KUPANG, ExposeNews.id – Guru Pemutar Video Porno untuk 24 Siswa. Veronika Ata, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTT, mendesak keras pihak sekolah untuk segera memecat guru SD di Sabu Raijua, BEKD, tanpa hak pensiun setelah oknum ini terbukti mempertontonkan video porno kepada 24 siswanya. “Kami mendukung penuh Polres Sabu Raijua untuk menangkap dan menahan pelaku yang tak bermoral ini. Dia sudah tidak pantas disebut guru,” tegas Veronika saat dihubungi Kompas.com, Selasa (27/5/2025).
LPA NTT, lanjutnya, tak tinggal diam dan langsung mengutuk keras tindakan BEKD. LPA NTT mengecam keras perbuatan keji ini sebagai kejahatan seksual yang memalukan. Veronika menegaskan, masyarakat sulit menerima tindakan tak masuk akal seperti ini dengan akal sehat. Di saat semua pihak sibuk menyuarakan keprihatinan atas status NTT sebagai daerah darurat kekerasan seksual, justru kasus serupa semakin merajalela. Yang lebih memprihatinkan, pelakunya adalah seorang guru sekaligus wali kelas.
“Seharusnya, dia bertugas sebagai pengganti orang tua di sekolah, membimbing, dan memberi contoh baik. Bukan malah berubah menjadi predator seksual anak,” ujarnya dengan nada geram. Peristiwa ini, menurut Veronika, sangat mengganggu perkembangan mental anak. “Apa maksud guru ini memperlihatkan video porno? Apalagi dia juga diduga melakukan pencabulan. Orang dewasa saja tidak boleh melihat, apalagi anak-anak!” tegasnya.
Tak hanya berkoordinasi dengan polisi, LPA NTT juga menggandeng sejumlah anggota DPRD setempat dari Fraksi Golkar dan Gerindra Sabu Raijua. Para anggota dewan ini bahkan sudah mendatangi sekolah untuk memberikan dukungan kepada korban. Mereka juga mendesak pihak sekolah memberi sanksi tegas kepada pelaku. Selain itu, mereka meminta para guru lain memberikan pendampingan psikologis kepada anak-anak.
“Kami akan memanggil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan agar bertindak cepat. Pelaku harus dihukum, dan kasus serupa harus dicegah di sekolah lain,” tegas Veronika. Saat ini, kondisi anak-anak masih trauma, takut, dan malu. Mereka sedang mendapatkan pendampingan dari DP3A Kabupaten Sabu Raijua serta pihak gereja untuk pemulihan mental.
Veronika berharap, sekolah segera menonaktifkan oknum guru tersebut dan memecatnya tanpa hak pensiun. “Kami dapat kabar bahwa pelaku akan pensiun bulan Juni ini. Orang seperti ini tidak layak diberhentikan dengan hormat!” tandasnya.
Di sisi lain, masyarakat Sabu Raijua turut menyuarakan kemarahan mereka. Banyak warga yang mendesak agar pelaku diadili secepat mungkin. “Guru harusnya mendidik, bukan merusak moral anak,” ujar seorang orang tua siswa yang enggan disebutkan namanya.
Sementara itu, anggota DPRD Sabu Raijua dari Fraksi Gerindra, Markus Dae, menyatakan bahwa mereka akan memperjuangkan keadilan bagi korban. “Kami tidak akan diam. Kasus ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak agar lebih ketat dalam mengawasi tenaga pendidik,” ujarnya.
Anak-anak korban kini menjalani sesi konseling intensif bersama psikolog. Tim pendamping juga berusaha memulihkan rasa percaya diri mereka. “Kami berusaha agar mereka bisa kembali ceria dan tidak trauma jangka panjang,” kata salah satu relawan pendamping.
Baca Juga: Kesandung Kasus Asusila, Ketua KPU Hasyim
Kasus ini memantik desakan agar Dinas Pendidikan NTT melakukan evaluasi menyeluruh terhadap latar belakang dan perilaku guru. “Harus ada sistem pengawasan lebih ketat, termasuk pemeriksaan psikologis sebelum merekrut guru,” usul Veronika.
LPA NTT berkomitmen terus mendampingi korban hingga proses hukum selesai. Mereka juga mendesak pemerintah daerah mengambil langkah serius untuk memutus mata rantai kekerasan seksual di lingkungan sekolah. “Anak-anak adalah masa depan bangsa. Jangan biarkan predator merusak mereka,” pungkas Veronika.