Berita  

Keluhan Petani Bengkulu: Stop Program Pupuk Subsidi yang Penuh Mafia!

Seorang petani perempuan di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, menanam padi.

Exposenews.id – Barlian, dari Komunitas Petani Nusantara, Kecamatan Selagan Raya, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, secara mengejutkan mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera menghentikan program pupuk bersubsidi. Ia dengan berani menuding bahwa program itu justru menyuburkan mafia dan merugikan negara.

Ia kemudian menawarkan solusi revolusioner. Alih-alih subsidi pupuk, negara harus mengalihkan subsidi tersebut kepada harga gabah. Hal ini dikatakan Barlian dalam wawancara yang disampaikan pada Minggu (7/9/2025).

Pupuk untuk Mafia, Bukan untuk Sawah

“Pupuk subsidi tak suburkan sawah, namun menyuburkan mafia,” tegas Barlian. Ia telah menjadi petani selama 30 tahun. Sepanjang hayatnya sebagai petani, pupuk subsidi tak pernah membantu.

Saat ini, negara mengalokasikan 9 juta ton pupuk subsidi dengan luas sawah nasional 7,8 juta hektar, tidak termasuk Papua dan Maluku. Lalu, 9 juta ton pupuk subsidi tersebut, kata dia, dibagi untuk petani sawah, tebu, jagung, palawija, dan kopi. “Komposisi ini mengakibatkan petani padi sulit mengakses pupuk subsidi,” sebutnya.

Menurutnya, tiap satu hektar sawah padi saat ini, petani harus mengeluarkan biaya operasional kisaran Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per musim tanam. Sementara itu, negara hanya memberikan subsidi sebesar Rp 750.000 per musim tanam per hektar melalui pupuk subsidi. “Sedangkan negara memberikan bantuan pupuk subsidi hanya Rp 750.000, kira-kira 80 kilogram pupuk per hektar per musim tanam,” ungkap dia.

Penyediaan pupuk subsidi, menurut para petani, penuh dengan campur tangan mafia, ada biaya distribusi, kios, dan lainnya. Belum lagi ada oknum yang nakal dalam memainkan data luasan lahan.

Usulkan Subsidi Gabah: Langsung ke Petani!

Ia menyatakan bahwa solusi efektif untuk mengurangi beban negara, namun tetap membantu petani, adalah dengan mengubah subsidi pupuk menjadi subsidi gabah yang langsung diberikan kepada petani. “Ada banyak keuntungan bila negara memberi subsidi gabah, bukan pupuk,” ujarnya.

Pemerintah dapat melakukan verifikasi pada petani melalui sertifikat, SKT, dan perangkat desa untuk mendapatkan subsidi gabah. “Jadi, kalau subsidi gabah, maka langsung menjadi penerima manfaat. Kalau subsidi pupuk, petani tidak menerima manfaat langsung dan cenderung menjadi permainan mafia penerima manfaatnya,” ungkapnya.

Selama ini, katanya, petani seperti berjuang sendiri. Saat terjadi bencana atau gagal panen, tidak ada jaminan penyelamatan nasib petani. Belum lagi persoalan perubahan iklim dan hama yang membuat kualitas gabah semakin memburuk.

Investigasi Ombudsman Bengkulu menemukan bahwa Kota Bengkulu mengalami kesulitan mendapatkan gabah, serta rendemen menjadi buruk akibat makin banyaknya hama. Hal ini disampaikan Hendra Irawan, Asisten Muda Pemeriksaan Ombudsman Bengkulu, saat ditemui pada Rabu (3/9/2025).

Penggilingan Padi Berhenti Operasi

“Kami melakukan investigasi dan penelitian di Kota Bengkulu pada empat penggilingan padi. Ada temuan bahwa penggilingan padi sulit mendapatkan gabah, bahkan ada yang berhenti operasional,” ujar Hendra Irawan. Ia mengatakan bahwa Kota Bengkulu memiliki enam penggilingan gabah dan Ombudsman mendatangi empat penggilingan, di mana satu sudah berhenti operasional.

“Temuan di Kota Bengkulu ketika kami datangi empat penggilingan padi, satu sudah tutup karena kesulitan mendapatkan gabah, sementara tiga lainnya kekurangan pasokan gabah,” tambah dia. Sementara itu, ditemukan juga bahwa rendemen gabah menjadi beras semakin buruk akibat hama. “Dahulu, rendemen komposisi gabah ke beras masih bagus. Misalnya, 10 kilogram gabah bisa menghasilkan 6,5 kilogram beras. Sekarang sudah 50 persen berbanding 50 persen,” beber dia.

Pasokan dari Luar dan Minimnya Pendampingan

Faktor cuaca juga turut mengakibatkan produksi menurun. Selanjutnya, ditemukan bahwa harga cenderung naik di pasar, namun tidak signifikan. “Akibat pasokan yang sulit, Kota Bengkulu harus memasok beras dari Lampung,” sebut dia. Kendala ini, kata dia, makin diperkuat dengan kurangnya pendampingan dari pemerintah, seperti pendampingan untuk membantu pupuk, bibit, dan Saprodi lainnya.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com