Oleh: Ronald Ginting
Exposenews.id, Manado – Gerakan Perempuan Sulut Lawan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak menyayangkan viralnya tragedi kekerasan terhadap perempuan yang terjadi pada 24 Januari 2021 di jalan raya Tumatangtang, Kota Tomohon, Sulawesi Utara melibatkan oknum legislator Sulut JAK.
Gabungan organisasi dan lembaga perempuan itu sangat menyakiti perasaan perempuan dan menimbulkan keresahan di masyarakat. Kejadian ini juga telah melahirkan beragam persepsi negatif terkait konstruksi sosial-budaya terhadap posisi perempuan dalam tatanan keluarga dan bermasyarakat.
“Peristiwa ini sungguh sangat memalukan dan mencoreng citra lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Sulawesi Utara ini, karena terjadi di ranah publik dan melibatkan JAK sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Utara. Perbuatan JAK sebagai pejabat di lembaga terhormat, seharusnya menjadi panutan perilaku moral dan beretika,” kata perwakilan Gerakan Perempuan Sulut Lawan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Ruth Ketsia, seusai pertemuan dengan Badan Kehormatan (BK) DPRD Sulut, hari ini.
Kata Ruth, pihaknya menuntut agar JAK mengundurkan diri dari jabatan sebagai anggota DPRD Sulut. Selain itu mereka pun mengajukan permohonan dan desakan sebanyak 10 poin.
Adapun 10 poin tersebut yaitu:
1. Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Utara untuk segera mengambil langkah tegas dengan memberhentikan JAK dari jabatannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Utara.
2. Partai Golongan Karya (GOLKAR) melalui Dewan Pengurus Daerah Partai GOLKAR SULUT dan kepada Dewan Pengurus Pusat Partai GOLKAR mengambil keputusan untuk segera memberhentikan James Arthur Kojongian dari jabatan kepengurusan Partai GOLKAR Provinsi Sulawesi Utara (tidak hanya “menonaktifkannya”),
3. Aparat Penegak Hukum untuk memberikan jaminan perlindungan dan keadilan bagi korban sebagai wujud pemenuhan Hak Asasi Perempuan dan anak sebagaimana dijamin dalam Konstitusi Negara dan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu Aparat Penegak Hukum diharapkan lebih proaktif dan menindak tegas proses hukum para pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak, terutama kekerasan seksual dan KDRT.
4. Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk meningkatkan dan mengoptimalkan sosialisasi, edukasi kepada masyarakat terkait penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta mengaktifkan layanan on call pengaduan bagi para korban yang mengalami kekerasan tersebut dan meningkatkan layanan Unit Pelayanan Terpadu Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD-PPA).
5. Lembaga-lembaga keagamaan dan keumatan, agar memaksimalkan tindakan preventif terhadap terjadinya Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak melalui program-program edukasi yang terencana dan berkelanjutan. Lembaga-lembaga tersebut juga diharapkan terlibat aktif dalam menyuarakan dengan lantang mencegah terjadinya kekerasan, menyediakan sarana dan prasarana melalui layanan pengaduan (hotline service) serta pendampingan kerohanian (pelayanan pastoral) yang intens kepada umatnya yang mengalami kekerasan.
6. Setiap keluarga melindungi dan mencegah berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak.
7, Perempuan harus berani melawan, bersuara, dan melaporkan praktek kekerasan yang terjadi di rumah (ranah domestik) maupun di ranah publik.
8. Media massa agar dalam pemberitaannya terkait kekerasan mengcdepankan kode etik jurnalistik pemberitaan dengan perspektif perempuan dan anak.
9. Masyarakat tidak menjadikan media sosial sebagai sarana perundungan (bullying), penghakiman sepihak kepada perempuan dan anak sebagai korban.
10. Semua pihak, perempuan dan laki-laki, BERSATU melakukan aksi STOP KEKERASAN KEPADA PEREMPUAN DAN ANAK DALAM SEGALA BENTUK.
Usai ini, belasan organisasi yang tergabung di dalamnya tersebut akan menyampaikan sikap kepada Ketua DPRD Sulut. Selain itu akan melaporkan juga kepada kepolisian, dan sejumlah pihak terkait lainnya.
(RTG)













