Exposenews.id – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru saja mengeluarkan peringatan dini terkait kemunculan Siklon Tropis Bualoi di sekitar wilayah Indonesia. Menurut pantauan terbaru BMKG pada Rabu (24/9/2025) pukul 07.00 WIB, mereka berhasil mendeteksi siklon ini yang sedang aktif di Laut Filipina, tepatnya di sebelah tenggara Pulau Luzon. Lebih detail lagi, sistem cuaca ekstrem ini terpantau berada pada koordinat 9,8 lintang utara dan 132,4 bujur timur, yang membuatnya berjarak sekitar 1.050 km di sebelah timur laut Tahuna.
Menanggapi temuan ini, Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, langsung memberikan penjelasan terkait pergerakan siklon. Beliau memaparkan bahwa Siklon Tropis Bualoi saat ini bergerak konsisten ke arah barat dengan kecepatan mencapai 11 knot atau setara dengan 20,37 km/jam. “Yang penting untuk digarisbawahi, siklon ini justru bergerak menjauhi wilayah Indonesia,” tegas Andri dalam keterangan resminya pada Rabu (24/9/2025). Meski begitu, Andri mengingatkan bahwa siklon ini memiliki kekuatan 45 knots (83 km/jam) dengan tekanan 996 hPa, sehingga masih masuk dalam kategori 1. Sebagai informasi, siklon tropis kategori 1 memang memiliki intensitas kecepatan angin yang berkisar antara 35-47 knot atau sekitar 63-88 km/jam.
Dampak Mencengangkan: Hujan Lebat dan Gelombang Tinggi Mengancam
Selanjutnya, Andri Ramdhani membeberkan dampak tidak langsung yang harus diwaspadai. Walaupun inti siklon menjauh, keberadaan Siklon Tropis Bualoi tetap memberikan pengaruh signifikan terhadap kondisi cuaca ekstrem dan perairan di Indonesia, khususnya dalam periode Rabu (24/9/2025) pukul 07.00 WIB hingga Kamis (25/9/2025) pukul 07.00 WIB. Akibatnya, siklon ini berpotensi memicu hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di beberapa wilayah kunci, seperti Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, dan Papua Barat Daya.
Tidak hanya hujan lebat, ancaman lain yang patut diwaspadai adalah gelombang tinggi kategori sedang. BMKG memprediksi ketinggian gelombang bisa mencapai 1,25 hingga 2,5 meter di beberapa perairan strategis. Daerah yang berpeluang mengalami fenomena ini antara lain Perairan Morotai hingga Loloda, Perairan Timur Kepulauan Halmahera, Perairan Raja Ampat, Laut Banda, Samudra Pasifik utara Maluku hingga Papua Barat Daya, dan Samudra Pasifik utara Papua. Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan, Siklon Tropis Bualoi juga berpotensi memicu gelombang yang lebih tinggi lagi, yakni setinggi 2,5 meter hingga 4 meter, khususnya di wilayah Samudra Pasifik utara Papua Barat.
Menanggapi perkembangan terbaru, Andri menambahkan sebuah prediksi penting. Dia menyatakan bahwa kecepatan angin maksimum Siklon Tropis Bualoi diperkirakan akan meningkat dalam 24 jam ke depan. Peningkatan kekuatan ini bahkan bisa mendorong siklon naik menjadi kategori 2, sambil tetap bergerak ke arah barat hingga barat laut yang semakin menjauhi wilayah Indonesia.
Dari Bibit Kecil Menjadi Badai Besar: Asal-usul Siklon Bualoi
Lalu, dari mana sebenarnya asal-usul siklon ini? Andri Ramdhani pun menjelaskan proses terbentuknya dengan detail. Ternyata, Siklon Tropis Bualoi merupakan hasil perkembangan dari sebuah bibit siklon tropis yang sebelumnya dikenal dengan kode 92W. Perlu diketahui, bibit siklon tropis 92W ini pertama kali terbentuk sejak Sabtu (20/9/2025) pukul 19.00 WIB di wilayah Samudra Pasifik Barat, tepatnya di sebelah timur laut Papua. Pada fase awal ini, lokasi sistem tersebut berada di luar Area of Monitoring (AoM) Tropical Cyclone Warning Centre (TCWC) Jakarta, sehingga pemantauannya dilakukan secara kooperatif.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada Selasa (23/9/2025) pukul 07.00 WIB, pusat sirkulasi bibit siklon tropis 92W tersebut telah berada di sekitar 10,2 derajat lintang utara dan 138,2 derajat bujur timur, masih di kawasan Laut Filipina sebelah utara Papua. Saat itu, kecepatan angin maksimum di sekitar sistemnya tercatat mencapai 20 knot atau sekitar 37 km/jam, dengan tekanan minimum sekitar 1007 hPa. “Dari pengamatan citra satelit, kami melihat adanya aktivitas konvektif yang meningkat,” jelas Andri. Peningkatan ini ditandai dengan perluasan area dense overcast dan deep convective, walaupun belum terkonsentrasi di sekitar pusat sirkulasinya.
Selain itu, Andri juga mengungkapkan bahwa pola perawanan saat itu belum menunjukkan pola khas pembentukan siklon (siklogenesis). Namun demikian, tim BMKG sudah dapat mengamati pola outflow yang mengarah ke selatan dari citra satelit. Berdasarkan analisis angin per lapisan, pola sirkulasi juga terpantau mulai dari lapisan permukaan hingga menengah (500 hPa). “Meskipun demikian, sirkulasi pada lapisan 500 hPa masih terpantau lemah dan melebar, dengan pusat sirkulasi yang tampak bergeser ke selatan sistem,” tambah Andri, melengkapi penjelasan teknisnya tentang proses metamorphosis bibit siklon ini menjadi siklon tropis yang patut diwaspadai.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com