BI Sebut Tahun 2021 Kebangkitan Ekonomi Sulut

BI memperkirakan ekonomi Sulut tumbuh 4,2% sampai dengan 5,0% tahun ini. Foto Ronald Ginting.

Exposenews.id, Manado – BI Catat Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Sulawesi Utara (Sulut) mengadakan diskusi akhir tahun perbankan yang menggandeng ISEI Sulut, di Kantor KPw BI Sulut, Selasa (21/12/2021). Diskusi ini bertemakan Mengoptimalkan Sinergi dan Kontribusi Perbankan dan ISEI Dalam Pemulihan Ekonomi Sulawesi Utara.

Kepala KPw BI Sulut Arbonas Hutabarat mengatakan tahun 2020 dan 2021 merupakan tahun yang penuh tantangan. Negara-negara di dunia secara bersamaan berjuang untuk mencegah penyebaran virus COVID-19. Sejumlah strategi telah ditempuh demi menekan angka penyebaran virus, beberapa negara mengambil langkah pengetatan dan pembatasan aktivitas masyarakat.

“Sebagai hasilnya, angka pertumbuhan ekonomi di beberapa negara di dunia mulai mengalami perbaikan, khususnya pada triwulan I dan II 2021. Namun, sayangnya, pada awal tahun tersebut pula, muncul varian Covid-19 baru, yaitu Varian Delta dengan kecepatan penyebaran 6 kali lebih cepat dibandingkan yang sebelumnya,” kata Arbonas dalam sambutannya.

Negara maju maupun negara berkembang pun kembali memberlakukan pembatasan. Sebagai dampak dari penurunan aktivitas masyarakat, lagi-lagi kinerja perekonomian dari negara-negara di dunia melambat.

“Di Indonesia, program PPKM yang diimplementasikan hampir sepanjang triwulan III 2021 untuk mencegah penyebaran Varian Delta juga telah menahan kinerja perekonomian nasional. Hasilnya perekonomian nasional tumbuh 3,51% (yoy), tetap positif meskipun cenderung melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,07% (yoy),” tambah Arbonas.

Pembatasan aktivitas sosial ekonomi masyarakat mendorong perlambatan realisasi konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 1,01% (yoy) pada Tw-III 2021. Sejalan dengan peningkatan ketidakpastian, investasi dan konsumsi pemerintah juga cenderung tumbuh melambat pada Tw-III 2021. Meskipun demikian, ekspor yang masih tumbuh tinggi menjaga kinerja perekonomian nasional tetap positif.

“Secara garis besar, sebagian besar provinsi di Indonesia mengalami perlambatan pertumbuhan pada Tw-III 2021 sebagai dampak dari pemberlakuan PPKM, termasuk Provinsi Sulawesi Utara,” jelas Arbonas.

Setelah 1 tahun terdampak pandemi, tahun 2021 sesungguhnya merupakan tahun bangkitnya perekonomian Sulawesi Utara. Setelah mengalami pertumbuhan negatif selama tiga triwulan berturut-turut pada tahun 2020, perekonomian Sulut tumbuh 1,87% (yoy) pada triwulan I dan 8,49% (yoy) pada triwulan II 2021. Penurunan kurva kasus COVID-19 Sulut antara Februari hingga Juni telah meningkatkan kembali aktivitas masyarakat sehingga mendorong kenaikan permintaan domestik.

“Kondisi ini ditunjukkan oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh kuat pada semester I 2021. Selain itu, realisasi belanja modal pemerintah dan investasi swasta yang tumbuh signifikan menjadi pendorong utama perekonomian Sulut pada semester I 2021. Dari sisi eksternal, membaiknya perekonomian negara mitra dagang utama dan tren kenaikan harga komoditas meningkatkan ekspor luar negeri, khususnya ekspor minyak nabati yang merupakan komoditas utama ekspor luar negeri Sulut,” paparnya lagi.

Kata Arbonas, dari sisi lapangan usaha, pemulihan terjadi pada lapangan usaha Transportasi dan Perdagangan yang terkait erat dengan peningkatan mobilitas masyarakat. Sedangkan membaiknya realisasi belanja modal APBD dan APBN menjadi pendorong kinerja sektor konstruksi, yang terindikasi dari kenaikan pengadaan semen di Sulut. Adapun pulihnya permintaan eksternal mendorong perbaikan kinerja lapangan usaha industri pengolahan di hilir maupun lapangan usaha pertanian termasuk perkebunan di hulu.

Varian delta COVID-19 yang menyebar dengan cepat menyebabkan proses pemulihan perekonomian kembali terhambat. PPKM kembali diberlakukan di Indonesia sepanjang Juli-September 2021, sehingga kinerja perekonomian nasional dan daerah kembali tertahan.

“Alhasil, pada triwulan III, perekonomian Sulut tumbuh melambat sebesar 3,15% (yoy) sejalan dengan perlambatan realisasi konsumsi dan mobilitas masyarakat. Realisasi anggaran pemerintah pun tidak bisa secepat pada semester I. Demikian pula permintaan negara-negara mitra dagang yang menurun sehingga menyebabkan pertumbuhan ekspor Sulut kembali melambat pada triwulan III,” tambahnya.

“Meski demikian, kami menilai perekonomian Sulut masih berada dalam arah lintasan (perbaikan) perbaikan sebagaimana ditunjukkan oleh pertumbuhan kumulatif  triwulan III 2021 sebesar 4,45% (ctc),” lanjut dia.

Dia bilang memasuki triwulan IV 2021, ekonomi diprakirakan menguat seiring dengan penurunan kasus aktif COVID-19 dan percepatan vaksinasi di Sulawesi Utara. Kinerja industri dan pertanian diperkirakan tetap tumbuh positif sejalan dengan tren positif ekspor komoditas andalan Sulut. Percepatan realisasi belanja modal maupun operasional baik yang bersumber dari APBD maupun APBN juga diperkirakan akan meningkat sesuai dengan pola musimannya dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan perekonomian Sulut.

“Berlanjutnya pemulihan ekonomi Sulut akan ditunjang stabilitas sistem keuangan yang tetap terjaga dan tumbuh positif. Sampai dengan September 2021 penyaluran kredit yang berlokasi proyek di Sulut tercatat tumbuh 9,86% (yoy) dengan kualitas penyaluran kredit yang terjaga dengan rasio NPL sebesar 2,93%. Kabar baiknya, kredit modal kerja tercatat tumbuh paling tinggi yang mengindikasikan tanda-tanda pulihnya dunia usaha,” terangnya.

Bercermin dinamika tahun 2021, terbatasnya aktivitas dan mobilitas masyarakat berpengaruh signifikan pada proses pemulihan ekonomi, sedangkan proses vaksinasi berperan penting dalam mengawal peningkatan aktivitas di tengah kondisi pandemi yang masih berlangsung. Memasuki tahun 2022, aktivitas masyarakat masih akan menjadi kunci perbaikan perekonomian daerah.

“Kenaikan kasus aktif COVID-19 diharapkan tidak terjadi lagi pada 2022. Tingkat vaksinasi yang relatif tinggi merupakan modal besar bagi perekonomian Sulut untuk menjaga aktivitas yang mendukung normalisasi konsumsi domestik. Selain itu, mobilitas diperkirakan akan berangsur mendekati level sebelum pandemi sehingga berdampak positif terhadap dua lapangan usaha utama Sulut yaitu transportasi dan perdagangan,” imbuhnya.

BI Sulut bersinergi dengan ISEI Sulut guna medorong pertumbuhan ekonomi Sulut. Foto Ronald Ginting.

Dijelaskannya lagi bahwa harga komoditas yang masih tinggi akan menjaga insentif produksi pada industri pengolahan dan perkebunan sebagai bahan baku. Kinerja perikanan diperkirakan membaik seiring menurunnya anomali cuaca pada 2022. Dari sisi perbankan, percepatan penyaluran kredit menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.

“Kami menganalisa masih terdapat beberapa resiko perekonomian daerah yang perlu diperhatikan yaitu ketidakpastian perekonomian global yang relatif masih tinggi, resiko gangguan mata rantai global serta resiko biaya logistik yang berada pada level tinggi di samping risiko penyebaran COVID-19 yang masih mengancam,” lanjutnya

Gangguan mata rantai global berdampak pada resiko perubahan sourcing produksi di berbagai negara. Sementara itu, kenaikan biaya logistik berisiko menurunkan daya saing komoditas strategis Sulut.

“Memperhatikan perkembangan data-data indikator perekonomian terkini, kami memperkirakan pertumbuhan Ekonomi Sulut menguat pada tahun 2021 yaitu akan berada pada kisaran 4,2% sampai dengan 5,0% (yoy) dan terus menunjukkan perbaikan pada kisaran 4,5 – 5,5 % (yoy) pada tahun 2022,” tutup dia.

(RTG)

 

Exit mobile version