Ini Tanggapan Pengamat Ekonomi Soal Kenaikan Harga BBM Subsidi

Ilustrasi SPBU
banner 120x600

Exposenews.id, Manado – Pemerintah menaikkan harga BBM subsidi jenis Pertalite dan solar. Keputusan ini mengejutkan sebagian besar masyarakat Indonesia.

Lantas bagaimana tanggapan pengamat ekonomi Sulut terkait kenaikan harga BBM ini?

Salah satu pengamat ekonomi Sulut, Magdalena Wullur berujar Pemda punya andil besar dalam pembangunan di Indonesia, apalagi setelah dua dekade pemberlakuan kebijakan desentralisasi baik fiskal, ekonomi dan sospol dengan makin besarnya TKD (transfer ke daerah) Rp81 triliun di tahun 2001 dan sekarang Rp820 triliun di 2022. Ini turut mendorong setiap daerah untuk berinovasi dan memajukan daerahnya masing-masing.

“Beberapa penelitian menunjukkan, selama kebijakan desentralisasi dijalankan, variabel- variabel makro ekonomi seperti kemiskinan, ketimpangan wilayah dan pendapat terus membaik,” kata Wullur kepada Exposenews.id, hari ini.

Namun, dalam beberapa hal masih harus diperbaiki yaitu harmonisasi belanja, pusat dan daerah. Kemudian, sinkronisasi perencanaan dan penganggaran, kualitas SDM birokrasi, dan peningkatan transparansi dan akuntabilitas tata kelola Pemda.

“Tapi adanya tantangan karena
komsumsi akibat kenaikan harga minyak dunia, dan beban APBN yang terus meningkat untuk mengganti kenaikan itu, pemerintah memberikan tambahan bantalan subsidi. Sebenarnya Critical issues nya, ketepatan sasaran atas penerima subsidi,” ungkap Wullur yang juga seorang akademisi di perguruan tinggi negeri.

Namun demikian, lanjut Wullur, pertanyaan masyarakat lebih tajam pada sebenarnya apa yang sedang terjadi. Apakah karena pemerintah tak mau menanggung subsidi lagi atau mau mengalokasikan subsidi BBM untuk ide-ide lain seperti proyek infrastruktur yang besar? Ataukah untuk tahun politik?

“Apa dampaknya buat masyarakat? pada hakikinya kenaikan kenaikan pasti berdampak pada peningkatan harga yang lain. Selanjutnya untuk masyarakat pengguna kendaraan pribadi akan terbebani untuk membeli bbm, akibatnya ada penggeseran alokasi pengeluaran APBD juga yang mempengaruhi alokasi pengeluaran rumah tangga,” imbuhnya.

Semua ini akan memiliki dampak serius ketika yang dikorbankan masyarakat demi mencari makan adalah kebutuhan kesehatan atau pendidikan. Pemerintah senang kalau masyarakatnya pasrah.

“Karena tidak perlu keluarin anggaran untuk subsidi, bisa saja mereka alihkan ke perjalanan dinas, belanja ATK dan makan minum. Tingkat kriminalitas juga ada kemungkinan meningkat karena melemahnya daya beli mengingat dampak kenaikan harga BBM akan berdampak pada kenaikan harga barang lain. Tetapi di lain sisi kita harus hati-hati bahwa ini dapat mengakibatkan potensi korupsi,” pungkasnya.

(RTG)