Exposenews.id – Bahan bakar minyak (BBM) telah menjelma menjadi nyawa bagi kehidupan masyarakat modern, khususnya bagi mereka yang aktivitasnya bergantung pada kendaraan bermotor. Namun, belakangan ini, gelombang ketidakpuasan justru menggerogoti kepercayaan konsumen terhadap BBM Pertamina. Lebih jauh lagi, rasa curiga ini tidak hanya sebatas keluhan, tetapi telah mendorong sebuah pergeseran loyalitas yang masif. Akibatnya, kita kini menyaksikan sebuah eksodus besar-besaran di mana konsumen secara aktif berpindah haluan ke SPBU swasta ternama, seperti Shell, BP AKR, Vivo, dan Exxon. Transisi besar-besaran ini jelas memberikan sinyal yang sangat terang: Pertamina sedang mengalami krisis kepercayaan yang serius di pasar ritel.
Kebijakan Pemerintah yang Tidak Konsisten Picu Masalah
Melalui analisis yang mendalam, Darmaningtyas, seorang pengamat transportasi terkemuka yang juga memimpin Institut Studi Transportasi (Instran), menengarai bahwa akar dari segala keruwetan ini bersumber pada kebijakan pemerintah yang terkesan plin-plan dan tidak transparan terkait BBM. Secara tegas, ia mengingatkan bahwa pada awalnya, pemerintah sendiri yang secara aktif mengundang perusahaan swasta untuk masuk ke dalam pasar. Undangan ini memiliki tujuan yang sangat jelas, yaitu menciptakan kompetisi sehat yang pada akhirnya akan memacu Pertamina untuk menjadi lebih baik. Sayangnya, niat baik itu kini justru berbalik arah.
Praktik Bisnis Tidak Sehat dan Ancaman terhadap SPBU Swasta
“Inti persoalannya sebenarnya terletak pada ketidakjelasan kebijakan pemerintah dalam hal BBM,” tutur Darmaningtyas dengan tegas pada Minggu (21/9/2025). Ia kemudian melanjutkan penjelasannya, “Coba kita lihat kembali, dulu pemerintah dengan sengaja mengundang swasta agar hadir supaya Pertamina memiliki kompetitor yang kuat. Namun, ironisnya, ketika perusahaan swasta akhirnya berkembang pesat—terutama setelah praktik ‘oplosan’ BBM oleh Pertamina terbongkar—dan berhasil merebut pangsa pasar, justru pihak swasta ini yang seolah mendapatkan ancaman. Kuota distribusi mereka dibatasi dan dipersulit dengan kewajiban membeli dari Pertamina.” Menurutnya, situasi seperti ini menggambarkan sebuah model bisnis yang tidak sehat dan penuh pemaksaan.
Pertamina Dianggap Gunakan Cara Instan Alih-alih Tingkatkan Layanan
Darmaningtyas dengan lugas memaparkan bahwa alih-alih fokus untuk meningkatkan kualitas produk dan layanan sebagai senjata utama bersaing, Pertamina justru memilih jalur pintas dengan menerapkan mekanisme paksaan terhadap SPBU swasta. Padahal, langkah seperti ini sangatlah kontra-produktif. “Jika tujuan mereka adalah merebut kembali pasar yang hilang, seharusnya Pertamina memberikan layanan terbaik, termasuk menjamin kualitas BBM yang prima. Logika bisnis dengan cara paksaan seperti itu jelas tidak akan pernah menghasilkan hasil yang bagus dan berkelanjutan,” tegasnya. Pendekatan ini dinilai hanya sekadar tambal sulam dan tidak menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya.
Solusi Konkret: Buka Keran Impor Lebar untuk Swasta
Lebih lanjut, Darmaningtyas memberikan solusi yang konkret. Ia menyarankan dengan sangat agar pemerintah konsisten dengan kebijakan awalnya dan membuka keran impor BBM lebih lebar. Langkah ini akan memberikan ruang gerak yang lebih longgar bagi perusahaan swasta sehingga mereka tidak lagi terhambat oleh masalah kuota distribusi. “Pertanyaannya sederhana, mengapa sampai kuota untuk swasta bisa habis? Jawabannya sudah sangat jelas: ketika kepercayaan masyarakat pada Pertamina anjlok, secara otomatis mereka berbondong-bondong beralih ke SPBU swasta. Peningkatan permintaan yang drastis inilah yang kemudian tidak diimbangi dengan kuota yang memadai,” paparnya dengan logika yang runtut.
Konsumen Semakin Cerdas, Pertamina Harus Berbenah
Pada akhirnya, fenomena perpindahan massal ini harus disikapi sebagai sebuah “tamparan keras” yang berharga bagi Pertamina untuk segera melakukan pembenahan menyeluruh. Pasalnya, di tengah tingginya kebutuhan mobilitas masyarakat, konsumen kini telah menjadi semakin cerdas dan selektif. Mereka tidak lagi hanya terpaku pada faktor harga semata. Aspek kualitas, transparansi, dan yang terpenting adalah kepercayaan, kini menjadi pertimbangan utama yang menentukan pilihan mereka. Oleh karena itu, masa depan Pertamina di pasar ritel sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk membangun kembali fondasi kepercayaan yang telah runtuh tersebut.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com












