Berita  

72 Siswa SMAN 5 Bengkulu Tiba-Tiba Dikeluarkan dari Sekolah, Ini Alasannya!

BENGKULU, Exposenews.id – Aksi protes pun akhirnya meledak! Puluhan wali murid dari SMA Negeri 5 Provinsi Bengkulu secara langsung mendatangi Gedung DPRD setempat pada Rabu (20/8/2025). Mereka jelas tidak terima karena pihak sekolah tiba-tiba mengeluarkan anak mereka setelah sebulan penuh mengikuti proses belajar. Alasan yang diberikan justru terkesan mengada-ada: siswa tidak memiliki Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Sungguh, total ada 72 siswa yang terkena imbas kebijakan ini, namun hanya 42 perwakilan wali murid yang hadir untuk menyuarakan keadilan.

Di hadapan anggota DPRD, seorang wali murid yang bernama As dengan tegas memaparkan kronologinya. Ia menuturkan bahwa panitia penerimaan siswa baru sebelumnya telah menyatakan anaknya diterima. “Setelah dinyatakan lulus, anak saya langsung melakukan daftar ulang, mengikuti MPLS dengan khidmat, lalu belajar selama sebulan penuh. Tiba-tiba saja, kami dipanggil sekolah dan diberi tahu bahwa anak kami tidak terdaftar di Dapodik SMAN 5. Mereka malah menyarankan untuk pindah sekolah,” ujar As dengan nada kesal.

Lebih parah lagi, As juga mengungkap fakta mencengangkan. Beberapa siswa yang kini dituding tidak punya Dapodik justru pernah mengikuti lomba tingkat nasional dan memenangkannya dengan membawa nama besar SMAN 5 Bengkulu. “Anak itu sudah mengharumkan nama sekolah, eh sekarang malah dianggap tidak sah. Apa ini tidak keterlaluan?” tambahnya.

Sementara itu, wali murid lain juga ikut curhat. Anaknya diterima melalui jalur domisili dan telah mematuhi semua prosedur pendaftaran online, ikut MPLS, tetapi setelah sebulan belajar, ternyata statusnya tidak diakui. Ada juga orang tua yang bercerita bahwa anaknya masuk lewat jalur tahfiz, semula hanya dapat status cadangan dan diminta menunggu. Namun, sehari sebelum sekolah dimulai, pihak sekolah menghubungi dan menyatakan anaknya diterima. “Tapi, setelah sebulan, anak saya malah dinyatakan tidak terdaftar,” keluh seorang ibu dengan suara sedih.

Yang tak kalah miris, seorang wali murid lain menyebutkan bahwa jarak rumahnya ke sekolah hanya 607 meter. Anaknya jelas lulus jalur domisili, tetapi nasibnya sama: dinyatakan tak punya Dapodik setelah sebulan belajar.

MG, perwakilan wali murid lainnya, menyampaikan kebingungannya. “Kalau memang dari awal tidak terdaftar, mengapa dipanggil untuk masuk? Kalau tidak diterima, mengapa justru dihubungi dan dinyatakan lolos? Sekolah harusnya transparan dari awal agar kami bisa cari alternatif lain,” tegasnya penuh emosi.

Dampaknya sangat serius. Para orang tua mengungkapkan bahwa kondisi psikologis dan mental anak-anak mereka terguncang hebat. “Ada yang sampai dirawat di rumah sakit, ada yang terus menangis karena merasa terpuruk. Anak saya cuma punya satu impian: masuk SMA Negeri 5. Tidak yang lain,” ujar seorang wali murid sambil menahan tangis.

Penjelasan Kontroversial dari SMAN 5 Bengkulu

Menanggapi hal ini, Kepala Sekolah SMAN 5 Bengkulu, Bihan, memberikan penjelasan resmi. Ia mengklaim bahwa proses seleksi penerimaan siswa berpedoman pada Permendikdasmen dan Pergub. Menurutnya, ada empat jalur penerimaan: prestasi akademik/nonakademik, afirmasi, pindah tugas orang tua, dan domisili. “Berdasarkan aturan itu, kami melakukan seleksi,” katanya.

Lebih lanjut, Bihan menjelaskan bahwa sekolahnya hanya memiliki 12 ruang belajar untuk kelas X. Aturan Permendiknas menyatakan bahwa satu ruang belajar maksimal diisi 36 siswa. “Jadi, total seharusnya hanya 432 siswa,” ujarnya.

Kepala Sekolah Mengaku Sakit Saat Masa Penerimaan

Di sisi lain, Bihan beralasan bahwa selama proses seleksi berlangsung, ia sedang sakit dan harus dirawat. Baru pada 21 Juli ia bisa masuk dan mengecek ulang semua kelas X. Saat itu, ia baru menyadari ada yang salah. “Saya temukan fakta bahwa di setiap kelas justru ada 43 siswa, bukan 36. Akhirnya saya rapatkan dan ditemukan puluhan siswa yang tidak memiliki Dapodik di SMAN 5,” paparnya.

Ia lalu memanggil semua wali murid yang anaknya tidak memiliki Dapodik dan menyarankan mereka pindah sekolah. “Saya hanya bisa mempertahankan 36 siswa per kelas yang datanya sah dan punya Dapodik. Di luar itu, saya tidak bertanggung jawab,” tandasnya.

Tanggapan Pedas dari DPRD

Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Sembiring, menyatakan bahwa semua pihak sebenarnya turut bersalah dalam kasus ini. “Orang tua juga terlalu fanatik mau masukin anak ke SMA 5. Jangan dikira kami tidak tahu, ada yang main titipan bahkan kasih uang,” tegas Usin tanpa tedeng aling-aling.

Meski demikian, DPRD setuju membentuk tim khusus yang beranggotakan perwakilan DPRD, dinas pendidikan, sekolah, dan wali murid untuk menyelesaikan masalah bersama. “Tim ini akan cari solusi, termasuk mencarikan sekolah lain yang masih ada kuota. Jangan nekat mau di SMA 5 terus,” pesannya.

Tak hanya itu, DPRD juga berjanji akan mengusut tuntas aktor intelektual di balik kekisruhan penerimaan siswa yang tidak profesional ini.