RIP Hukum Internasional dan Tatanan Global Liberal, simak lengkapnya!

Dunia, Exposenews.id —  menyaksikan sebuah tragedi—sebuah negara diserang dari udara, bukan karena memulai perang, bukan karena melanggar hukum, tapi karena berani memilih diplomasi dan menolak tunduk.

Serangan Tanpa Dasar: AS dan Israel Hancurkan Fasilitas Nuklir Iran
Pada 22 Juni 2025, Amerika Serikat dan Israel melancarkan serangan dahsyat terhadap tiga situs nuklir utama Iran—Fordow, Natanz, dan Isfahan—dengan bom bunker-buster dan rudal Tomahawk. Mereka bertindak tanpa mandat Dewan Keamanan PBB, tanpa persetujuan Kongres AS, dan tanpa bukti ancaman nyata dari Iran. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum internasional. Ini adalah pengakuan terang-terangan bahwa hukum itu sudah mati. Kini, yang berkuasa hanyalah mereka yang bisa menyerang lebih dulu.

Pemicu Kekacauan: Serangan Israel 13 Juni
Untuk memahami kekejaman serangan ini, kita harus mundur ke 13 Juni. Saat itu, Israel tiba-tiba menyerang fasilitas militer dan nuklir Iran, menghancurkan infrastruktur sipil sekaligus militer. Iran, yang selama ini dituduh mengancam keamanan kawasan, justru menunjukkan kedewasaan. Mereka tidak membalas secara membabi buta. Respons mereka terukur, dan mereka tetap membuka pintu diplomasi.

Namun, alih-alih mendorong perdamaian, AS malah memilih bergabung dalam penghancuran Iran. Ironisnya, dunia justru menuntut kesabaran dari Iran—bukan dari penyerang. Ini bukan sekadar kesalahan moral, tapi pembalikan logika keadilan.

Pelanggaran Hukum Internasional yang Terang-Terangan
Serangan ini melanggar Piagam PBB Pasal 2(4), yang melarang penggunaan kekuatan kecuali untuk membela diri (Pasal 51). AS dan Israel tidak sedang membela diri—tidak ada serangan dari Iran yang membenarkan tindakan mereka. Tanpa mandat DK PBB, serangan ini juga merusak prinsip non-intervensi dan melemahkan kredibilitas NPT (Traktat Nonproliferasi Nuklir) serta IAEA, badan pengawas nuklir PBB.

Baca juga:

Di sinilah hukum internasional benar-benar mati. Tidak sekonyong-konyong, tapi melalui luka yang sudah lama terbuka. Yang tidak hanya mengaburkan batas antara legal dan ilegal, tetapi juga membalikkan posisi pelaku dan korban. Ketika negara yang mengutamakan diplomasi justru mereka hancurkan, sementara upaya mempertahankan kedaulatan mereka cap sebagai provokasi, dunia tidak hanya menyaksikan keruntuhan norma hukum—melainkan juga menyaksikan ambruknya seluruh tatanan global pascaperang yang seharusnya mampu mencegah aksi kekerasan sepihak.

Hukum tidak lagi membatasi kekuasaan. Ia kini hanya jadi alat pembenar bagi yang kuat.

Iran adalah anggota penuh NPT, perjanjian yang bertujuan mencegah penyebaran senjata nuklir dan memastikan energi nuklir digunakan untuk perdamaian. Namun, ketika AS dan Israel—yang juga memiliki senjata nuklir—menyerang tanpa dasar, dunia hanya diam. Standar ganda ini memperlihatkan bahwa hukum internasional hanya berlaku bagi yang lemah.

Apa yang Tersisa?
Dunia kini berada di persimpangan.

Serangan terhadap Iran bukan hanya tentang Iran. Ini tentang masa depan dunia—apakah kita akan hidup di bawah hukum, atau di bawah kekuatan brutal yang tak terkendali.

Hukum mati. Kekuatan berkuasa. Dan dunia menyaksikan dalam diam.

Exit mobile version