Exposenews.id – Memasuki hari keenam pada Jumat (3/10/2025), gelombang demonstrasi besar di Maroko yang dipimpin oleh kelompok Gen Z 212 terus bergulir tanpa henti. Kelompok muda energik ini secara terbuka menuntut agar pemerintah saat ini segera dibubarkan. Tuntutan berani ini mereka lontarkan setelah sebelumnya, pada Kamis (2/10/2025), mereka kembali menggelar unjuk rasa di berbagai kota yang secara khusus menyoroti kegagalan reformasi sektor kesehatan dan pendidikan. “Kami dengan tegas menuntut pemecatan pemerintah saat ini karena jelas-jelas gagal melindungi hak konstitusional rakyat Maroko dan sama sekali tidak sanggup menjawab tuntutan sosial mereka,” demikian Gen Z 212 menyampaikan pernyataan sikapnya. Selain itu, kelompok milenial ini juga mendesak pemerintah membebaskan semua orang yang mereka sebut sebagai korban penahanan terkait protes damai.
Latar belakang kemarahan publik ini ternyata dipicu oleh kekecewaan yang semakin memuncak terhadap ketimpangan sosial yang tajam. Sebagai contoh, laporan bulan lalu yang menyebut delapan ibu hamil meninggal di sebuah rumah sakit umum di Agadir berhasil menyulut amarah banyak kalangan. Akibatnya, banyak warga kini merasa bahwa layanan publik penting seperti kesehatan dan pendidikan justru terabaikan. Di sisi lain, mereka melihat pemerintah justru fokus mengalirkan dana besar-besaran untuk pembangunan infrastruktur megah, terutama demi menyambut Piala Afrika bulan Desember nanti dan Piala Dunia 2030. Menariknya, Gen Z 212 mendasarkan seluruh tuntutannya pada konstitusi Maroko, yang sebenarnya memberi wewenang penuh kepada Raja Mohammed VI untuk menunjuk dan memberhentikan perdana menteri serta anggota pemerintahan. Untuk mengoordinasi aksinya, kelompok ini banyak memanfaatkan aplikasi Discord, sekaligus mereka tegaskan diri bahwa mereka sama sekali tidak terkait dengan aksi kekerasan atau vandalisme.
Di ibu kota Rabat, kita bisa melihat ratusan orang berunjuk rasa dengan penuh semangat sambil membawa bendera nasional dan meneriakkan yel-yel kritis, “Kesehatan, bukan hanya stadion,” seperti yang dilaporkan wartawan AFP. Tidak hanya di Rabat, aksi damai serupa juga secara simultan terlihat menyebar di kota-kota besar lainnya seperti Casablanca, Marrakech, dan tentu saja Agadir, kota tempat tragedi kemanusiaan terjadi.
Respons Pemerintah dan Eskalasi Kekacauan
Merespon gelombang protes ini, Perdana Menteri Aziz Akhannouch akhirnya mengeluarkan pernyataan publik pertamanya sejak kerusuhan pecah. Dalam pernyataannya, ia menyebut pemerintah siap “berdialog” dan “menanggapi tuntutan para pengunjuk rasa”. Namun, di sisi lain, ia juga secara mengejutkan mengonfirmasi adanya korban jiwa. “Tiga orang tewas dalam protes tadi malam. Ini peristiwa yang sangat disayangkan,” kata Akhannouch dengan nada menyesal. Juru bicara Kementerian Dalam Negeri kemudian menambahkan detail kelam bahwa ketiga korban tersebut meninggal ketika mereka mencoba menyerbu kantor aparat keamanan di dekat Agadir pada Rabu malam. Sebelumnya, otoritas sempat menyebut dua orang tewas ditembak polisi setelah dituduh membawa senjata tajam. Sementara itu, Menteri Kesehatan Amine Tehraoui dengan jujur mengakui di parlemen bahwa reformasi memang sedang berjalan, tetapi “masih jauh dari cukup untuk menutup celah di sektor kesehatan”.
Situasi semakin panas ketika kita melihat data penangkapan dan kerusuhan. Sejak awal aksi, pihak berwenang telah menahan ratusan orang – yang sebagian besar adalah anak muda. Kementerian Dalam Negeri bahkan melaporkan lebih dari 400 orang telah mereka tahan, sementara hampir 300 orang, kebanyakan dari kalangan aparat, dinyatakan terluka. Lebih parah lagi, sebanyak 80 fasilitas publik dan swasta dilaporkan rusak serta ratusan mobil hancur berantakan. Sebanyak 134 orang, enam di antaranya telah ditahan, akan segera menghadapi proses pengadilan di Rabat. Meskipun situasinya tegang, Gen Z 212 terus mengimbau agar semua aksi dijaga tetap damai. “Protes hari Kamis harus dilakukan secara beradab dan bertanggung jawab,” tulis kelompok itu dengan tegas.
Sayangnya, imbauan damai itu tidak sepenuhnya diindahkan. Bentrokan fisik tetap saja pecah di beberapa kota. Di Sidi Bibi dekat Agadir, kantor balai komunal bahkan dibakar oleh massa. Kemudian di Sale, utara Rabat, seorang jurnalis AFP menyaksikan langsung sekelompok massa berhoodie membakar dua mobil polisi dan satu cabang bank. Seorang warga lokal, Hicham Madani, dengan tegas membedakan aksi ini, “Penjahat yang saya lihat merusak dan membakar di Sale tidak ada kaitannya dengan Gen Z 212. Mereka hanya anak-anak nakal yang memang datang dengan niat untuk merusak,” imbuhnya dengan yakin.
Di balik semua kericuhan ini, tuntutan utama para demonstran sebenarnya sangatlah jelas. Dalam seruan massanya, mereka dengan lantang menuntut dihapuskannya praktik korupsi sistemik serta penegakan nilai-nilai “kebebasan, martabat, dan keadilan sosial” secara nyata. Meski begitu vokal melawan kebijakan pemerintah, Gen Z 212 justru menegaskan kecintaan mereka yang mendalam pada tanah air dan Raja Mohammed VI. “Kami mencintai tanah air dan raja,” tulis kelompok itu dengan penuh keyakinan, sembari secara tegas menolak segala bentuk afiliasi dengan partai politik tertentu.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com
