Berita  

Ramai Gugatan ke Gibran soal Ijazah SMA, Ini Kata Pakar Hukum Soal Nasib Pilpres

Wakil Presiden (Wapres) RI Gibran Rakabuming.

Exposenews.id – Sebuah gembaran hukum mengejutkan datang dari seorang warga biasa, Subhan. Tanpa tedeng aling-aling, ia secara resmi menggugat Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Jumat lalu (29/8/2025). Alasan di balik gugatan perdata ini sungguh mengejutkan banyak pihak: rekam jejak pendidikan SMA Gibran yang dinilai tidak memenuhi syarat konstitusional untuk menjadi calon wakil presiden. Subhan dengan berani menyatakan bahwa Gibran tidak pernah menempuh pendidikan menengah atas di lembaga yang diselenggarakan berdasarkan hukum Indonesia. Selain menjadikan Gibran sebagai pihak tergugat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga turut merasakan gugatan ini. Keduanya dituding telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Sidang perdana kasus yang menyedot perhatian publik ini rencananya akan segera digelar pada Senin, 8 September 2025.

Lalu, muncul pertanyaan besar yang menggelayut di benak seluruh masyarakat: Apa dampak riilnya jika kelak PN Jakarta Pusat justru mengabulkan gugatan kontroversial tersebut? Apakah kemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024 bisa saja dibatalkan?

Keputusan Pilpres Bersifat Final, Hanya MK yang Berwenang Membatalkan

Namun, para ahli hukum tata negara justru mendinginkan suasana dan meluruskan kekhawatiran publik. Seorang pakar hukum tata negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riwanto, dengan tegas menegaskan bahwa gugatan PMH terhadap Gibran sama sekali tidak akan berpengaruh terhadap posisinya sebagai Wakil Presiden yang sah. Agus kemudian menjabarkan argumentasi hukumnya yang solid. Berdasarkan Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 dan diperkuat oleh Pasal 473 Undang-Undang Pemilu, Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan satu-satunya lembaga yang memegang kewenangan mutlak untuk menyelesaikan segala sengketa hasil Pemilu Presiden. “Dengan demikian, putusan PN dalam perkara PMH ini tidak memiliki kewenangan sedikit pun untuk membatalkan proses pencalonan, apalagi hasil pemilu yang telah ditetapkan,” tegas Agus pada Kamis (4/9/2025).

Lebih lanjut, Agus menambahkan penjelasan yang sangat krusial. Setelah KPU menetapkan hasil pemilu secara resmi dan tidak ada lagi proses judicial review di MK yang membatalkan keputusan tersebut, maka status pasangan calon terpilih otomatis menjadi final dan mengikat secara hukum. “Oleh karena itu, sekalipun—dalam skenario yang sangat tidak mungkin—PN menerima gugatan PMH tersebut, hal itu sama sekali tidak akan berimplikasi langsung pada status konstitusional Gibran sebagai wakil presiden terpilih hasil Pemilu 2024,” jelasnya dengan gamblang. Singkatnya, gugatan ini dianggap tidak akan menyentuh status Gibran yang sudah dilantik.

Polemik ‘Sederajat’: Ijazah Luar Negeri Jelas Diakui!

Lantas, bagaimana sebenarnya kita harus menafsirkan syarat pendidikan minimal untuk calon presiden dan wakil presiden? Agus Riwanto dengan sabar menerangkan duduk perkaranya. Aturan mainnya telah jelas tertera dalam Pasal 169 Huruf e UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal tersebut menyebutkan dengan eksplisit bahwa seorang calon harus memiliki pendidikan minimal tamat SMA atau yang sederajat. Nah, kata kunci ‘sederajat’ inilah yang seringkali disalahpahami oleh banyak orang.

Agus dengan lugas membedah makna ‘sederajat’. Istilah tersebut sama sekali tidak membatasi diri hanya pada sekolah yang beroperasi di dalam negeri. Justru, ia juga mencakup pendidikan yang ditempuh di luar negeri, asalkan ijazahnya telah memperoleh pengakuan dan penyetaraan resmi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Sebagai informasi yang telah diverifikasi, Gibran memang menyelesaikan pendidikannya di Orchid Park Secondary School, Singapura—sebuah institusi yang diakui dunia. “Jadi, penafsiran ‘sederajat’ tidak boleh sempit. Ia bisa berarti ijazah luar negeri yang sudah diakui dan disetarakan secara resmi,” tegas Agus, mematahkan semua tudingan.

Selain itu, Agus juga mengungkapkan kemungkinan lain yang sangat kuat. Sangat mungkin Gibran justru menggunakan ijazah pendidikan tingginya (Strata-1 atau S1) saat proses pendaftaran calon, bukan ijazah SMA-nya. Jika ini yang terjadi, maka persoalan menjadi semakin tidak relevan.

Verifikasi KPU adalah Tahap Final yang Tidak Bisa Diganggu Gugat

Terakhir, Agus menekankan sebuah prinsip hukum yang fundamental dalam proses pemilu: finalitas verifikasi administrasi oleh KPU. Menurutnya, seluruh polemik ini seharusnya sudah tuntas pada tahap verifikasi faktual yang dilakukan oleh KPU jauh sebelum pemilihan digelar. Pada masa pencalonan, KPU telah memeriksa dengan saksama setiap kelengkapan dokumen para calon, termasuk ijazah pendidikan. Begitu KPU menyatakan bahwa seorang calon telah memenuhi semua syarat, maka status hukumnya menjadi sah dan tidak bisa diganggu gugat. “Penilaian terhadap syarat pencalonan Gibran sudah mencapai titik finalitas sejak Pemilu 2024. Karena pada saat itu tidak ada putusan dari Bawaslu maupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang membatalkannya, maka pencalonannya tetap sah secara mutlak,” tandas Agus dengan penuh wibawa.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa gugatan perdata ini, terlepas dari banyaknya pemberitaan, dipandang tidak memiliki dasar hukum yang cukup kuat untuk mengganggu legitimasi Gibran sebagai Wakil Presiden. Proses hukum di PN akan berjalan, tetapi hasilnya diprediksi tidak akan menyentuh status quo hasil Pilpres 2024 yang telah ditetapkan oleh KPU dan dikukuhkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

Exit mobile version