Exposenews.id, Jakarta – Perajin tahu dan tempe melakukan aksi mogok produksi selama tiga hari, terhitung mulai hari ini hingga Rabu, 21-23 Februari 2022. Aksi itu dilakukan sebagai respons meningkatnya harga kedelai.
Karena aksi mogok tersebut, kemungkinan tempe dan tahu bakal hilang di pasar. Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan mogok produksi ini bakal terjadi di seluruh pulau Jawa.
“Awalnya, memang Jakarta saja. Cuma kan tukang tempe tahu ini saudara dan sama-sama merasakan kesulitan karena kedelai mahal ini. Makanya kebersamaan persatuan dalam koperasi itu akhirnya kami se-Jawa akan melakukan mogok,” papar Aip seperti dilansir detikcom, Sabtu (19/2/2022).
Aip mengatakan mulai Sabtu, perajin tempe dan tahu sudah mulai berhenti produksi. Pasalnya, sekali produksi butuh waktu sekitar tiga hari. “Maka Sabtu, Minggu, Senin. Jadi Senin itu sudah tidak ada tempe yang jadi,” ungkapnya.
Dia menjelaskan perajin tempe dan tahu punya empat permintaan di balik aksi mogok yang bakal dilakukan. Pertama, perajin meminta supaya harga tempe dan tahu dinaikkan. Kedua, pihaknya meminta agar harga kedelai tidak naik setiap hari.
“Ketiga, kami minta harganya stabil, setidaknya dalam waktu sebulan sampai 3 bulan,” kata Aip.
Keempat, Aip meminta agar pemerintah membentuk skema subsidi kedelai kepada perajin tahu dan tempe. Dia meminta ada batas maksimal harga kedelai bagi perajin tahu dan tempe.
Dia bilang perajin setuju apabila harga kedelai dipatok maksimal di kisaran Rp 9-10 ribu per kilogram (kg). Sementara harga kedelai saat ini sudah mencapai Rp 11-12 ribu per kg di tingkat perajin.
“Keempat, kami kalau boleh minta diberikan subsidi. Kita minta beli maksimal Rp 10 ribu aja per kg, itu sudah diterima di perajin,” ungkap Aip.
Mewakili para perajin, Aip meminta maaf apabila aksi mogok produksi ini membebani masyarakat. Menurutnya, aksi ini dilakukan agar nasib perajin tahu dan tempe bisa lebih diperhatikan.
“Saya juga atas nama perajin mohon maaf sama semuanya, ini bukan keinginan kita. Kami hanya ingin memperlihatkan adanya kesulitan yang kami rasakan. Kami terpaksa lakukan, sehingga pemerintah bisa dengar kami ini perlu bantuan,” pungkas Aip.
(RTG)