Berita  

Jakarta Terancam Krisis Air, PAM Jaya Didorong Lakukan Transformasi Mendesak

Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Firdaus Ali, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Basri Baco, Direktur Utama PAM Jaya Arief Nasrudin

Exposenews.id – Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Firdaus Ali, membunyikan alarm bahwa Jakarta tengah mengalami krisis air bersih yang sangat serius. Selain itu, sebuah ironi besar terjadi; meski dilintasi oleh 13 sungai, tidak satu pun dari sungai-sungai tersebut dapat diandalkan sebagai sumber air baku karena semuanya sudah tercemar berat. Oleh karena itu, Firdaus mendesak PAM Jaya untuk segera melakukan transformasi total. Tujuannya sangat jelas: agar layanan air perpipaan bisa menjangkau setiap sudut Jakarta dan semua warganya.

Transformasi Bukan Privatisasi

Lebih lanjut, dalam forum Balkoters Talk, Firdaus menjelaskan bahwa perubahan bentuk PAM Jaya menjadi Perseroda sama sekali bukanlah privatisasi. Sebaliknya, langkah ini justru dirancang untuk menciptakan ruang manajemen yang lebih transparan dan terbuka.

Bahkan, Firdaus menegaskan bahwa perubahan tata kelola air ini sudah sangat mendesak dan tidak bisa ditunda lagi. Sebagai contoh, ia menyoroti cakupan layanan air perpipaan di Jakarta yang masih sangat memprihatinkan, yakni di bawah 50 persen, sementara rata-rata nasional sendiri masih berada di angka 20 persen.

Tak hanya itu, masalah lain yang sering dikeluhkan warga adalah masalah teknis. Misalnya saja, pipa infrastruktur memang sudah terpasang, tetapi airnya seringkali tidak mengalir sama sekali.

Tantangan Kebocoran dan Ketergantungan yang Fatal

Di sisi lain, tantangan terberat justru datang dari tingkat kebocoran air atau non revenue water (NRW) yang fantastis, mencapai 45–47 persen. Alhasil, angka ini menyandang status sebagai salah satu yang terburuk di dunia untuk kota berpenduduk lebih dari lima juta jiwa.

Dengan demikian, Firdaus menyimpulkan bahwa PAM Jaya memikul beban yang sangat berat. Pasalnya, mereka harus memperluas layanan secara signifikan sambil secara bersamaan menekan kebocoran masif tersebut.

Selain masalah kebocoran, Jakarta juga bergantung secara fatal pada pasokan dari luar daerah. Tercatat, lebih dari 80 persen air bersih di Jakarta disuplai dari Waduk Jatiluhur melalui Kanal Tarum Barat (Kali Malang).

Oleh sebab itu, Firdaus memperingatkan bahwa gangguan sedikit saja di Kali Malang akan mengakibatkan suplai 81 persen air Jakarta terhenti total. Tentunya, hal ini merupakan ancaman besar bagi keamanan layanan air ibu kota.

Berpacu dengan Waktu Hadapi Ancaman

Sekali lagi, Firdaus menegaskan bahwa transformasi ini tidak ada kaitannya dengan swastanisasi. Justru, kendali penuh tetap berada di tangan PAM Jaya. Malah, ini adalah kesempatan emas untuk membangun kepercayaan publik melalui tata kelola yang terbuka.

Tidak berhenti di situ, Firdaus juga mengingatkan bahwa Jakarta sedang berpacu dengan waktu menghadapi ancaman penurunan tanah, penggunaan air tanah, dan banjir rob. Bayangkan saja, ia mengkhawatirkan bahwa jika tidak bergerak cepat, garis pantai bisa bergeser hingga kawasan Harmoni pada tahun 2050.

Maka dari itu, solusinya harus jelas dan tegas. Pertama, mempercepat layanan air perpipaan. Kedua, mengurangi kebocoran. Dan ketiga, memperkuat sistem pertahanan pesisir.

Strategi dan Komitmen PAM Jaya Menuju 100% Layanan

Sementara itu, dari internal PAM Jaya, Direktur Utama Arief Nasrudin menyampaikan komitmen kuat untuk mengejar target layanan 100 persen pada 2029. Sejak mengambil alih kepengelolaan dari pihak swasta pada Februari 2023, PAM Jaya telah menambahkan 124 ribu sambungan rumah tangga.

Namun demikian, target yang dipatok Gubernur sampai 2029 bukan tanpa rintangan. Betapa tidak, target tersebut mencakup pembangunan 7.000 kilometer pipa yang dampaknya akan menimbulkan kemacetan karena pengerjaannya harus menggunakan badan jalan.

Di samping itu, Arief mengungkapkan fakta bahwa 70 persen jaringan pipa di Jakarta sudah berusia 25–40 tahun dan sangat rawan bocor. Dampaknya, kebocoran ini menyebabkan kerugian finansial hingga Rp 1 triliun setiap tahunnya!

Inovasi dan Teknologi untuk Masa Depan Air Jakarta

Untuk mengatasi semua tantangan ini, PAM Jaya menyiapkan strategi komprehensif. Antara lain, membangun empat instalasi pengolahan air baru di Semanan, Muara Karang, Condet, dan Kanal Banjir Barat 2, serta menerapkan teknologi penyaring agar kualitas air tetap layak minum.

Selain itu, pesan Gubernur untuk tidak bergantung pada satu sumber ditanggapi sangat serius. Buktinya, PAM Jaya aktif mencari alternatif sumber air, bahkan hingga ke Banten.

Bukan cuma itu, teknologi water purifier juga diluncurkan untuk menjamin air perpipaan tetap layak minum meski melewati pipa tua. Yang menarik, Arief menegaskan bahwa harga air PAM Jaya hanya Rp 1 per liter, sangat murah dibanding air kemasan, sehingga mereka mendorong masyarakat untuk beralih.

Terakhir, transformasi digital juga dipercepat secara signifikan. Mulai dari peluncuran super apps, pemasangan smart water meter digital di 49 ribu pelanggan, hingga mobil laboratorium mikrobiologi untuk uji kualitas air di lapangan.

Arief menutup dengan pernyataan berapi-api, “PAM Jaya tidak mengambil air tanah, hanya mengolah air permukaan. Kami bekerja siang malam untuk mengakhiri ketergantungan warga pada air galon dan gerobak. Target 2029 harus tercapai!”

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com