Oleh: Danny R. Machmud
Exposenews.id, Manado – Rencana pemerintah dalam waktu dekat ini akan segera menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Serta Pajak Penghasilan (PPh) atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan Dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucher.
Hal itu menuai kritik pakar ekonomi, Jootje O. Rugian. Dinilainya, pemajakan pulsa seluler, token dan lain sejenisnya terlalu dipaksakan dan tidak masuk akal, meskipun kebijakan tersebut masuk dalam BKP/JKP UU PPN mengingat di situasi pandemi seperti sekarang ini.
“Beleid (kebijakan) Menkeu itu benar menurut UU PPN, tapi penerapannya mulai tanggal 1 Februari, itu yang irasional,” katanya saat dihubungi, Sabtu (30/1).
Selain itu, kebijakan yang nantinya diberlakukan sangat kontradiktif dengan saat sekarang, alasannya banyak warga masyarakat betah tinggal di rumah berkat adanya telepon dan pulsa seluler yang masih dapat dijangkau harganya.
“Selama masa pandemi covid-19, banyak warga bangsa betah tinggal dirumah karena ditemani smartphone. Itu juga harus mempertimbangkan daya beli masyarakat yang sedang ambruk,” ungkapnya
Meskipun akhirnya kebijakan tersebut tetap dikeluarkan, dirinya berharap agar penerapannya ditunda. “Nah, kalau toh beleid Menkeu melalui PMK itu tetap eksis, diharapkan saat berlakunya ditunda hingga berakhirnya pandemi corona,” tuturnya.
Perlu diketahui bahwa pengenaan pajak berupa PPN dan PPh atas penyerahan pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer sudah berlaku selama ini, sehingga tidak terdapat jenis dan objek pajak baru.
(DRM)