Exposenews.id – Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria akhirnya angkat bicara menanggapi wacana kontroversial dari DPR yang mengusulkan satu orang hanya boleh punya satu akun media sosial. Menurutnya, pemerintah sama sekali tidak bermaksud membatasi jumlah akun yang dimiliki seseorang. Justru, fokus utama mereka adalah memperkuat tata kelola data pribadi melalui implementasi Single ID atau Digital ID.
Nezar dengan tegas menyatakan, “Sebenarnya, tidak masalah jika seseorang ingin memiliki dua atau bahkan tiga akun media sosial, asalkan semua akun tersebut telah terverifikasi penuh dengan identitas digital.” Ia melanjutkan, “Jadi, selama proses autentikasi dan verifikasinya bisa dilakukan dengan Single ID, maka jumlah akun bukanlah persoalan.”
Lebih lanjut, Nezar menerangkan bahwa usulan DPR tentang “satu orang satu akun” mungkin perlu dipahami dalam konteks yang lebih luas, yaitu merujuk pada satu identitas digital tunggal untuk setiap warga negara. Ia pun menepis kekhawatiran bahwa kebijakan ini akan membungkam kebebasan berekspresi. “Sama sekali tidak ada pembatasan kebebasan berekspresi di sini. Kebijakan ini justru hadir untuk memitigasi semua risiko penyebaran konten negatif,” tambahnya tegas.
Lalu, Apa Itu Single ID dan Digital ID?
Nezar kemudian menjabarkan bahwa konsep Single ID sebenarnya bukanlah hal baru. Pemerintah telah merancang program ini melalui beberapa kebijakan, seperti Satu Data Indonesia, Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), dan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Identitas Kependudukan Digital (IKD). Melalui program ini, sistem autentikasi data kependudukan diharapkan menjadi jauh lebih kuat, sehingga setiap akun digital dapat dipertanggungjawabkan pemiliknya dengan jelas.
“Pada intinya, yang kita inginkan adalah menciptakan ruang digital yang aman dan bertanggung jawab untuk publik agar bisa memberikan lebih banyak manfaat,” jelas Nezar. Sebagai informasi, Presiden RI Prabowo Subianto disebut-sebut telah memberikan lampu hijau untuk mempercepat realisasi Digital Single ID ini. Bahkan, Dewan Ekonomi Nasional menyatakan program ini akan menjadi prioritas utama untuk mendukung tercapainya Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2030.
Strategi Mitigasi dari Hulu Sampai Hilir
Nezar memaparkan bahwa tata kelola data pribadi harus diselesaikan secara komprehensif, mulai dari hulu hingga hilir. Di level hulu, pemerintah telah mewajibkan registrasi kartu SIM menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sejak 2018. Sayangnya, celah keamanan masih ada karena satu orang diperbolehkan mendaftarkan hingga tiga nomor per operator.
Celah inilah yang sering kali dieksploitasi oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk melakukan praktik kloning data atau jual beli kartu SIM prabayar secara ilegal. “Akibatnya, kejahatan online seperti scamming dan penipuan dengan identitas palsu semakin marak terjadi,” ujar Nezar.
Sementara itu, di level hilir, tanggung jawab beralih kepada platform media sosial. Nezar menegaskan bahwa perusahaan platform harus menyiapkan mekanisme pengendalian yang memastikan setiap akun dapat dilacak (traceable) kepada identitas pemiliknya yang sah. “Silakan punya banyak akun, tetapi harus ada traceability-nya. Harus bisa dilacak kembali ke Single ID yang dimiliki. Dengan begitu, setiap konten negatif yang melanggar norma dapat dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Asal Usul Usulan “Satu Orang Satu Akun” dari DPR
Sebelumnya, pemerintah mengaku sedang mengkaji serius usulan dari DPR tentang penerapan satu orang satu akun media sosial. Usulan ini dinilai bisa menjadi salah satu opsi efektif untuk memerangi tindakan penipuan di dunia digital. Selain itu, opsi ini juga dianggap akan mempermudah pemerintah dalam mengawasi ruang digital dari ancaman misinformasi dan hoaks yang semakin merajalela.
Gagasan ini pertama kali dilontarkan oleh Sekretaris Fraksi Gerindra DPR, Bambang Haryadi. Bambang menilai bahwa media sosial saat ini terlalu terbuka, sehingga menyulitkan masyarakat dalam menyaring informasi yang benar dan salah. Oleh karena itu, ia mendorong adanya aturan yang mewajibkan setiap warga negara Indonesia hanya memiliki satu akun media sosial.
“Kami belajar dari negara seperti Swiss, di mana satu warga negara hanya punya satu nomor telepon. Begitu juga dengan akun medsos, seharusnya hanya satu,” jelas Bambang. Ia meyakini bahwa pembatasan ini akan mendorong pengguna untuk lebih bertanggung jawab atas setiap informasi yang mereka sebarkan. Sekaligus, kebijakan ini dapat memutus maraknya peredaran akun anonim dan buzzer.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Anggota Komisi I DPR RI, Oleh Soleh. Ia bahkan secara khusus mengusulkan agar perusahaan platform media sosial raksasa seperti Meta, Google, dan TikTok secara tegas melarang pembuatan akun ganda (second account). “Saya minta agar dalam Rancangan UU nanti dimasukkan pasal yang melarang platform digital memperbolehkan akun ganda. Satu orang atau satu lembaga, cukup satu akun asli saja,” katanya.
Oleh beralasan bahwa second account lebih banyak disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, misalnya untuk membentuk ‘pasukan buzzer’ di media sosial. Ia pun mendorong agar aturan ini berlaku tidak hanya untuk individu, tetapi juga untuk perusahaan dan lembaga lainnya.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com












