Berita  

Tragis! Korban Campak Terus Bertambah, 12 Anak Tewas Di Sumenep

SUMENEP, Exposenews.id – Dalam sebuah perkembangan yang sangat memilukan, jumlah anak yang meninggal dunia akibat wabah campak di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, ternyata melonjak drastis menjadi 12 orang. Awalnya, dunia kesehatan sempat dikagetkan dengan angka yang jauh lebih rendah, namun kemudian, sebuah proses penelusuran ulang yang sangat cermat akhirnya membuka fakta mengejutkan ini. Proses verifikasi data yang dilakukan secara kolaboratif antara Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, badan PBB untuk anak-anak (Unicef), dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berhasil mengungkap angka sesungguhnya yang jauh lebih tragis.

Kolaborasi Internasional Ungkap Data Sesungguhnya

Kerja sama tiga lembaga terpercaya ini secara khusus difokuskan untuk memastikan akurasi data yang ditemukan. Unicef dan WHO sengaja turun tangan langsung karena menyadari besarnya dampak kesehatan masyarakat dari kejadian ini. Mereka bersama-sama melakukan investigasi mendalam untuk mendapatkan gambaran yang sesungguhnya tentang skala wabah yang terjadi.

Kendala Sistem Pelaporan Jadi Penyebab Utama

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan P2KB Sumenep, Achmad Syamsuri, dengan penuh keterbukaan menjelaskan akar permasalahannya. Beliau mengungkapkan bahwa sebelumnya, pihaknya mengalami kendala teknis yang serius dalam hal pelaporan data dari rumah sakit. “Betul, kami mohon maaf sebesar-besarnya, karena waktu itu memang diminta data yang masuk ke kami sesuai mekanisme SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons),” tutur Syamsuri pada Rabu (20/8/2025). Sistem yang seharusnya menjadi garis pertahanan pertama ini ternyata tidak berjalan sempurna.

Data Awal KLB Tidak Mencerminkan Realita

Selain itu, Syamsuri memberikan konteks tentang situasi pada saat campak pertama kali ditetapkan statusnya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Pada momen penetapan status darurat itu, data resmi yang tercatat dalam sistem SKDR hanya menunjukkan empat anak yang menjadi korban jiwa. Tidak hanya itu, dua kasus kematian lainnya bahkan masih menyandang status ‘suspek’ karena pihak berwenang masih harus menunggu hasil konfirmasi dari laboratorium. “Pada waktu itu memang ada 4 kasus kematian sesuai SKDR. Dua masih suspek karena menunggu hasil lab,” tambahnya, memperjelas kronologi awal.

Verifikasi Lapangan Ungkap Kesenjangan Data yang Signifikan

Namun, kemudian, sebuah upaya verifikasi yang sangat teliti dilakukan dengan mengecek ulang semua laporan langsung ke sumbernya, yaitu rumah sakit-rumah sakit yang merawat pasien. Hasilnya sungguh di luar dugaan; tim menemukan banyak sekali laporan kematian yang terlambat bahkan sama sekali terlewat untuk dilaporkan ke sistem SKDR. Akibatnya, data awal yang beredar di masyarakat pun menjadi tidak akurat dan jauh lebih kecil dari jumlah korban sebenarnya. “Ada yang melebihi satu kali 24 jam dilaporkan, sehingga kadang-kadang teman-teman dari rumah sakit lupa melaporkan kepada kami karena tertutup dengan kasus-kasus yang lain,” jelas Syamsuri dengan jujur.

Proses Identifikasi yang Ketat dan Menyeluruh

Berkat dedikasi dan ketelitian dari seluruh pihak yang terlibat, akhirnya terkuaklah data yang sebenarnya. Dari proses penelusuran mendalam itu, akhirnya terkumpulah bukti dan terkonfirmasi dengan pasti bahwa total anak yang menjadi korban meninggal dunia akibat campak di Sumenep mencapai 12 orang. “Tapi hikmah yang kami peroleh, dengan bantuan dari Unicef, WHO, dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, alhamdulillah data yang kami temukan sebanyak 12,” jelasnya dengan perasaan haru. Kolaborasi internasional dan nasional ini berhasil memetakan masalah dengan transparan.

Profil Korban Didominasi Anak tanpa Imunisasi

Yang paling menyentuh dan sekaligus memilukan, Syamsuri kemudian menambahkan sebuah informasi krusial tentang profil para korban. Ternyata, sebagian besar dari anak-anak yang meninggal dunia tersebut belum pernah mendapatkan imunisasi campak sama sekali. Lebih parah lagi, di antara mereka ada yang riwayat imunisasinya nol besar, atau dalam istilah kesehatannya disebut ‘zero dose’, yang artinya mereka tidak pernah mendapat satu pun imunisasi dasar yang wajib. “Rata-rata dari kasus meninggal itu tidak terimunisasi. Khususnya campak. Bahkan ada yang tidak terimunisasi sama sekali, zero dose istilahnya,” ujar dia dengan nada prihatin. Fakta ini menyoroti betapa pentingnya cakupan imunisasi yang menyeluruh.

Total Kasus Mencapai Angka yang Sangat Mengkhawatirkan

Sebagai informasi terbaru, sejak Januari hingga pekan pertama Agustus 2025, Dinas Kesehatan P2KB Sumenep telah mencatat total 1.944 kasus campak yang disertai dengan 12 kasus kematian yang menyedihkan tersebut. Data yang sangat besar ini menunjukkan betapa ganasnya wabah yang terjadi dan betapa pentingnya untuk segera dilakukan langkah-langkah pencegahan yang lebih agresif. Setiap angka dalam statistik ini merepresentasikan seorang anak yang menderita dan keluarga yang terdampak.

Imunisasi Jadi Tameng Utama Pencegahan

Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tidak menyepelekan imunisasi dan segera melengkapi status imunisasi anak-anak mereka agar terlindungi dari wabah mematikan yang bisa dicegah ini. Imunisasi telah terbukti secara ilmiah sebagai cara paling efektif untuk mencegah penyakit campak dan komplikasinya yang mematikan. Dinas Kesehatan bersama mitra terus bekerja keras untuk menanggulangi wabah dan meningkatkan cakupan imunisasi di wilayah tersebut melalui berbagai program dan sosialisasi intensif.

Langkah-Langkah Strategis yang Segera Diambil

Pemerintah setempat sekarang telah mengambil langkah-langkah strategis untuk menangani krisis kesehatan ini. Mereka dengan cepat mengaktifkan posko kesehatan darurat, melakukan pelacakan kontak erat, dan memperluas cakupan imunisasi door-to-door di daerah yang paling terdampak. Semua tenaga kesehatan juga sedang dimobilisasi untuk memberikan respons yang cepat dan tepat terhadap setiap kasus baru yang ditemukan.