Exposenews.id – Warga di kawasan Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, dengan tegas menolak kehadiran proyek pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di lingkungan mereka. Bahkan, aksi penolakan ini mereka buktikan dengan menyelenggarakan unjuk rasa langsung di lokasi proyek yang terletak di Jalan Bakti tersebut. Pada intinya, masyarakat menuntut hak mereka untuk mendapatkan lingkungan yang aman dan sehat.
Dari Demo ke Meja Perundingan: Aksi Warga Berbuah Kesepakatan
Hebatnya, aksi demonstrasi yang berlangsung pada Selasa (23/9/2025) itu berbuah hasil nyata. Sebagai bukti, seorang warga bernama Dimas (47) mengonfirmasi bahwa akhirnya perwakilan warga berhasil duduk satu meja dengan pengawas proyek. Yang lebih menguatkan lagi, pertemuan penting ini juga dihadiri oleh perwakilan dari pihak berwajib, seperti Kasatpol PP dan Kanit Intel Polres, sehingga menunjukkan keseriusan dalam menangani keluhan masyarakat.
Namun, tahukah Anda? Konflik ini sebenarnya bukanlah hal baru. Menurut pengakuan warga, proyek pembangunan menara raksasa setinggi 50 meter itu sudah mulai dikerjakan sejak tahun 2024. Artinya, ketegangan antara warga dan pihak pelaksana proyek telah berlangsung cukup lama sebelum akhirnya memuncak menjadi demonstrasi.
Akar Masalah: Minim Sosialisasi dan Taktik ‘Colong-Colongan’
Lalu, apa sebenarnya akar masalahnya? Ternyata, kunci utamanya terletak pada minimnya komunikasi dari pihak penyelenggara. Dimas dengan tegas menyatakan, “Kita sudah protes sebelum-sebelumnya. Yang paling membuat kami kecewa, tidak ada sosialisasi dan konsultasi publik juga sebelumnya.” Dengan kata lain, warga merasa pihak proyek mengabaikan mereka sebagai pemangku kepentingan utama.
Yang lebih memprihatinkan lagi, meskipun penolakan sudah disampaikan, proyek SUTET tersebut justru terus dilanjutkan. Bahkan, terdapat indikasi bahwa pembangunan seringkali dilakukan secara sembunyi-sembunyi, seolah-olah ingin menghindari sorotan dan protes dari warga. Taktik ‘colong-colongan’ inilah yang semakin memantik amarah masyarakat Kebon Bawang.
Dampak Mengancam: 625 Jiwa Terancam Tegangan 500 KV dan Polusi
Lantas, mengapa warga begitu khawatir? Alasannya sangat mendasar: kekhawatiran akan dampak negatif yang langsung mengancam kesehatan dan lingkungan hidup mereka. Bagaimana tidak? SUTET yang tengah dibangun tersebut akan mengalirkan listrik dengan tegangan yang sangat tinggi, yaitu sekitar 500 Kilovolt (KV). Selain itu, masyarakat juga harus menghadapi polusi debu dan kebisingan suara yang terus-menerus dari aktivitas pembangunan.
Dampaknya sungguh luas. Dimas memaparkan bahwa setidaknya ada 210 kepala keluarga yang terancam, yang mencakup sekitar 625 jiwa. Bayangkan saja, ratusan nyawa, termasuk anak-anak dan lansia, akan hidup berdampingan dengan menara bertegangan ultra-tinggi setiap harinya. Oleh karena itu, warga merasa demonstrasi adalah satu-satunya jalan untuk menyuarakan kepentingan mereka.
Akhirnya, dari gelaran demo tersebut terciptalah sebuah titik terang. Kesepakatan bersama berhasil dicapai, yaitu proyek pembangunan SUTET dihentikan sementara sampai ada kesepakatan lebih lanjut. Selanjutnya, warga akan melakukan pertemuan langsung dengan pihak PLN yang dijadwalkan pada Jumat, 26 September 2025.
Di sisi lain, meski kesepakatan telah dicapai, sisa kekhawatiran masih menyelimuti warga. Dimas menyampaikan harapannya, “Insyaallah warga akan buat pertemuan di hari Jumat dengan pihak PLN. Namun, kami berharap semoga saja PLN dan kontraktornya tidak main ‘colong-colongan’ lagi.” Pernyataan ini jelas mencerminkan rasa tidak percaya yang masih tertanam akibat pengalaman sebelumnya.
Pada akhirnya, kasus di Kebon Bawang ini memberikan pelajaran berharga bagi semua pihak. Bagi pemerintah dan perusahaan BUMN seperti PLN, kejadian ini menegaskan bahwa prinsip transparansi dan partisipasi publik bukanlah hal yang bisa ditawar. Sebaliknya, bagi masyarakat, aksi kolektif mereka membuktikan bahwa suara rakyat memiliki kekuatan untuk menuntut keadilan. Kini, semua mata tertuju pada pertemuan Jumat mendatang, yang akan menentukan apakah dialog dapat menghasilkan solusi yang mengutamakan keselamatan dan kenyamanan warga, atau justru kembali menuai konflik. Pertemuan tersebut diharapkan mampu menjembatani kepentingan pembangunan infrastruktur negara dengan hak fundamental warga atas lingkungan yang sehat.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com