PALANGKA RAYA, Exposenews.id – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah (Kalteng) sedang berusaha keras menagih utang sebesar Rp 625 miliar dari pemerintah pusat. Utang ini ternyata berasal dari royalti sektor pertambangan hingga minyak dan gas (migas) yang belum dibayarkan.
Royalti Minerba Jadi Penyumbang Utang Terbesar
Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kalteng, Syahfiri, membeberkan bahwa mayoritas utang tersebut berasal dari royalti tambang mineral dan batu bara (minerba). Namun, bukan cuma itu, ada juga komponen lain yang membuat nominalnya membengkak.
“Selain minerba, ada juga kurang bayar dari BPH migas, plus dana reboisasi (DR),” ungkap Syahfiri saat berbincang dengan media usai rapat paripurna di Kantor DPRD Kalteng, Kamis (3/7/2025).
Utang dari 2023, Penagihan Sudah Dilakukan
Syahfiri menegaskan bahwa Rp 625 miliar tersebut merupakan sisa utang pemerintah pusat dari tahun anggaran 2023. Pemprov Kalteng sudah mengirimkan surat tagihan, tapi hingga kini belum ada kepastian pembayaran.
“Ini kan kebijakan nasional, jadi kami tidak bisa bertindak sendiri. Semua daerah harus menunggu keputusan pusat,” jelasnya.
Tak Hanya Kalteng, Daerah Lain Jadi Korban
Menariknya, masalah utang royalti ini tidak hanya terjadi di Kalteng. Beberapa provinsi lain di Kalimantan, seperti Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, juga menghadapi masalah serupa.
“Pemerintah pusat rutin punya utang ke daerah-daerah, baik dari sektor pertambangan, PPh 21, maupun PPh 22,” tambah Syahfiri.
APBD Kalteng Terancam, Dampaknya Nyata!
Yang paling mengkhawatirkan, utang sebesar Rp 625 miliar ini ternyata berdampak langsung pada kondisi keuangan Kalteng. Angka tersebut setara dengan 8% dari total APBD Kalteng tahun ini yang mencapai Rp 8,5 triliun.
“Jelas ini memengaruhi keuangan daerah. Dana sebesar itu sudah masuk dalam asumsi pendapatan APBD, jadi kalau belum cair, otomatis banyak program tertunda,” tegas Syahfiri.
Pemprov Kalteng terus mendorong pemerintah pusat untuk segera melunasi utang tersebut. Pasalnya, keterlambatan pembayaran bisa menghambat pembangunan dan pelayanan publik di daerah.
Nah, bagaimana menurutmu? Haruskah pemerintah pusat segera membayar utang ini, atau ada skema lain yang bisa ditempuh? Beri komentarmu di bawah!