JAKARTA, Exposenews.id – Sidang praperadilan yang diajukan Komisaris Utama PT Dosni Roha Logistik (DRL), Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan langsung memanas karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar semua fakta kasus secara terang-terangan.
Sebagai informasi, Bambang mengajukan praperadilan setelah KPK secara resmi menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial (bansos) beras untuk keluarga penerima manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun Anggaran 2020.
Selanjutnya, status tersangka Bambang ini baru terungkap ke publik ketika sang kuasa hukum secara resmi mengajukan gugatan praperadilan pada Senin (25/8/2025). Tidak main-main, gugatan ini terdaftar dengan nomor perkara 102/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL.
Dalam sidang pembacaan permohonan yang digelar pada Senin (15/9/2025), tim pengacara Bambang langsung menuding KPK telah melakukan pelanggaran prosedur dalam penetapan tersangka. Mereka bersikeras bahwa KPK menetapkan Bambang sebagai tersangka tanpa melalui proses pemeriksaan terlebih dahulu.
KPK Membalas dengan Fakta yang Mengguncang
Namun, tudingan tersebut akhirnya dijawab secara langsung dan sangat lugas oleh KPK. Lembaga antirasuah ini justru mengklaim dengan percaya diri bahwa seluruh proses penetapan tersangka terhadap Bambang telah mereka lakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Lebih dari itu, KPK bahkan dengan berani membeberkan detail keterlibatan Bambang dalam proyek bansos yang diduga menyeleweng tersebut. “Faktanya, PT Dosni Roha Logistik yang mengajukan diri sebagai calon penyalur atau transporter sama sekali tidak memiliki kemampuan teknis untuk melaksanakan penyaluran bantuan sosial beras tahun 2020,” tegas tim hukum KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (16/9/2025).
Menurut penjelasan KPK, PT Dosni Roha Logistik atau DRL ternyata menunjuk enam vendor berbeda untuk mengerjakan distribusi bansos yang mencakup 15 provinsi. Yang mengejutkan, tindakan ini mereka lakukan bersama dengan eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara dan sejumlah orang lainnya.
“Bersama Juliari P Batubara, Edi Suharto, K Jerry Tengker serta korporasi PT Dosni Roha dan PT Dosni Roha Logistik, mereka telah merekayasa indeks harga penyaluran bansos beras. Mereka dengan sengaja menetapkan harga Rp 1.500/kg tanpa didukung oleh kajian atau analisis yang profesional dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujar KPK membongkar modusnya.
Selain itu, KPK juga menyebut bahwa Bambang diduga kuat mengintervensi pejabat pengadaan. Tujuannya jelas, yaitu untuk mengubah narasi draf petunjuk teknis pelaksanaan sehingga distribusi bansos hanya sampai tingkat kelurahan atau desa, bukan sampai ke penerima akhir.
“Mereka mengintervensi pejabat pengadaan dengan tujuan mengubah narasi draf petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan penyaluran BSB (Bantuan Sosial Beras). Alhasil, realisasi pekerjaan pun tidak sesuai dengan tahap awal perencanaan,” papar tim hukum KPK dengan tegas.
“Pada dasarnya, penyaluran bansos beras harusnya dilaksanakan sampai ke titik baik RT/RW. Namun pada kenyataannya, realisasinya hanya sampai titik kelurahan atau desa saja,” lanjut KPK menegaskan penyimpangan yang terjadi.
PT DRL Raup Keuntungan Fantastis Rp 108 Miliar!
Tidak berhenti di sana, tim hukum KPK juga membongkar keuntungan besar yang berhasil diraup oleh PT DRL dari proyek bansos beras ini.
“Perbuatan pemohon (Bambang) bersama dengan Juliari P Batubara, Edi Suharto, K Jerry Tengker serta korporasi PT Dosni Roha dan PT Dosni Roha Logistik telah memperkaya atau memberikan keuntungan kepada PT Dosni Roha Logistik sebesar Rp 108.480.782.934,” ungkap tim hukum KPK dengan detail.
“Kemudian, PT Dosni Roha Logistik meneruskan hampir seluruh keuntungan tersebut kepada pemegang saham mayoritas sekaligus induk perusahaannya, yaitu PT Dosni Roha. Jumlah dividen yang diberikan mencapai Rp 101.010.101.010. Sementara itu, sisa keuntungan sebesar Rp 7.470.681.928 diterima sendiri oleh PT Dosni Roha Logistik,” beber KPK lebih lanjut.
Di sisi lain, KPK juga menyebutkan bahwa tindakan ini telah menyebabkan kerugian negara yang sangat besar, mencapai Rp 221 miliar. Angka ini berdasarkan selisih nilai kontrak PT DRL dengan Kemensos dan harga penawaran Perum Bulog.
“Perbuatan melawan hukum tersebut telah jelas-jelas merugikan keuangan negara sebesar Rp 221.091.876.900,” tandas KPK.
Kuasa Hukum Bersikeras dan Klaim Ada Cacat Prosedur
Usai sidang, kuasa hukum Bambang, Ricky Hebert Sitohang, tetap bersikeras bahwa penetapan tersangka oleh KPK tidak sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Sesuai amanat KUHAP, yang kemudian ditekankan lagi dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 21 tahun 2014, penetapan tersangka harus merupakan tahap akhir dari suatu penyidikan,” ujar Ricky dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (16/9/2025).
Menurut Ricky, seharusnya Bambang diperiksa terlebih dahulu untuk mengklarifikasi keterangannya dengan semua barang bukti yang ada.
“Tentu harus diminta keterangannya dulu dong. Apa yang disampaikan kepada KPK, Pak Bambang Rudy pasti bisa menjelaskan pokok permasalahannya tanpa mengurangi akibat hukum yang berlaku,” kata Ricky meyakinkan.
Ia pun menegaskan dengan sangat bahwa hingga detik ini, kliennya sama sekali belum menerima surat panggilan resmi dari KPK untuk diperiksa.
“Yang kami tahu, pada 8 Agustus terbit Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Namun anehnya, statusnya (Rudy) sudah langsung menjadi tersangka tanpa melalui proses pemeriksaan di tahap penyidikan,” ujar Ricky menunjukkan kejanggalan.
Latar Belakang Kasus Korupsi Bansos yang Mencengangkan
Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga orang dan dua korporasi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi bansos beras yang menggemparkan ini.
“Adapun dalam perkara ini, KPK telah menetapkan 3 orang dan 2 korporasi sebagai tersangka,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo pada Selasa (19/8/2025).
Tidak hanya itu, KPK juga telah secara proaktif mencegah empat orang untuk bepergian ke luar negeri sejak 12 Agustus 2025. Keempat orang tersebut adalah Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo, Kanisius Jerry Tengker, Herry Tho, dan mantan Dirjen Pemberdayaan Sosial Kemensos Edi Suharto.
“Tindakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut kami lakukan karena keberadaan yang bersangkutan di wilayah Indonesia sangat dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi ini,” pungkas Budi Prasetyo menutup pernyataannya.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com












