Berita  

KPK Dalami Dugaan Penyelewengan Kuota Haji

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat menyampaikan keterangan

Exposenews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara mengejutkan berhasil membongkar sebuah penyalahgunaan kuota petugas haji dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Lebih lanjut, temuan mengejutkan ini muncul ke permukaan ketika penyidik KPK sedang memeriksa sejumlah saksi kunci terkait kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 pada Rabu (1/10/2025). “Dalam pemeriksaan ini, kami juga menemukan adanya kuota petugas haji yang diduga turut disalahgunakan,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dengan tegas dalam keterangan resminya. Akibatnya, temuan ini semakin memperparah skandal korupsi haji yang sedang diusut.

Selanjutnya, KPK pun memanggil dan memeriksa sejumlah tokoh penting di industri perjalanan haji. Di antara mereka yang telah memenuhi panggilan tersebut adalah Firman M Nur selaku Ketua Umum Amphuri; kemudian M Firman Taufik selaku Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh); lalu Syam Resfiadi selaku Ketua Umum Sapuhi; serta H Amaluddin selaku Komisaris PT Ebad Al Rahman Wisata dan Direktur PT Diva Mabruro. Tidak ketinggalan, Lutfhi Abdul Jabbar selaku Sekretaris Jenderal Mutiara Haji juga turut diperiksa. Namun sayangnya, dua orang lainnya, yaitu Asrul Aziz Taba selaku Ketua Umum Kesatuan Travel Haji Umrah Indonesia (Kesthuri) dan Muhammad Farid Aljawi selaku Ketua Harian Asosiasi Kebersamaan Pengusaha Travel Haji dan Umrah (BERSATHU), ternyata tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK.

Selain itu, Budi Prasetyo juga mengungkapkan bahwa para penyidik tidak main-main dan secara serius mendalami keterangan para saksi. Fokus utama mereka adalah mekanisme pembayaran yang rumit dalam penyelenggaraan haji khusus oleh PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus). Menariknya, mekanisme ini diduga kuat melibatkan ‘user’ yang ternyata dikuasai oleh Asosiasi. Oleh karena itu, KPK secara resmi mengingatkan semua pihak yang terlibat agar bersikap kooperatif dengan memenuhi setiap panggilan. “Kami ingatkan, KPK mempunyai kewenangan penuh untuk melakukan upaya paksa pada tahap penyidikan, misalnya dengan menerapkan tindakan pencegahan ke luar negeri. Tindakan ini kami ambil agar pihak-pihak yang dibutuhkan tetap berada di Indonesia dan dapat memberikan keterangan yang lengkap kepada penyidik,” tegas Budi dengan sangat jelas.

Sebagai informasi, kasus besar yang sedang diusut KPK ini adalah dugaan korupsi penentuan kuota haji untuk tahun 2023-2024 di lingkungan Kementerian Agama. Peristiwa penting ini diduga terjadi pada masa kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Lebih detail lagi, KPK memiliki dugaan kuat bahwa terjadi penyelewengan yang sangat serius dalam pembagian 20.000 kuota tambahan yang sebenarnya merupakan pemberian dari Pemerintah Arab Saudi.

Kemudian, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dengan gamblang memaparkan dasar hukum yang dilanggar. Beliau menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, secara eksplisit mengatur bahwa kuota haji khusus harus ditetapkan sebesar 8 persen saja, sementara kuota haji reguler mendapat porsi yang jauh lebih besar, yaitu 92 persen. Dengan demikian, seharusnya 20.000 kuota tambahan haji itu dibagi secara adil menjadi 18.400 (setara 92%) untuk haji reguler dan hanya 1.600 (setara 8%) untuk haji khusus. Akan tetapi, yang terjadi di lapangan justru sangat berbeda dan jauh dari ketentuan.

“Namun sayangnya, dalam perjalanannya, aturan baku tersebut sama sekali tidak diindahkan oleh Kementerian Agama pada saat itu. Justru, pembagian kuota dilakukan secara sewenang-wenang. Alih-alih mengikuti aturan 92:8, kuota tambahan itu malah dibagi dua secara rata, yaitu 10.000 untuk reguler dan 10.000 lagi untuk kuota khusus,” papar Asep dengan nada prihatin. “Akibatnya, terjadi perbedaan yang sangat mencolok. Seharusnya 92 persen berbanding 8 persen, ini malah berubah menjadi 50 persen untuk masing-masing kuota. Tindakan inilah yang jelas-jelas menyalahi aturan yang berlaku dan merupakan bentuk perbuatan melawan hukum,” imbuh Asep dengan penuh keyakinan.

Dampak dari penyimpangan aturan ini sungguh luar biasa besar. KPK sendiri telah menghitung dengan cermat dan menaksir kerugian negara dalam perkara skandal ini mencapai angka yang fantastis, yaitu sekitar Rp 1 triliun! Sebagai langkah tegas, KPK pun tidak tinggal diam dan telah mengambil tindakan pencegahan terhadap tiga orang penting yang diduga terlibat. Ketiga orang tersebut kini telah dicegah untuk bepergian ke luar negeri demi mendukung kelancaran penyidikan. Mereka adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; kemudian mantan staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; serta seorang pengusaha biro perjalanan haji dan umrah yang bernama Fuad Hasan Masyhur. Tindakan pencegahan ini jelas menunjukkan keseriusan KPK dalam mengungkap tuntas skandal yang mengguncang kepercayaan publik ini.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com