Exposenews.id, Manado – Pemilihan Rektor (Pilrek) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) yang dilaksanakan untuk kedua kalinya masih terjadi polemik. Ini dinilai karena proses penilaian maupun keputusan yang dilakukan jajaran senat dan panitia Pilrek dinilai mencederai hak asasi dan konstitusi.
Bermula dari tahapan pengumuman
Ketua Senat Akademik Unsrat, Prof Dr Paulus Kindangen SE SU MA, yang menetapkan empat kandidat atau bakal calon yang dinyatakan lolos dalam tahapan penjaringan. Dari empat nama yang diumumkan, tidak ada nama Dr Flora Kalalo SH MH di dalamnya. Flora dinyatakan tidak memenuhi persyaratan.
“Pelaksanaan Pilrek Unsrat sangat memprihatinkan. Mengapa karena proses yang berlangsung sudah dua kali ini, tetap menimbulkan problem dan masalah. Kalau yang lalu ada isu-isu yang tidak baik, sekarang muncul lagi perbuatan yang melanggar aturan dan perundang-undangan,” kata Flora Kalalo menanggapi keputusan tersebut, Kamis (17/11/2022).
Menyikapi persoalan ini, Flora bakal menempuh jalur hukum. Menurutnya ini bukan soal sebuah pertempuran atau ada tujuan untuk memenangkan kompetisi.
“Mengapa saya akan menempuh jalur hukum, karena saya lebih mengambil makna dari proses ini. Yakni saya mau ilmu hukum yang saya pelajari dapat menegakkan aturan. Saya ingin mendapatkan keadilan,” tegas Flora kepada wartawan.
Banyaknya informasi maupun pemberitaan oleh rektorat, sebut Kalalo sangat memojokkan pihaknya.
“Saya akan mengambil momen ini melalui jalur hukum. Saya ingin mengklarifikasi dan saya berharap nanti penegak hukum menjadi garda terdepan untuk mendapatkan keadilan. Sekaligus juga memberikan perhatian, ketika seorang seperti saya sebagai PNS diperhadapkan pada skenario besar,” ujarnya.
Kalalo berharap tindakan zalim yang dialaminya akan membuka pandangan hukum. “Nanti kita akan lihat bagaimana negara kita membingkai persoalan ini, dalam sistem hukum,” katanya sembari menambahkan pemilihan rektor ini betul-betul telah menginjak-injak marwah hukum itu sendiri.
“Ketika undang-undang yang sudah memberikan perlindungan bagi masyarakat diabaikan. Saya ingin melihat bagaimana pembuktian itu saya lakukan,” ujarnya.
Sejak putaran pertama, Kalalo mengaku sudah dianulir. “Bahkan sudah masuk sebenarnya tiga besar. Tetapi kemudian satu suara saya dicederai dan dianggap tidak sah, karena mencentang di wajah, sehingga dianggap tidak sah,” jelasnya.
Proses pun berlanjut sampai kemudian Kementerian mengulang Pilrek Unsrat.
“Harusnya kan saya sudah memenuhi syarat, tetapi tiba-tiba saya mendapat surat sanksi hukuman disiplin. Ini proses yang sangat dibuat-buat dan mengada-ada. Betul-betul sebuah keinginan yang luar biasa yang dilakukan secara sistemik, sangat terstruktur dan masif untuk menjegal saya. Saya sendiri tidak mengerti ada apa sebenarnya sampai ada ganjal mengganjal. Kita kan punya hak konstitusi, setiap orang punya hak konstitusi. Nah dalam proses ini saya pikir adalah langkah yang paling tepat untuk menempuh jalur hukum,” urainya.
Dia juga menyatakan saat proses hukum di tingkat PTUN, Kalalo berjanji akan mengungkap seluruh proses dari awal. Khususnya berkaitan dengan administrasi.
“Sebaiknya buka-bukaan saja supaya bisa dilihat bagaimana penegakan hukum yang ada di Indonesia ini. Terlebih lagi dari sebuah institusi pendidikan yang melahirkan anak bangsa. Di situ ada penegak-penegak hukum. Saya sebagai pendidik ingin menegakkan bagaimana undang-undang dibuat harus menjadi pelindung bagi masyarakat,” pungkasnya.
(RTG)