Sidang Hasto, Ahli Pidana Sebut Tuduhan Perintangan Hukum di Tahap Penyelidikan Tidak Masuk Akal

JAKARTA, Exposenews.id – Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, menegaskan bahwa tuduhan obstruction of justice atau perintangan hukum dalam kasus yang masih berstatus penyelidikan terasa sangat tidak logis. Pernyataan ini ia sampaikan saat menjadi ahli meringankan (a de charge) dalam sidang dugaan suap dan perintangan kasus Harun Masiku yang menjerat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto.

Chairul menjelaskan bahwa dalam sistem hukum Indonesia, penyelidikan belum masuk tahap pro justicia. Ia menegaskan bahwa aparat penegak hukum belum bisa menerapkan upaya paksa pada tahap ini.

Contoh Nyata: Proses Penyelidikan vs Penyidikan
Chairul lantas memberikan contoh konkret. “Dalam penyelidikan, polisi biasanya meminta klarifikasi dari pihak terkait. Namun, mereka belum bisa menahan, menggeledah, atau memaksa seseorang datang,” jelasnya.

Ia menekankan bahwa obstruction of justice biasanya terkait upaya menghambat penyidikan, bukan penyelidikan. “Kalau penyidikan, polisi sudah punya kewenangan penuh: bisa panggil paksa, tangkap, bahkan geledah. Tapi di penyelidikan? Nol besar. Jadi, klaim perintangan di tahap ini benar-benar mengada-ada,” tandas Chairul.

Dakwaan terhadap Hasto: Suap dan Obstruction of Justice
baca juga: TNI AL Deteksi Posisi Kapal Induk AS USS Nimitz yang Matikan Sinyal di Perairan Indonesia

Untuk dakwaan pertama, jaksa menggunakan Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Sementara itu, dakwaan kedua menjerat Hasto dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Analisis Hukum: Mengapa Tuduhan Perintangan Lemah?
Chairul kembali menegaskan bahwa secara hukum, penyelidikan dan penyidikan adalah dua fase berbeda. “Penyelidikan itu baru tahap awal, cari data dulu. Kalau sudah masuk penyidikan, berarti sudah ada cukup bukti untuk tindakan tegas,” paparnya.

Ia juga mengkritik penggunaan istilah obstruction of justice dalam dakwaan. “Istilah ini lebih cocok dipakai di negara common law seperti AS. Di Indonesia, kita punya istilah sendiri dalam KUHAP. Jadi, kalau dipaksakan, malah terkesan janggal,” ujarnya.

Apa Dampaknya bagi Kasus Hasto?
Jika hakim menerima argumen Chairul, dakwaan obstruction of justice bisa saja gugur karena tidak relevan dengan tahap penyelidikan. “Kalau suap masih bisa diperdebatkan, tapi kalau perintangannya? Sulit dibuktikan karena secara hukum tidak ada yang dihalangi,” tegasnya.

Di sisi lain, jaksa tetap berpegang pada dakwaan mereka. “Kami yakin ada upaya sistematis untuk mengganggu proses hukum, meski masih di tahap awal,” ujar salah satu jaksa KPK.

Kasus ini menarik karena melibatkan nama besar di partai berkuasa. “Tidak menutup kemungkinan ada nuansa politis di sini,” kata pengamat hukum politik, Arif Nurudin. “Tapi, secara hukum, argumen Chairul sangat kuat. “

Sidang akan dilanjutkan minggu depan dengan menghadirkan saksi-saksi baru. “Kita lihat saja apakah hakim akan sepakat dengan ahli atau justru mengikuti pendapat jaksa,” pungkas Arif.

Exit mobile version