TANGSEL, Exposenews.id – Aksi unjuk rasa memenuhi depan gerbang SMAN 3 Tangerang Selatan (Tangsel) pada Rabu (2/7/2025). Puluhan warga Wong Pitu—sebutan untuk penduduk RW 10 hingga RW 16 Pamulang—bergeming menyuarakan kekecewaan mereka terhadap dugaan kecurangan dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025.
Demo Dipicu Kecurangan Zonasi
Para orang tua mendominasi aksi ini. Mereka menuding pihak sekolah melakukan manipulasi data domisili calon siswa. Alih-alih memprioritaskan anak-anak lokal, mereka mencurigai ada praktik jual beli kursi yang menggeser hak warga sekitar.
Poster-poster berisi protes pun ramai dikibarkan. Salah satunya bertuliskan, “Utamakan lingkungan, selebihnya terserah kalian!” Tak kalah viral, poster lain menyindir, “Korban jual beli kursi, kami tak mau diam!”
Uniknya, warga tak sekadar berorasi. Mereka menghidupkan aksi dengan mengendarai motor pikap hitam yang mereka hiasi dua bendera Merah Putih dan mereka isi dengan logistik makanan-minuman. Lagu Maju Tak Gentar mereka nyanyikan lantang, sementara teriakan semangat para orang tua terus memecah kebisingan.
“Kami warga RW 10-16 enggak mau cuma jadi penonton di tanah sendiri! Anak-anak kamilah yang berhak sekolah di sini!” teriak salah satu orang tua lewat pengeras suara, disambut sorak pengunjung demo.
Sekolah Diam, Warga Menuntut Respons
Hingga detik ini, perwakilan SMAN 3 Tangsel sama sekali tidak mau keluar menemui massa yang berdemo. Sikap dingin sekolah malah memicu kecurigaan: Benarkah ada kecurangan yang sengaja mereka tutup-tutupi?
Warga Wong Pitu memang sudah membuktikan diri sebagai komunitas yang solid. Dengan semangat menyala-nyala, mereka bersumpah takkan berhenti berjuang sampai aspirasi mereka ditindaklanjuti! “Jika perlu, kami siap menggelar aksi lebih besar dan lebih massif!” tegas salah seorang peserta demo, sorot matanya penuh tekad baja.
Dugaan Mafia PPDB Menguat
Isu jual beli kursi sekolah sebenarnya bukan hal baru di Tangsel. Namun, kasus di SMAN 3 ini dinilai keterlaluan karena mengorbankan hak anak-anak lokal. Beberapa warga bahkan menyebut ada oknum yang mematok harga “puluhan juta” untuk satu kursi.
“Ini sudah melukai rasa keadilan. Pemerintah harus turun tangan!” tegas seorang ibu yang anaknya gagal lolos meski domisilinya hanya 500 meter dari sekolah.
Mengapa SMAN 3 Jadi Incaran?
Sekolah ini termasuk favorit di Tangsel dengan akreditasi A dan fasilitas lengkap. Tak heran, persaingan masuknya selalu ketat. Segelintir oknum dengan licik memelintir sistem zonasi pendidikan yang seharusnya adil, mengubahnya menjadi ladang bisnis untuk mengisi kantong mereka sendiri!
Apa Kata Pakar Pendidikan?
Arif Budiman, pengamat pendidikan setempat, menegaskan sistem PPDB wajib berjalan transparan dan mendapat pengawasan ketat. “Jika ada indikasi kecurangan, Dinas Pendidikan wajib turun langsung. Jangan sampai masyarakat jadi korban,” tegasnya.
Tuntutan Warga Wong Pitu
Massa demo memberi ultimatum 3×24 jam kepada sekolah dan Pemkot Tangsel untuk:
Membuka data peserta PPDB beserta bukti domisili asli.
Memeriksa ulang seluruh calon siswa yang lolos.
Menindak tegas oknum yang terlibat jual beli kursi.
Aksi Berlanjut Hingga Mendapat Kejelasan
Warga bersiap mengamuk! Mereka ancam bakal menggempur Dinas Pendidikan dengan demo besar-besaran jika permintaan mereka tetap diabaikan! “Kami enggak mau main-main, ini soal masa depan anak-anak!” seru koordinator aksi.
Dukungan Netizen Mengalir Deras
Aksi ini viral di media sosial dengan tagar #JusticeForWongPitu. Banyak warganet mengutuk praktik kecurangan dan meminta agar kasus ini diusut tuntas.
Semua mata kini tertuju pada respons Pemkot Tangsel. Akankah mereka berdiri di pihak warga atau justru tutup mata? Nantikan update selanjutnya!
Ini bukan sekadar demo biasa, melainkan ujian nyata bagi komitmen pemerintah dalam menegakkan keadilan pendidikan. Warga Wong Pitu sudah menyatakan sikap—kini giliran pemangku kebijakan yang harus bertindak!