JEPARA, Exposenews.id – Rencana investasi raksasa senilai puluhan triliun rupiah di Jepara, Jawa Tengah, akhirnya kandas setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram. PT Charoen Pokphand Indonesia, perusahaan yang berencana membangun peternakan babi modern di wilayah ini, harus gigit jari karena penolakan keras dari warga dan ulama.
Investor Ngotot, Tapi MUI dan Warga Menolak Tegas
Awalnya, PT Charoen Pokphand Indonesia mengajukan permohonan izin ke MUI. Namun, rencana mereka langsung mendapat tentangan dari masyarakat setempat. Alhasil, MUI pun mengeluarkan fatwa resmi yang melarang proyek tersebut. Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin, langsung mengambil langkah tegas dengan memindahkan lokasi investasi ini.
Bupati Jepara, Witiarso Utomo, mengungkapkan bahwa sejak awal, Pemkab Jepara sudah memberi syarat ketat. Investor wajib mendapatkan persetujuan dari MUI, NU, dan Muhammadiyah sebelum memulai proyek. “Mereka bilang akan impor indukan babi, lalu dikembangbiakkan di Jepara dengan kapasitas 2-3 juta ekor per tahun untuk diekspor. Pemkab bisa dapat retribusi Rp 300 ribu per ekor plus CSR besar,” jelas Wiwit saat menghadiri sosialisasi di Gedung PCNU Jepara, Senin (4/8/2025).
Namun, Wiwit menegaskan bahwa uang bukan segalanya. “Kami lebih prioritaskan nilai-nilai religius masyarakat. Jepara itu religius, jadi keputusan harus sesuai dengan fatwa ulama,” tegasnya.
MUI Tegaskan: “Babi Tetap Haram, Sekalipun untuk Ekspor!”
Meski investor berargumen bahwa produknya hanya untuk ekspor dan konsumen non-Muslim, MUI tetap bersikukuh. Ketua MUI Jateng, Ahmad Darodji, menegaskan bahwa keberadaan peternakan babi bisa membahayakan generasi muda. “Siapa yang jamin anak-anak kita nggak penasaran dan mencoba makan babi?” ujarnya.
Fatwa haram resmi dikeluarkan MUI Jateng dengan nomor Kep.FW.01/DP-P.XII/SK/VIII/2025. Keputusan ini muncul setelah Komisi Fatwa MUI Jateng menggelar sidang pada 1 Agustus 2025, menindaklanjuti surat permohonan PT Charoen Pokphand.
Darodji menjelaskan, fatwa ini tidak hanya melarang peternakan, tetapi juga segala bentuk keterlibatan di dalamnya. “Bekerja di sana? Haram. Bantu-bantu? Haram. Ini berdasarkan Al-Qur’an dan hadis,” tegasnya. Namun, MUI tidak memaksa, hanya memberi panduan. “Tugas kami cuma memberi fatwa, bukan memaksa,” tambahnya.
DPRD Jateng Khawatirkan Konflik Sosial
Fraksi PPP DPRD Jateng, melalui Muhammad Naryoko, menyuarakan penolakan keras. Menurutnya, membangun peternakan babi di daerah mayoritas Muslim seperti Jepara sangat tidak tepat. “Ini bukan cuma soal investasi, tapi menyangkut sensitivitas agama dan budaya,” tegas Naryoko dalam keterangan tertulis, Sabtu (2/8/2025).
Dia memperingatkan, jika dipaksakan, proyek ini bisa memicu keresahan bahkan konflik horizontal. “Kami nggak anti-investasi, tapi harus sesuai nilai lokal. Kalau dipaksakan, sama saja melukai toleransi,” tegasnya.
Solusi Pemprov: Cari Lokasi Lain!
Pemprov Jateng masih berupaya mencari solusi terbaik bagi investor. Taj Yasin menegaskan bahwa meski nilai investasi besar, keharmonisan masyarakat tetap jadi prioritas. “Kami sarankan cari lokasi lain yang lebih sesuai,” ujarnya usai rapat di DPRD Jateng, Senin (4/8/2025).
Yasin mengaku telah berkoordinasi dengan MUI, NU, dan berbagai pihak sebelum memutuskan mengembalikan wewenang ke Pemkab Jepara. “Yang penting lingkungan tetap kondusif. Investasi penting, tapi jangan sampai bikin gaduh,” tandasnya.
Investasi Triliunan Rupiah Gagal Total
Dengan penolakan massal dari masyarakat, ulama, dan pemerintah daerah, proyek peternakan babi senilai puluhan triliun rupiah ini akhirnya batal. PT Charoen Pokphand Indonesia harus menerima kenyataan bahwa nilai ekonomi tidak selalu bisa mengalahkan prinsip agama dan budaya lokal.
Bagi Jepara, keputusan ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai religius tetap menjadi prioritas utama. “Uang boleh banyak, tapi kalau melukai hati rakyat, lebih baik tidak usah!” begitulah pesan kuat yang disampaikan warga Jepara.