Berita  

DPRD Blora Pertanyakan Logika Program MBG: Kenapa Personel Militer yang Mengurusi Piring Siswa?

Ketua Komisi D DPRD Blora, Subroto

BLORA, Exposenews.id – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, tiba-tiba meledak menjadi perbincangan panas dan menyita perhatian penuh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Tanpa menunggu lama, Komisi D DPRD Blora secara langsung menggelar rapat dengar pendapat yang secara khusus memanggil Koordinator Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) setempat. Pertemuan yang digelar di ruang lobi DPRD Blora pada Kamis (18/9/2025) itu bahkan harus mengalami penundaan sementara karena membongkar fakta-fakta yang dinilai sangat tidak beres.

Kodim & Koramil Disibukkan Urusan Dapur, Tugas Perang Terabaikan?

Di sela-sela jeda rapat yang menegangkan, Ketua Komisi D DPRD Blora, Subroto, secara terbuka melontarkan kritik pedasnya yang menyasar langsung keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam program MBG ini. Dengan nada tinggi, ia mempertanyakan alasan logis di balik pengerahan aparat TNI dari Komando Distrik Militer (Kodim) dan Komando Rayon Militer (Koramil) untuk mengurusi urusan dapur dan makanan anak sekolah. “Justru yang lebih tahu adalah Kodim dan Koramil. Ini kan aneh. Kodim Koramil tugasnya kan perang. Ini kon (diperintahkan) ngurusi makanan,” ujarnya dengan penuh heran.

Sebagai politikus PDIP yang vokal, Subroto dengan berani mengaku sama sekali tidak gentar dengan segala bentuk protes atau reaksi yang mungkin datang dari pihak TNI akibat pernyataannya yang blak-blakan tersebut. Dengan sikapnya yang legowo, ia menegaskan, “Aku dibenci kodim ora (tidak) apa-apa. Dibenci tentara ora (tidak) apa-apa.” Pernyataan ini semakin mengukuhkan komitmennya untuk mengusut tuntas program yang dinilainya bermasalah ini.

Dinas Kesehatan Dicuekin, Siapa Dalang di Balik Layar?

Lebih lanjut, Subroto membongkar sebuah fakta yang jauh lebih mencengangkan. Ternyata, program strategis yang seharusnya melibatkan instansi teknis berwenang seperti Dinas Kesehatan Daerah (Dinkesda) justru berjalan secara tertutup dan tanpa koordinasi sama sekali. “Stakeholder yang ada sampai Dinas Kesehatan itu enggak tahu, harus seperti apa itu speknya, hampir semua tidak tahu, tidak dilibatkan sama sekali,” jelasnya. Akibatnya, program ini berjalan dalam kegelapan yang memicu banyak tanda tanya besar.

Angaran Miliaran Rupiah Tapi Tanpa Pengawasan, Kemana Larinya Uang Rakyat?

Tidak berhenti sampai di situ, pihak Komisi D juga menyoroti dengan sangat detail masalah anggaran program yang membengkak namun nyaris tanpa mekanisme pengawasan yang jelas dan transparan. “Ini kan yo nggak wajar, iki duit negara, duit rakyat, tujuannya untuk anak-anak kita besok biar jadi pintar. Tapi kalau pengawasannya tidak ada, sekali lagi saya tekankan. BGN, tolong ini pengawasan juga harus diperhatikan,” terang Subroto dengan penuh penekanan. Ketiadaan pengawasan ini sangat berpotensi membuka celah kebocoran anggaran dan penyimpangan yang merugikan negara.

Menu Minimalis hingga Makanan Basi, Nasib Generasi Penerus Bangsa!

Latar belakang pemanggilan ini sendiri ternyata bermula dari banjirnya aduan masyarakat yang terus mengalir terkait pelaksanaan MBG yang menyasar lembaga pendidikan. Selain memanggil Koordinator SPPG, DPRD juga turut mengundang perwakilan dari Dinas Pendidikan untuk meminta klarifikasi. Subroto sendiri menyampaikan keyakinannya bahwa makanan yang didistribusikan kepada siswa-siswa jauh dari standar kandungan gizi yang semestinya.

Oleh karena itu, pihak dewan pun secara aktif mempertanyakan komposisi dan kualitas gizi dari setiap makanan yang dibagikan oleh SPPG tersebut. Untuk mendapatkan data yang akurat dan nyata, Subrota bahkan menggerakkan seluruh anggota dewan lainnya untuk turun langsung melihat dan memantau pelaksanaan MBG di daerah pemilihan (dapil) mereka masing-masing. Hasil dari pemantauan lapangan ini pun sungguh di luar dugaan.

Fakta Mengejutkan dari Lapangan: Hampir Semua Menu Tak Memenuhi Standar

Ternyata, dari pantauan langsung tersebut, terungkap bahwa mayoritas makanan yang didistribusikan memiliki kandungan gizi yang sangat minimalis dan jauh dari kata bergizi. Yang lebih miris lagi, selain menunya yang dinilai seadanya, pihaknya juga menemukan fakta pahit bahwa ada makanan yang sudah dalam kondisi tidak layak atau bahkan basi yang sempat dibagikan kepada para pelajar. “Bisa dikatakan hampir semua SPPG menunya minimalis. Rp 5.000 untungnya sudah kebanyakan. Bahkan menu basi pernah ada sampai tidak dimakan anak,” keluhnya dengan nada prihatin yang dalam.

Kuota Besar, Penerima Manfaat Banyak, Tapi Kualitas Dipertanyakan

Sebagai informasi penting terakhir, kuota SPPG yang tersebar di seluruh Kabupaten Blora tercatat sebanyak 73 dapur. Namun, dari jumlah tersebut, yang saat ini sudah beroperasi hanya 48 dapur SPPG. Meski begitu, jumlah penerima manfaat atau sasaran program ini terbilang sangat besar, yaitu mencapai 126.632 orang. Angka yang fantastis ini justru semakin menguatkan urgensi untuk segera memastikan program ini berjalan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan benar-benar memberikan manfaat gizi yang optimal bagi masa depan anak bangsa, bukan justru membahayakan kesehatan mereka.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com