pangan termasuk implementasi kesepakatan Kerjasama Antar Daerah (KAD), penting diperkuat untuk mengantisipasi potensi permasalahan pasokan, distribusi maupun keterjangkauan harga secara dini. Selain itu, sejalan dengan peningkatan aktivitas sosial ekonomi dan masyarakat, pengendalian pandemi COVID-19 yang tetap menjaga realisasi konsumsi masih perlu menjadi perhatian. Pemanfaatan platform penjualan online oleh petani dan/atau pedagang pasar, termasuk penggunaan QRIS dalam transaksi dapat menjadi solusi menjaga pergerakan perekonomian dan mempercepat digitalisasi ekonomi dan keuangan di Sulut,” tutupnya.

(RTG)