Berikut Visi dan Misi Tujuh Anggota Dewan Komisioner OJK

Ilustrasi OJK.
banner 120x600

Exposenews.id, Jakarta – Sebanyak tujuh Anggota Dewan Komisioner (ADK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Mereka dipilih setelah mengikuti rangkaian uji kelayakan dan kepatutan yang digelar kilat selama dua hari yaitu 6-7 April 2022.

Visi dan Misi ADK OJK:
Ketua DK OJK Mahendra Siregar
Dalam uji kelayakan dan kepatutan, Mahendra menyampaikan Indonesia memiliki potensi untuk memperluas dan memperdalam sektor jasa keuangan karena masih lebih rendah dibandingkan negara ASEAN dan negara G20.

Mahendra menyebutkan kedalaman sistem perbankan terutama untuk kredit bank di sektor swasta saat ini sebesar 33% dari PDB atau masih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata negara ASEAN lainnya yang mencapai di atas 100%. Selain itu, Indonesia juga masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara G20 yang mencapai 99% dari PDB.

Ada enam prioritas yang mesti dilakukan, pertama peningkatan efektivitas kepemimpinan OJK. Kedua, penguatan struktur ke IKNB dan ke Pasar Modal. Ketiga, pelayanan satu pintu. Keempat, peningkatan efektifitas pengawasan pemeriksaan penyidikan dan tindak lanjut. Kelima, kerja sama dan koordinasi yang efektif dengan regulator dan lembaga lain.

“Keenam, sinergi penuh dengan pemerintah, DPR, dan lembaga-lembaga negara dalam menjalankan strategi nasional untuk kepentingan nasional, antara lain pembangunan yang berkelanjutan,” jelasnya.

Wakil Ketua DK OJK Mirza Adityaswara
Mirza menyampaikan dibutuhkan transformasi yang terintegrasi dalam pengawasan industri jasa keuangan. Mirza menyebutkan dalam pengawasan sektor keuangan yang baik maka dibutuhkan sosok pemimpin OJK yang memiliki kompetensi.

Dalam hal ini, ia menekankan pentingnya transformasi untuk terciptanya OJK yang satu dan terintegrasi. Mirza mengungkapkan OJK selaku regulator harus menyelenggarakan sistem pengaturan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, yang mungkin sampai sekarang masih belum cukup terintegrasi.

Dia mengungkapkan ingin mewujudkan pengawasan, pengaturan, perlindungan konsumen dan pengembangan sektor jasa keuangan yang terintegrasi demi terciptanya stabilitas keuangan dan kesejahteraan Indonesia. Di sisi lain, dirinya menyampaikan 15 substansi yang akan ia lakukan jika menjadi Wakil Ketua DK OJK.

Misalnya amanat UU OJK Tahun 2011 yang harus diwujudkan. Hal ini dilakukan agar sektor keuangan memiliki pedoman dalam menjalankan bisnisnya. Kedua, perlunya transformasi untuk terciptanya OJK yang satu dan terintegrasi. Ketiga, pendanaan, prioritas anggaran dan relokasi SDM dan perlunya dukungan DPR.

Keempat, menjaga perbankan yang sehat dan menyalurkan kredit produktif. Kelima, menjaga lembaga pembiayaan yang sehat dan pembiayaan produktif. Lalu keenam, meningkatkan kompetensi pengawasan investasi asuransi dan dana pensiun. Ketujuh menjaga market conduct dan governance di pasar modal.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dian Ediana Rae
Dian mengungkapkan masih ada masalah pada industri keuangan. Oleh karena itu perlu dijaga integritas sistem keuangan perlu diterapkan dalam pengawasan industri keuangan nasional.
Dia menjelaskan ada ruang pada pengaturan dan pengawasan yang sangat lebar dari satu lembaga ke lembaga lain seperti bank, pasar modal, dan IKNB.

“Seperti bank umum bank umum saja masih dibagi BUKU 1-4. Bagaimana kita mengawasi industri keuangan secara efektif tanpa melakukan terobosan yang berarti di dalam konteks regulasi dan sistem pengawasan kita. Harus menyesuaikan perkembangan yang complicated ini,” kata dia.

Tantangan berikutnya adalah kemajuan pada sektor keuangan. Saat ini teknologi di industri keuangan bisa menjadi tantangan sekaligus peluang karena ada risiko pada perkembangan tersebut.

Dia menjelaskan ke depan transformasi digital yang dilakukan oleh industri keuangan yang sangat signifikan dan harus diperhatikan jangan sampai menciptakan suatu ancaman baru kepada stabilitas sistem keuangan. “Tak bisa dipungkiri, kita bergerak ke arah yang sangat digitally ke depannya. Ini mungkin masalah-masalah yang harus kita tangani secara baik,” jelas dia.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Inarno Djajadi
Dia menjelaskan ke depan transformasi digital yang dilakukan oleh industri keuangan yang sangat signifikan dan harus diperhatikan jangan sampai menciptakan suatu ancaman baru kepada stabilitas sistem keuangan.

Dia memaparkan target pada 2027 kapitalisasi pasar bisa mencapai Rp 15 ribu triliun 60% dari PDB. “Rata-rata nilai transaksi harian saat ini Rp 13,37 triliun insyaallah 2027 bisa jadi Rp 25 triliun,” kata dia

Dia menyebutkan jumlah perusahaan tercatat saat ini 780 perusahaan dan pada 2027 ditargetkan 1.100 perusahaan. “Jumlah investor pasar modal saat ini sekarang 7,5 juta kita harapkan di 2027 sudah mencapai lebih dari 20 juta investor pasar modal,” jelasnya.

Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Ogi Prastomiyono
Ogi menyampaikan jika saat ini literasi keuangan di Indonesia masih rendah. “Saya punya konsep bukan kerja OJK saja, di OJK ada yang membawahi tapi jasa keuangan harus dilibatkan, termasuk lembaga keuangan,” jelas dia.

Ketua Dewan Audit Sophia Isabella Wattimena
Visi misi Sophia adalah penguatan fungsi Audit internal, manajemen risiko, pengendalian kualitas dalam rangka mendukung pengawasan terintergrasi OJK. Lalu Mendorong pelaksanaan consultative audit, bersifat foresight, mendorong penguatan pengendalian internal, mendorong penguatan early warning system berbasis teknologi.

Dalam paparannya dia menyampaikan audit internal memastikan efektivitas pengendalian dan kepatuhan. Manajemen risiko memastikan potensi hambatan teridentifikasi, terukur, terimitiasi dan termonitor dengan baik.

Pengendalian kualitas memastikan proses bisnis dengan desain yang memadai serta tereksekusi dengan efektif serta berkelanjutan. “Anti fraud memastikan terlaksananya nilai integritas dan strategi anti fraud, yaitu dari tahapan access, prevent detect,” jelas dia.

Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi

Dia menargetkan literasi keuangan nasional bisa naik 3-4% per tahun menjadi 62-70%. “Kemudian inklusi keuangan 3% bisa naik per tahun, sehingga 2024 bisa tercapai sesuai yang ditetapkan oleh Presiden. Kemudian di tahun 2027 bisa lebih dari 90%,” jelas Friderica.

Menurut Friderica jika ingin mendorong inklusi keuangan dibutuhkan koordinasi dengan industri keuangan nonperbankan dan tidak bisa sendiri.

“Perlindungan konsumen bukan pemadam kebakaran ini siklus yang saling berkaitan harusnya embedded di awal harus kerja sama dengan Kepala Eksekutif industri yang lain, tidak mungkin dihadapi di akhir,” ujarnya.

(RTG)