Dorong Pasar Daring, BI Berikan Signal Awas pada Inflasi Kotamobagu

banner 120x600
KPW Bank Indonesia Sulut merayakan HUT Bank Indonesia ke-67, kemarin. Foto: Istimewa

Oleh: Ronald Ginting

Exposenews.id, Manado – Setelah berturut-turut mengalami deflasi pada periode Januari hingga Mei 2020, pembalikan harga beberapa komoditas penyumbang inflasi di bulan Juni 2020 menyebabkan terjadinya inflasi di dua kota pencatatan IHK di Sulawesi Utara, Manado dan Kotamobagu. Kota Manado mencatat inflasi sebesar 0,19% (mtm), sementara Kota Kotamobagu sebesar 1,23% (mtm).

Sejalan dengan itu, inflasi tahunan Manado dan Kotamobagu masing-masing tercatat sebesar 1,37% (yoy) dan 1,27% (yoy), atau masih berada dibawah rentang sasaran target inflasi nasional 3±1% (yoy). Secara nasional inflasi secara bulanan, tahun kalender, dan tahunan masing-masing tercatat sebesar 0,18% (mtm), 1,09% (ytd), dan 1,96% (yoy).

“Dengan demikian, tekanan inflasi bulan Juni 2020 di Manado relatif sama dengan nasional, sedangkan tekanan inflasi Kotamobagu tercatat lebih tinggi dibandingkan nasional,” ujar Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara, Arbonas Hutabarat, melalui keterangan persnya, Kamis (2/7).

Jika dilihat dari kelompok penyusunnya, kata Arbonas, pergerakan harga di Kota Manado praktis hanya digerakan Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau serta Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya. Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau pada Juni 2020 mengalami inflasi masing-masing sebesar 0,79% (mtm) dan 0,23%(mtm).

Bila dilihat dari komoditasnya, tekanan inflasi pada kelompok ini berasal dari kenaikan harga komoditas bawang merah, daging ayam ras, dan cabai rawit. Kenaikan harga bawang merah sejalan dengan kenaikan harga bawang merah di daerah penghasil.

“Kenaikan harga daging ayam ras diperkirakan disebabkan oleh penurunan stok seiring dengan lebih panjangnya siklus produksi akibat terbatasnya permintaan selama masa pandemi COVID19,” tambah Arbonas.

Namun, bila dicermati lebih lanjut, tekanan inflasi Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau masih tertahan penurunan harga bawang putih dan beras seiring membaiknya pasokan. Penurunan harga kedua komoditas tersebut menjaga tekanan inflasi dari kelompok ini relatif moderat.

“Di Juni 2020, emas perhiasan menjadi satu-satunya komoditas yang mengalami penurunan harga pada kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya,” ungkapnya.

Lebih lanjut Arbonas mengatakan inflasi Kotamobagu pada Juni 2020 tercatat lebih kuat dibandingkan Manado maupun nasional. Inflasi bulanan Kotamobagu tercatat sebesar 1,23% (mtm), merupakan angka inflasi tertinggi kedua secara nasional. Kenaikan IHK di Kotamobagu disebabkan oleh pergerakan harga Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau, yang tercatat memberikan kontribusi inflasi sebesar 1,03% (mtm) dari total inflasi bulanan kota tersebut.

“Ini didorong kenaikan harga bawang merah, daun bawang, kangkung, cabai rawit dan beberapa komoditas perikanan. Sejalan dengan pola kenaikan harga bawang merah di Manado, kenaikan harga bawang di Kotamobagu diperkirakan merupakan dampak dari kenaikan harga di daerah produsen,” sambungnya.

Kenaikan harga telepon seluler dan peralatan perawatan pribadi juga turut menyumbang kenaikan tekanan inflasi di Kotamobagu. Di tengah kenaikan tekanan inflasi yang cukup tinggi di Kotamobagu, beberapa komoditas Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau terutama gula pasir dan beras mengalami penurunan harga didukung peningkatan pasokan.

“Bank Indonesia dan TPID Sulawesi Utara memandang kenaikan tingkat inflasi kedua kota di Sulawesi Utara tersebut masih dalam batas yang wajar. Tetapi, tekanan inflasi di Kotamobagu tersebut tetap perlu diwaspadai dan mendapat perhatian bersama, mengingat secara tahun kalender hingga Juni 2020, inflasi IHK di Kota Kotamobagu sudah mencapai 2,87% (ytd) medekati batas atas rentang target inflasi nasional,” tuturnya.

Memasuki bulan Juli 2020, tekanan inflasi diperkirakan akan kembali moderat ditopang permintaan yang diperkirakan akan mulai menunjukkan peningkatan seiring dengan masuknya perekonomian dalam periode transisi pandemi Covid-19 ke tatanan normal. Sementara, deflasi sejumlah komoditas pangan yang cukup dalam pada bulan April-Mei lalu berpotensi mengurangi insentif produsen untuk meningkatkan produksi, sehingga beresiko mempengaruhi pasokan dalam satu hingga tiga bulan ke depan.

“Kami tetap optimis bahwa tekanan inflasi pada Juli ini akan terkendali pada level yang aman dan kondusif untuk mendukung proses recovery perekonomian Sulawesi Utara,” kata dia.

Memperhatikan perkembangan inflasl beberapa waktu terakhlr, TPID baik Provinsi maupun Kab/Kota aken tetap mewaspadai dan memberi perhatlan terhadap pergerakan inflasi di tengah risiko terjadinya stagnasi harga pada periode pandemi COVID-19. Upaya untuk mengendalikan inflasi juga perlu dibarengi dengan upaya untuk mendorong peningkatan aktivitas perekonomian.

“Pemanfaatan teknologi untuk menjaga dan mendukung aktivitas perekonomian, misalnya dengan mengubah pola belanja di pasar tradisional dari offline menjadi online atau daring, merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh sejalan dengan berlakunya norma baru. Dengan pengenalan dan penerapan pola tersebut diharapkan volume permintaan masyarakat terhadap komoditas strategis di pasar tetap terjaga, sehingga petani akan tetap memiliki insentif untuk terus berproduksi atau bahkan meningkatkan produksi di tengah pandemi corona.

“Kebijakan Bank Indonesia yang membebaskan biaya QRIS dari sebelumnya 0,75% menjadi 0% bagi IJMKM, menjadi salah satu insentif yang perlu dimanfaatkan untuk mendorong penerapan transaksi non-tunai guna menjaga keberlangsungan perputaran roda perekonomian Sulawesi Utara,” imbuhnya lagi.

Bank Indonesia juga memandang bahwa upaya bersama serta sinergitas seluruh Dinas dan Kementerian/Lembaga terkait untuk menjaga ketersediaan pasokan komoditas strategis perlu dilakukan guna mengendalikan inflasi. Ketersediaan pasokan dan manajemen ketersediaan stok pangan secara regional Sulampua perlu didorong untuk meningkatkan efektivitas langkah-langkah pengendalian.

Salah satu bentuk kerjasama yang dapat menjadi alternatif adalah Kerjasama Antar Daerah (KAD) sebagaimana sudah pernah dibahas dalam rapat kordinasi wilayah (Rakorwil) TPID wilayah Sulawesi Maluku Papua (Sulampua) pada tanggal 25 Juni 2020. Diharapkan, dengan adanya KAD, mekanisme perdagangan dapat berjalan lebih efisien terutam dalam hal distribusi.

“Kerjasama antar Daerah (KAD) yang saat ini sedang dimatangkan antara Sulawesi Utara, Maluku Utara dan Gorontalo, dapat menjadi salah satu solusi dalam menjaga pasokan komoditas strategis di ketiga provinsi tersebut, khususnya di Sulawesi Utara,” ucapnya.

Melalui KAD tersebut, Sulawesi Utara diharapkan akan mendapatkan akses yang lebih mudah terhadap komoditas strategis yang belum mampu dipenuhi dari produksi di Sulawesi Utara. Sebaliknya, melalui KAD tersebut, Sulawesi Utara dapat mengirimkan komoditas strategis yang mengalami surplus ke luar daerah guna menjaga kewajaran tingkat harga serta nilai tukar petani (NTP) Sulawesi Utara.

“Selain terhadap perkembangan inflasi Sulawesi Utara, Bank Indonesia bersama TPID juga tetap memberikan perhatian terhadap perkembangan terkini dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian Sulawesi Utara, termasuk antisipasi kenaikan permintaan kebutuhan pangan terutama pada masa transisi menuju tatanan normal baru,” tukasnya. (RTG)