BEKASI, Exposenews.id – Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, menyatakan bakal memprioritaskan suara orangtua dan berbagai pihak menanggapi usulan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, tentang penerapan jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB. “Kami akan mendengarkan masukan orangtua, tokoh masyarakat, dan para penggerak pendidikan,” tegas Tri saat berbincang di Alun-alun Kota Bekasi, Kamis (5/6/2025).
Tri mengungkapkan, Pemkot Bekasi sedang mempertimbangkan kebijakan tersebut untuk diterapkan pada tahun ajaran baru 2025/2026. Namun, sebelum memutuskan, ia menekankan perlunya kajian mendalam dan sosialisasi ke masyarakat. Pasalnya, kondisi Kota Bekasi memiliki karakteristik unik, terutama terkait mobilitas warga di pagi hari.
“Situasi Bekasi beda dengan daerah lain. Sebagai kota metropolitan, pola pergerakan warganya pasti lebih kompleks,” jelasnya. Tri memaparkan, kebanyakan pekerja di Bekasi sudah mulai berangkat antara pukul 06.00–06.30 WIB menggunakan kendaraan pribadi atau transportasi umum. Baru setelah itu, sekitar pukul 06.30–07.00 WIB, para pelajar berangkat ke sekolah.
Tri khawatir, penerapan langsung kebijakan Dedi akan memicu penumpukan massa di transportasi umum. “Bayangkan, pekerja dan pelajar berangkat bersamaan. Sementara, jaringan transportasi kami belum menjangkau semua permukiman,” ujarnya. Akibatnya, banyak warga masih mengandalkan kendaraan pribadi, yang berpotensi memperparah kemacetan.
Sebelumnya, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi memang sudah menegaskan kebijakan baru ini melalui video pernyataan resmi, Rabu (4/6/2025). Ia menyatakan, seluruh sekolah di Jabar wajib menerapkan jam masuk pukul 06.30 WIB mulai tahun ajaran depan. Aturan ini tercantum dalam Surat Edaran Gubernur Nomor 51/PA.03/Disdik.
Tak hanya itu, Dedi juga memberlakukan jam malam bagi pelajar. “Kami melarang siswa beraktivitas di luar rumah mulai pukul 21.00 hingga 04.00 WIB,” tegasnya. Pemerintah mengambil langkah ini untuk mendisiplinkan siswa sekaligus memastikan mereka mendapatkan istirahat yang cukup.
Baca Juga: Prabowo Kunker ke Kalbar: Panen Raya Jagung hingga Ekspor Perdana ke Malaysia
Sementara itu, reaksi masyarakat pun terbelah. Sebagian orangtua mendukung kebijakan ini karena dianggap bisa melatih kedisiplinan anak. “Anak-anak jadi terbiasa bangun pagi, lebih siap menghadapi hari,” kata Rina, seorang ibu di Bekasi Timur.
Di sisi lain, banyak juga yang keberatan. “Kalau berangkat jam 6 pagi, anak harus bangun lebih awal. Kasihan, tidurnya jadi kurang,” protes Andi, warga Pondok Gede. Beberapa orangtua juga khawatir soal keamanan, terutama bagi siswa yang harus berjalan kaki atau naik angkutan umum saat masih gelap.
Menanggapi pro-kontra ini, Tri Adhianto memastikan akan mencari jalan tengah. “Kami akan diskusi dengan Dinas Pendidikan, pihak sekolah, dan perwakilan orangtua,” ucapnya. Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah menyesuaikan jam masuk secara bertahap atau memberikan dispensasi bagi sekolah yang infrastrukturnya belum mendukung.
Selain itu, Pemkot juga berencana memperbaiki layanan transportasi umum. “Kami sedang koordinasi dengan provinsi untuk memperluas rute dan menambah armada,” tambah Tri. Harapannya, jika kebijakan ini benar-benar diterapkan, dampak negatif seperti kemacetan bisa diminimalisir.
Dr. Siti Farida, pakar pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, menilai kebijakan ini punya sisi positif dan negatif. “Di satu sisi, ini melatih kedisiplinan. Tapi, harus dilihat juga kesiapan psikologis anak,” jelasnya. Ia menyarankan agar sekolah menyiapkan program penyesuaian, misalnya dengan menggelar kelas pagi yang lebih interaktif agar siswa tidak mengantuk.
Saat ini, semua mata tertuju pada keputusan final Pemkot Bekasi. “Yang pasti, kami tak ingin gegabah. Kepentingan dan kenyamanan warga jadi prioritas,” pungkas Tri. Sementara itu, orangtua dan pelajar pun menanti kejelasan—apakah tahun depan mereka harus siap berangkat sekolah saat langit masih diselimuti kegelapan?