SUKOHARJO, Exposenews.id – Dunia industri textile Indonesia kembali diguncang berita mengejutkan! Pasalnya, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), yang tidak lain adalah salah satu pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara dengan lokasi pusat di Sukoharjo, Jawa Tengah, ternyata ketahuan menumpuk tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) untuk tahun 2025 yang jumlahnya tidak main-main, yakni mencapai Rp 1,1 miliar! Yang lebih mencengangkan lagi, tunggakan selangit ini muncul justru setelah perusahaan tersebut secara resmi dinyatakan pailit pada tanggal 23 Oktober 2024 lalu.
Selanjutnya, Camat Sukoharjo, Havid Danang Purnomo Widodo, pun angkat bicara dan membenarkan kabar ini. Beliau menyatakan dengan tegas bahwa pihaknya sudah secara aktif meminta kurator yang ditunjuk khusus untuk menangani proses kepailitan Sritex agar segera melakukan pembayaran atas tunggakan PBB tersebut. Akan tetapi, yang bikin gregetan, hingga detik ini belum ada sedikitpun tindak lanjut atau realisasi dari pihak kurator. “Kita sudah secara resmi memintakan pembayaran kepada kurator, tapi ya itu, tindak lanjutnya nihil,” keluh Havid saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon pada Senin (22/9/2025).
Tidak cukup sampai di situ, upaya pemerintah daerah pun meningkat. Sebagai langkah yang lebih formal dan serius, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo juga telah mengirimkan surat resmi kepada kurator tersebut untuk kembali menagih pembayaran tunggakan PBB yang sudah telat itu. Namun sekali lagi, hasilnya sangatlah mengecewakan; surat resmi itu pun tidak digubris dan belum ada respons yang memadai sama sekali.
Kemudian, Camat Havid pun membeberkan sebuah fakta yang lebih mencengangkan. Ternyata, angka Rp 1,1 miliar itu baru bagian dari gunung es! Angka sebesar itu hanya mencakup tunggakan untuk nama PT Sritex saja. “Kalau kita bicara untuk Sritex saja, angkanya sekitar Rp 1,1 miliar. Namun, jika kita hitung semua, termasuk lahan-lahan atas nama Iwan Setiawan dan lain-lain, total tunggakannya bisa meledak hingga Rp 1,3 miliar!” ungkapnya dengan nada prihatin.
Menyikapi kebuntuan dan keheningan dari kurator ini, pihak kecamatan bersama BPKPAD langsung mengambil tindakan cepat. Mereka segera menggelar rapat darurat untuk membahas langkah-langkah strategis dan solusi konkret mengenai masalah tunggakan PBB Sritex yang sudah sangat mengkhawatirkan ini. “Kami tidak akan tinggal diam. Hari ini saja sudah ada rapat khusus di Kantor Kecamatan untuk membahas masalah ini secara mendalam,” tegas Havid penuh determinasi.
Lalu, bagaimana sebenarnya kronologi sampai perusahaan sebesar ini bisa kolaps? Sebelumnya, PT Sritex memang sudah resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang pada Rabu, 23 Oktober 2024. Sebagai informasi, pailit adalah kondisi dimana sebuah perusahaan sebagai debitur dinyatakan benar-benar tidak sanggup lagi membayar atau melunasi semua utang-utangnya kepada para kreditur dan tentu saja utang-utang itu sudah melewati jatuh tempo pembayaran.
Keputusan pailit ini sendiri bukan datang begitu saja. Putusan tersebut diucapkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang setelah mengabulkan permohonan yang diajukan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. Adapun pemohon utama dari perkara kepailitan besar-besaran ini adalah PT Indo Bharat Rayon.
Perkara hukum ini tidak hanya menyidang PT Sri Rejeki Isman Tbk sendiri, tetapi juga menjerat tiga perusahaan lainnya yang masih dalam satu grup, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya. Keempatnya digugat bersama dalam satu paket perkara kepailitan.
Lalu, apa alasan utama hakim sampai menjatuhkan vonis pailit? Dalam pertimbangan putusannya, PT Sritex dan perusahaan lainnya dinilai sudah tidak sanggup lagi membayar utang dan secara hukum telah dinyatakan lalai atau wanprestasi dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pemohon. Kelalaian ini sendiri merujuk pada putusan homologasi yang sebenarnya sudah ditetapkan jauh hari sebelumnya, yaitu pada tanggal 25 Januari 2022.
Akhirnya, dengan berat hati, majelis hakim pun menyatakan, “Menyatakan bahwa para termohon (termasuk Sritex) dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.” Petitum atau tuntutan dalam perkara tersebut dibacakan pada Kamis (24/10/2024), dan secara resmi mengakhiri operasional perusahaan raksasa tersebut. Kini, semua aset dan kewajiban perusahaan berada sepenuhnya di bawah kendali kurator, termasuk masalah tunggakan pajak miliaran rupiah yang menjadi perhatian kita semua.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com