JAKARTA, Exposenews.id – Dalam sebuah keputusan dramatis yang mengguncang panggung politik, Partai Amanat Nasional (PAN) akhirnya mengambil tindakan tegas. Secara resmi, PAN menonaktifkan dua anggota DPR RI-nya yang kontroversial, Eko Hendro Purnomo atau yang dikenal sebagai Eko Patrio dan Surya Utama alias Uya Kuya. Keputusan ini tentu saja langsung menjadi buah bibir di mana-mana.
Keputusan Resmi dan Waktu Efektif
Tak tanggung-tanggung, Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, sendiri yang mengumumkan keputusan penting ini melalui sebuah keterangan resmi pada Minggu, 31 Agustus 2025. Lebih lanjut, Viva menyatakan bahwa keputusan tersebut sudah efektif berlaku sejak keesokan harinya, yaitu Senin, 1 September 2025. Langkah ini jelas bukan keputusan biasa, melainkan hasil dari pertimbangan matang terhadap situasi yang sedang memanas.
Selain itu, Viva menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah DPP PAN mencermati dengan saksama setiap dinamika dan perkembangan politik yang terjadi di tanah air dalam beberapa hari terakhir. PAN merasa perlu untuk bertindak cepat menanggapi gejolak yang ada. Oleh karena itu, pihaknya pun meminta seluruh masyarakat agar bisa tetap tenang dan tidak terpancing emosi.
Bahkan, Viva secara khusus menyerukan kepada rakyat Indonesia untuk mempercayai sepenuhnya pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. “Kita harus memercayakan secara penuh kepada pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto untuk menyelesaikan persoalan ini secara tepat, cepat, dan selalu berpihak kepada rakyat serta untuk kemajuan bangsa Indonesia ke depan,” tegas Viva dalam pernyataannya. Dengan kata lain, PAN ingin menunjukkan komitmennya untuk mendukung stabilitas nasional.
Awal Mula Kontroversi Eko Patrio
Lalu, apa sebenarnya yang membuat kedua selebritas-turned-politisi ini harus dipecat? Semuanya berawal dari sebuah aksi yang dinilai sangat tidak sensitif. Eko Patrio, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) PAN, sebelumnya telah memicu kontroversi hebat. Tepatnya, ia mengunggah sebuah video parodi di akun TikTok pribadinya @ekopatriosuper sebagai bentuk balasan atas kritik pedas dari masyarakat.
Konten Video yang Memicu Kemarahan
Dalam video viral tersebut, Eko terlihat berakting menjadi seorang DJ yang dengan santainya menyetel musik dengan sound ‘horeg’. Ia bahkan menuliskan caption yang menyulut amarah, “Biar jogednya lebih keren pakai sound ini aja.” Aksi ini ia lakukan untuk membela diri dan rekan-rekannya, termasuk Uya Kuya, yang kedapatan berjoget riang seusai Pidato Kenegaraan Presiden Prabowo Subianto. Sayangnya, masyarakat justru melihat aksi ini sebagai bentuk pelecehan mengingat rakyat sedang mengalami kesulitan ekonomi.
Akibatnya, bukannya mereda, kontroversi ini justru menjadi bensin yang memicu kemarahan publik yang sudah lama tertanam. Masyarakat semakin geram dengan sikap anggota dewan yang dianggap tidak empati. Terlebih lagi, aksi joged itu terjadi di tengah sorotan terhadap kenaikan tunjangan anggota DPR RI yang dinilai tidak pantas. Alhasil, unjuk rasa besar-besaran pun akhirnya pecah.
Gelombang Demonstrasi dan Tragedi
Demonstrasi pertama terjadi pada 25 Agustus lalu, di mana massa turun ke jalan untuk memprotes keras kenaikan tunjangan tersebut. Namun, unjuk rasa ini kemudian mencapai titik klimaksnya pada 28 Agustus. Pada hari yang menyedihkan itu, seorang driver ojek online (ojol) bernama Affan Kurniawan meninggal dunia setelah tragis dilindas oleh mobil Brimob. Peristiwa nahas ini langsung menyulut amarah yang lebih besar, khususnya dari kalangan driver ojol.
Efeknya, gelombang demonstrasi pun meluas dengan cepat ke berbagai penjuru kota dan daerah. Mulai dari Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Solo, Tegal, Cilacap, hingga Makassar, semua bergolak. Bahkan, aksi unjuk rasa ini seringkali diwarnai dengan bentrokan fisik antara massa dan aparat keamanan. Tak hanya itu, sejumlah fasilitas umum seperti halte bus dan beberapa kantor polisi menjadi sasaran amuk massa dan dibakar.
Puncak dari aksi anarkis terjadi pada Sabtu, 30 Agustus 2025, ketika massa berhasil membakar kantor Gubernur Jawa Timur di Surabaya. Kejadian ini jelas menunjukkan betapa dalamnya kekecewaan dan kemarahan yang dirasakan oleh rakyat. Meskipun Uya Kuya dan Eko Patrio telah menyampaikan permintaan maaf, namun nyatanya langkah itu sudah terlambat. Aksi mereka dinilai telah berkontribusi besar dalam memicu eskalasi kemarahan publik yang berujung pada kerusuhan dan kerugian material yang tidak sedikit.
Pada akhirnya, keputusan PAN untuk menonaktifkan keduanya dari kursi DPR RI adalah bentuk respons atas tekanan publik yang semakin besar. Dengan demikian, partai berharap bisa meredakan ketegangan dan menunjukkan keseriusannya dalam mendengarkan suara rakyat. Selain itu, langkah ini juga diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi semua politisi untuk lebih bijak dan empati terhadap kondisi masyarakat. Bagaimanapun, kepercayaan rakyat adalah segalanya dalam demokrasi.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com