Talaud  

MK Bahas Polemik Netralitas ASN Saat Pilkada Talaud

MK membahas dugaan pelanggaran TSM Pilkada Kepulauan Talaud. Humas MK.
banner 120x600

Exposenews.id, JAKARTA – Netralitas aparatur sipil negara (ASN) dibahas secara intens dalam sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Kabupaten Kepulauan Talaud 2024. Persiangan Perkara Nomor 51/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini memasuki agenda Pemeriksaan Saksi dan Ahli, digelar di Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK) pda Kamis (13/2/2025).

Persidangan dilaksanakan Majelis Panel Hakim 1 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah. Para Pihak yang terlibat dalam perkara ini ialah, Pemohon, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Talaud Nomor Urut 2 Irwan Hasan dan Haroni Mamentiwalo; Termohon, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kepulauan Talaud; dan Pihak Terkait, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Talaud Nomor Urut 3 Welly Titah dan Anisya Gretsya Bambungan. Selain itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Kepulauan Talaud menjadi Pemberi Keterangan pada perkara ini.

Pelanggaran TSM

Dalam persidangan ini, dugaan keterlibatan ASN menjadi pembahasan, sebab menjadi bagian dari dalil permohonan. Keterlibatan ASN itu disebut Pemohon dalam permohonannya, merupakan pelanggaran bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Ahli yang dihadirkan Pemohon di persidangan, Radian Syam mengungkapkan bahwa netralitas ASN merupakan pelanggaran krusial dalam proses pemilihan yang termuat di dalam peraturan perundang-undangn. Menurut Radian, penyelenggara (KPU) dan pengawas (Bawaslu) mempunyai kewajiban hukum untuk memastikan hal tersebut tidak terjadi.
“Namun, jika kemudian dibiarkan adanya mobilisasi ASN bahkan sampai ada tindakan penyelenggara sampai pada tingkatan kabupaten, sudah terkondisikan untuk memenangkan salah satu pasangan calon, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran TSM,” katanya.

Pelanggaran TSM sendiri menurut Topo Santoso, ahli dari Pemohon, merupakan bagian dari tindak pidana Pemilu yang bisa membatalkan pencalonan. Dalam hal ini, Topo mengutip Pasal 73 ayat 2 Undang-Undang Pilkada yang berbunyi, “Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pembatalan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota”.

Kemudian Topo juga menyatakan bahwa penerapan Pasal 73 ayat (2) tersebut harus dikaitkan dengan pasal lain, mengenai TSM di Undang-Undang yang sama. “Pasal 73 Undang-Undang Pemilihan ini harus dikaitkan dengan pasal lain dari Undang-Undang Pemilihan, yaitu 135 a yang berkaitan dengan penjelasan mengenai pelanggaran TSM,” ujarnya.

Sementara ahli dari Termohon, Ida Budiati menjelaskan bahwa pelanggaran TSM tidak dapat membatalkan hasil pemilihan, selama tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap perolehan suara. Pandangan itu dikutip Ida dari Putusan MK Nomor 190/PHPU.D-VIII/2010 yang di antaranya terdapat pernyataan bahwa tidak mungkin ada Pemilukada yang bersih 100 persen karena kerap terjadi pelanggaran.

Pelanggaran TSM pun menurut Ida harus dibuktikan pengaruhnya terhadap kebebasan memilih. “Sehingga menyebabkan penyelenggaraan Pemilu tidak memenuhi asas langsung, umum, bebas, jujur, rahasia dan adil yang pada umumnya berdampak dan berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan suara kontestan pemilu,” ujarnya.

Pengaruh pelanggaran TSM terhadap perolehan suara juga disampaikan oleh Maruarar Siahaan sebagai ahli yang dihadirkan Pihak Terkait di persidangan. Maruarar berpendapat bahwa seluruh unsur pelanggaran TSM mesti dipenuhi secara kumulatif agar dapat dijatuhi sanksi. Jika tidak terpenuhi, maka perlu untuk melihat dampaknya terhadap perolehan suara. “Apakah mempengaruhi keterpilihannya atau tidak,” kata Maruarar.

Grup Whatsapp ASN

Dugaan keterlibatan ASN dalam perkara ini mencuat dari adanya grup whatsapp yang dinamai “Relawan WT-AB 2024”. Saksi yang dihadirkan Pemohon, Suwempry Sivrits Suoth mengungkapkan bahwa sistem perekrutan ASN terkait grup whatsapp tersebut dilakukan secara berjenjang, dari kecamatan hingga dusun. Menurut saksi, grup whatsapp tersebut dibentuk oleh dua ASN atas restu dari Pihak terkait.

“Perintah Welly Titah waktu itu untuk merekrut ASN-ASN untuk pemenangannya, sehingga mereka lakukan. Kurang lebih ada sekitar hampir 80 sampai 100 persen ASN yang direkrut dalam grup ini,” ujar Suwempry di persidangan.

Namun kesaksian Pemohon itu ditentang oleh saksi dari Pihak Terkait, Mercy Nangkoda. Sebagai ASN aktif di Sekretariat Pemda Kepulauan Talaud, Mercy menjelaskan bahwa pembentukan grup tersebut bukanlah untuk dukung-mendukung Paslon Bupati dan Wakil Bupati.

Katanya, grup whatsapp sudah berganti nama sejak dia bergabung sekira awal Oktober 2024. Mulanya, grup tersebut bernama Rans, namun di pertengahan jalan berganti menjadi WT-AB.
“Saya salah satu anggota di dalam grup relawan WT-AB, di mana grup kita itu hanya sebagai ruang diskusi sesama ASN tentang keluhan-keluhan kita,” jelasnya.

Sebagai salah satu anggota, Mercy menyebutkan bahwa grup tersebut berisi 70 anggota. Dia memastikan, di antaranya tidak terdapat pejabat struktural di Pemda Kabupaten Kepuluan Talaud. Pun dengan Paslon Nomor Urut 3, dipastikannya tidak tergabung di dalam grup whatsapp tersebut. Sayangnya, dia tidak mengetahui kelanjutan dari grup tersebut, sebab kini dirinya sudah tidak lagi tergabung di dalamnya.

“Saya tidak tahu karena saya sudah dikeluarkan dari grup itu, pada 1 Desember 2024,” ujarnya.

Di persidangan ini, selain grup whatsapp WT-AB, terungkap pula adanya grup whatsapp Solid dan Porodisa. Menurut saksi Pihak Terkait, kedua grup tersebut berisi ASN yang mendukung Pemohon.

“Di dalam grup itu berisi ASN yang hampir sebagian besar saya kenal semua ASN itu. Mereka ada dua grup kalau enggak salah. Yang satu Porodisa kalau enggak salah. Di grup pemohon itu ada ASN juga,” katanya.

Mendengar keterangan itu, Majelis Hakim Panel langsung mengkonfirmasi kepada saksi yang dihadirkan Pemohon. Namun saksi Pemohon mengaku tidak mengetahui keberadaan grup whatsapp yang dimaksud.

Video Bagi-Bagi Uang

Selain keterlibatan ASN, persoalan lain yang dibahas secara intens di persidangan ini ialah dugaan money politics atau politik uang. Mengenai ini, Pemohon menghadirkan saksi Soleman Timpua yang sebelumnya merupakan salah satu koordinator pemenangan Pihak Terkait di tingkat kelurahan.

Soleman mengakui bahwa dirinya sempat terlibat dalam pembagian uang kepada masyarakat yang diajak untuk memilih Pihak Terkait. Katanya, dia diajak oleh dua ASN yang merupakan tim sukses Pihak Terkait. Dia ditugasi untuk mencari 143 orang untuk mendukung Pihak Terkait. Dalam pengakuannya, Soleman berujar bahwa 143 orang tersebut diberi imbalan Rp 300 ribu per bulan ditambah amplop pada hari pemungutan suara.

“Imbalannya dapat honor 300 ribu per bulan dan di hari H mendapatkan amplop. Honor untuk mencari dukungan, ujarnya.
Pembagian uang juga menurut kesaksian pihak Pemohon, dilakukan oleh tim sukses Pihak Terkait saat kampanye di sebuah lapangan. Dua video mengenai pembagian uang tersebut sempat diputar di persidangan ini. Versi Pemohon, pembagian uang dilakukan di Kecamatan Essang oleh saudara laki-laki dari Pihak Terkait yang kini sudah meninggal.

“Mohon maaf kepada keluarganya yang ada di tempat ini. yang membagi-bagikan uang itu adalah saudara dari Paslon 03, calon bupati,” ujar Kuasa Hukum Pemohon, Handri Piter Poae, menjelaskan bukti video yang diputar.
Namun versi Pihak Terkait, lelaki yang membagikan uang di dalam video tersebut bukanlah saudara Calon Bupati Nomor Urut 3. Pihak Terkait pun menyangkal bahwa laki-laki di dalam video tersebut sebagai bagian dari tim pemenangannya.

“Yang dalam video tadi itu bukan tim pemenangan kami. Saya juga tidak tahu dari mana dia. Karena setiap kampanye, orasi dari Paslon, kami sudah langsung meninggalkan lokasi kampanye,” ujar saksi Antonius Tumurut Tucunan, Sekretaris Kampanye Pihak Terkait.

Rekomendasi Bawaslu Kepulauan Talaud
Seluruh dugaan pelanggaran yang didalilkan Pemohon, dipastikan Bawaslu Kepulauan Talaud sudah ditangani sebagaimana mestinya, termasuk netralitas ASN dan money politics. Rekomendasi sudah diterbitkan sebagai tindak lanjut dari laporan dan temuan yang diperoleh. Di antara rekomendasi-rekomendasi, enam dari delapan diteruskan kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Satu rekomendasi lainnya diteruskan ke Sentra Gakkumdu hingga memasuki tahap penyidikan. Rekomendasi tersebut berkaitan dengan keterlibatan perangkat desa. Namun meski sampai penyidikan, pada akhirnya kasus dihentikan (SP3).

“Sesuai dengan surat yang kami dapat dari Kepolisian, itu demi hukum kadaluarsa,” kata Anggota Bawaslu Kepulauan Talaud, Glendy Dalope.

Sedangkan sisanya merupakan rekomendasi yang diteruskan kepada KPU Kepulauan Talaud, sebab berkaitan dengan kode etik penyelenggara pemilihan. Rekomendasi ini menurut Glendy sudah ditindaklanjuti KPU dengan pemberhentian tetap dan penerbitan surat peringatan.

“Tindak lanjut dari KPU, kode etik pemberhentian tetap terhadap satu orang PPK yang ada di Kecamatan Rainis dan surat peringatan kepada 5 anggota KPPS,” ujarnya.
Keterangan-keterangan para saksi, ahli, serta Bawaslu ini menandai rampungnya pemeriksaan perkara. Persidangan pun akan berlanjut dengan agenda Pengucapan Putusan pada Senin (24/2/2025) mendatang.

Dengan demikian, para pihak sudah tidak diperkenankan untuk mengajukan bukti tambahan dan inzage. Mereka akan mendapat panggilan resmi melalui Kepaniteraan MK untuk menghadiri Sidang Pengucapan Putusan.

Sebagai informasi, persidangan perdana perkara ini sebelumnya digelar pada Senin (13/1/2025), di mana Pemohon mendalilkan tentang adanya Grup Whatsapp “Relawan WT-AB 2024” yang anggotanya didominasi ASN untuk mendukung Pihak Terkait dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Talaud 2024. Pemohon juga di persidangan tersebut mendalilkan praktik politik uang kepada masyarakat dan penyelenggara Pemilu yang terjadi sejak masa kampanye hingga proses pemungutan suara.

Kemudian dalam permohonannya, Pemohon juga menyebut adanya keterlibatan aktif beberapa pejabat di pemerintahan daerah hingga penyelenggara desa yang terlihat dari penerbitan Surat Keputusan (SK) pemenangan. Dalam Permohonan PHPU Kabupaten Talaud juga disebut soal pelanggaran prosedural yang menurut Pemohon sudah dilakukan penyelenggara Pemilu, yakni tak diumumkannya status tersangka salah satu peserta.

(RTG)