Usai Kerusuhan Mengerikan, Ribuan Napi Nepal Kabur Malah Rela Balik ke Penjara, Ini Alasannya

Personel militer Nepal memeriksa bukti identitas dan dokumen

KATHMANDU, Exposenews.id – Kerusuhan besar-besaran yang mengguncang Nepal akhirnya memicu peluang bagi 13.500 tahanan untuk melarikan diri dari berbagai penjara yang rusak. Akan tetapi, dalam perkembangan yang mengejutkan, justru ribuan dari mereka memilih untuk kembali ke balik jeruji besi hanya beberapa hari setelah situasi mereda.

Berdasarkan data kepolisian Nepal, lebih dari sepertiga jumlah buron—atau sekitar 5.000 orang—telah kembali, baik melalui penyerahan diri maupun hasil penangkapan. Perlu diketahui, demonstrasi dahsyat yang dimulai pada Senin (8/9/2025) awalnya dipicu oleh larangan penggunaan media sosial. Namun, unjuk rasa ini dengan cepat berubah menjadi gelombang kemarahan massa terhadap masalah korupsi dan ekonomi yang telah berlangsung lama. Tragisnya, kerusuhan ini menewaskan sedikitnya 73 orang, membakar habis gedung parlemen, dan bahkan menjatuhkan pemerintah. Tidak hanya itu, banyak penjara juga mengalami kerusakan dan kebakaran, sehingga memudahkan ribuan napi melarikan diri dengan leluasa.

Kisah Napi Nepal yang Memilih Kembali

Salah satu narapidana yang memilih kembali adalah Avinash Rai (46), terpidana kasus penyelundupan barang ilegal. Awalnya, ia sempat membuat keluarga tercengang ketika tiba-tiba muncul di rumah mereka di Kathmandu setelah melarikan diri selama kekacauan pekan lalu. “Kami berada dalam situasi di mana menyelamatkan nyawa sendiri saja sudah jadi tantangan,” ujar Rai kepada AFP, dengan dua tas kecil di pundaknya, sesaat sebelum menyerahkan diri di gerbang Penjara Nakhu, Kathmandu. “Waktu itu tidak ada polisi—semua dalam keadaan kacau, terjadi pembakaran besar-besaran dan pengrusakan. Gerbang penjara pun terbuka lebar,” lanjutnya. Meski sempat merasakan kebebasan, Rai akhirnya memutuskan untuk kembali. “Kondisi di luar sangat tidak aman dan mengerikan,” katanya. “Sekarang, saya memilih kembali ke penjara,” tuturnya. Rai telah menjalani 20 bulan dari total vonis 22 bulan penjara dan berharap pemerintah baru dapat memberikan keringanan hukuman.

Namun, Rai bukan satu-satunya yang kembali dengan sukarela. Som Gopali (40), napi kasus penyerangan dengan sisa hukuman sembilan bulan, juga menyerahkan diri. Di depan penjara, ia terlihat memeluk erat istrinya yang menangis haru sebelum akhirnya masuk. “Sungguh mengejutkan ketika Som menelepon saya,” kata kakaknya, Preeti Yonjan (42). “Saya hampir tidak percaya dan butuh waktu untuk menyadari bahwa dia benar-benar ada di luar,” tambahnya. Menurut Yonjan, keputusan Som untuk kembali justru sangat logis. “Dia tidak mungkin bisa bersembunyi terus dari kejaran polisi, apalagi masa hukumannya tinggal sebentar lagi,” ujarnya.

Bekas Kerusuhan yang Masih Terasa

Penjara Nakhu sendiri masih menyisakan bekas-bekas mengerikan dari kerusuhan. Dindingnya tampak hangus terbakar, pintu masuk dipenuhi coretan-coretan slogan para demonstran “Gen Z”, sementara relawan sibuk mengirimkan bantuan seperti kasur, selimut, hingga peralatan masak. “Jelaga dan bekas kebakaran masih terlihat di mana-mana,” ujar Savyata Bhakti (22), seorang relawan lokal. “Malam pertama saat kabar buronan beredar sangatlah mencemaskan, semua warga menjadi ekstra waspada,” kenangnya.

Baca Juga: Puluhan Siswa di Garut Keracunan Usai Makan MBG di Sekolah! Pemkab Garut Buru Penyebabnya

Di antara keluarga napi yang menyerahkan diri, banyak yang menekankan bahwa keputusan kabur anak mereka bukanlah untuk bebas, melainkan sekadar menyelamatkan diri dari amuk kerusuhan. “Anak saya tidak bersalah. Kami ingin dia pulang, tapi hanya melalui proses hukum yang benar,” tegas Suresh Raj Aran (40), ayah dari Sevak (23), napi lain yang baru saja menyerahkan diri.

Harapan Besar pada Pemerintahan Baru

Kini, banyak keluarga napi berharap pemerintahan interim Nepal—yang akan memimpin hingga pemilu Maret 2026—dapat segera memperbaiki kondisi negara. “Perubahan harus segera terjadi—kalau bukan sekarang, lalu kapan lagi?” seru Poornima Gopali (29) sambil melambaikan tangan kepada kakaknya, Som, yang memasuki kembali penjara.

Menurut data Bank Dunia, 82% tenaga kerja Nepal masih bergantung pada sektor informal, dengan pendapatan per kapita hanya sekitar US$ 1.447 (sekitar Rp 23 juta). Kondisi memprihatinkan ini, ditambah dengan maraknya praktik korupsi, disebut-sebut menjadi bahan bakar utama unjuk rasa yang berujung pada kerusuhan dan kaburnya puluhan ribu napi.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

Exit mobile version