Exposenews.id – Sungguh miris! Hingga tahun 2024, penyakit kusta justru masih menjadi momok menakutkan yang menghantui masyarakat Papua Barat. Bahkan, data terbaru secara mengejutkan mencatat ada 796 orang penderita yang tersebar di enam kabupaten! Lebih mencengangkan lagi, prevalensi kasusnya mencapai angka yang sangat tinggi, yakni 13,76 per 10 ribu penduduk. Tanpa penanganan komprehensif, penyakit menular akibat bakteri mycobacterium leprae ini dipastikan akan terus merajalela.
Akibatnya, Ketua Komite III DPD RI Filep Wamafma pun angkat bicara dan secara resmi mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk segera membentuk tim investigasi khusus. Tujuannya, untuk menangani kasus kusta di Provinsi Papua Barat secara serius. Lebih lanjut, pembentukan tim ini dinilai sangat krusial untuk mengidentifikasi akar masalah yang sebenarnya, memeriksa ketersediaan fasilitas kesehatan, mengevaluasi akses obat, serta mendapatkan data sebaran kasus dan tingkat penularan yang akurat.
“Pada Selasa (16/9) nanti, saya akan langsung menemui Menteri Kesehatan untuk membahas pembentukan tim investigasi kusta di Papua Barat,” tegas Filep di Manokwari, seperti yang dikutip dari Antara pada Minggu (14/9). Selain itu, berdasarkan laporan yang diterimanya, sejumlah puskesmas di wilayah tersebut ternyata mengalami kesulitan besar dalam menangani penyakit kusta karena keterbatasan pasokan obat.
Oleh karena itu, kondisi memprihatinkan ini sama sekali tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Pasalnya, hal itu justru akan mempercepat laju penularan dan semakin menambah jumlah penderita baru. Itulah mengapa, intervensi segera dari pemerintah pusat mutlak diperlukan. “Saya menerima laporan dari puskesmas bahwa obat kusta tidak tersedia. Petugas medis pun sangat kesulitan. Kasusnya terus menyebar, sehingga perlu penanganan yang sangat serius,” ungkap Filep dengan nada prihatin.
Selanjutnya, Senator asal Papua Barat ini juga menambahkan sebuah fakta yang sangat mengkhawatirkan. Penularan kusta disebutnya sangat rentan terjadi di dalam lingkungan keluarga yang tinggal serumah dengan penderita, terlebih jika penderita tidak mendapatkan pengobatan secara rutin. Maka dari itu, pemerintah semestinya lebih memperhatikan aspek pencegahan berbasis keluarga, memastikan ketersediaan obat, meningkatkan pelayanan medis, dan menggencarkan edukasi kesehatan kepada masyarakat. “Jika dalam satu rumah terdapat penderita kusta, maka risiko penularan ke anggota keluarga lainnya sangatlah cepat,” jelasnya dengan tegas.
DATA KASUS KUSTA DI PAPUA BARAT: Sebuah Bukti Nyata Darurat Kesehatan
Lalu, bagaimana sebenarnya gambaran nyata persebaran kusta di tanah Papua Barat? Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Papua Barat, dr. Nurmawati, menyatakan bahwa penyakit kusta memang dipengaruhi oleh penularan bakteri mycobacterium leprae. Jumlah penderita kusta yang berhasil terdata hingga tahun 2024 adalah 796 orang. Mereka tersebar di enam kabupaten se-Papua Barat, dengan prevalensi kasus yang sangat mencemaskan, yaitu 13,76 per 10 ribu penduduk.
“Harus diakui, pengobatan penyakit kusta membutuhkan waktu yang sangat lama. Paling cepat, prosesnya adalah enam bulan,” kata Nurmawati. Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa kusta termasuk dalam kelompok penyakit kronis yang terabaikan (neglected tropical disease). Alhasil, strategi penanganannya pun mutlak membutuhkan kolaborasi dan sinergi dari semua pihak, tidak bisa bekerja sendiri-sendiri.
Berikut adalah sebaran kasus kusta di Papua Barat per kabupaten yang wajib menjadi perhatian kita semua:
-
Kabupaten Manokwari: 508 penderita (angka tertinggi yang sangat mengkhawatirkan!)
-
Kabupaten Kaimana: 105 penderita
-
Kabupaten Teluk Bintuni: 76 penderita
-
Kabupaten Fakfak: 29 penderita
-
Kabupaten Teluk Wondama: 64 penderita
-
Kabupaten Manokwari Selatan: 14 penderita
Di sisi lain, Nurmawati menegaskan bahwa pihaknya terus berupaya maksimal untuk meningkatkan kapasitas tenaga medis di semua fasilitas kesehatan tingkat pertama di Papua Barat. Tujuannya, agar pelayanan terhadap penderita kusta bisa menjadi lebih optimal. Namun sayangnya, penanganan kusta juga sangat memerlukan dukungan pembiayaan dari pemerintah provinsi dan kabupaten. Selama ini, distribusi obat masih bergantung sepenuhnya pada bantuan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Pada kenyataannya, obat kusta ini tidak mudah untuk diperoleh. Bahkan, hingga saat ini kami masih bergantung pada bantuan WHO yang disalurkan melalui pemerintah pusat,” pungkasnya dengan nada yang serius. Fakta terakhir ini semakin mengukuhkan bahwa masalah kusta di Papua Barat adalah tanggung jawab bersama yang harus segera diatasi sebelum semakin banyak korban berjatuhan.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com