Exposenews.id – Rapat paripurna kedua DPRD Pati yang digelar pada Jumat malam, 31 Oktober 2025, langsung menyulut ketegangan tinggi sejak awal. Alih-alih berjalan lancar, forum yang mengusung agenda “Penyampaian Hak Menyatakan Pendapat Anggota DPRD Pati Tentang Kebijakan Bupati Pati” ini justru mempertontonkan dua kubu yang berseberangan secara frontal. Di satu sisi, sejumlah anggota dewan dengan lantang mengusulkan pemakzulan Bupati Sudewo, sementara di sisi lain, anggota lainnya bersikukuh merekomendasikan agar sang bupati tetap memimpin dengan catatan harus melakukan perbaikan kinerja secara menyeluruh.
Akhirnya, setelah debat yang memanas, Ketua DPRD Pati, Ali Badrudin, yang memimpin sidang, memutuskan untuk mengambil jalan pintas dengan meminta pemungutan suara secara langsung. Dengan suara tegas, ia meminta semua peserta rapat yang setuju dengan usulan pemakzulan Bupati Sudewo untuk segera mengacungkan tangan. Hasilnya? Hanya 13 anggota DPRD yang hadir yang mengangkat tangan sebagai bentuk dukungan untuk mencopot Sudewo. Namun, Anda harus tahu, jumlah yang sedikit ini dengan jelas dikalahkan oleh mayoritas peserta rapat lainnya yang secara terbuka menunjukkan penolakan dan lebih memilih untuk mendukung rekomendasi perbaikan kinerja sang bupati.
Oleh karena itu, dengan hasil pemungutan suara yang tidak seimbang ini, keputusan final rapat pun berpihak pada mayoritas. Alih-alih memakzulkan, dewan justru memutuskan untuk merekomendasikan agar Bupati Sudewo melakukan perbaikan kinerja. Sebagai informasi penting, dari total 50 kursi anggota DPRD Pati, hanya satu orang yang tidak hadir. Dengan demikian, kita bisa melihat dengan jelas bahwa suara akhir terpampang nyata: 13 suara mendukung pemakzulan dan 36 suara yang lebih memilih jalur damai dengan rekomendasi perbaikan.
Peta Kekuatan Politik di Balik Voting
Selanjutnya, Ali Badrudin pun membongkar peta politik di balik hasil voting tersebut. Ia mengungkapkan sebuah fakta mengejutkan bahwa dari delapan partai atau tujuh fraksi yang duduk di DPRD Pati, hanya Fraksi PDI Perjuangan sendiri yang secara bulat mendukung usulan pemakzulan Bupati Sudewo. “Fraksi PDI Perjuangan menghendaki agar Pak Bupati dimakzulkan,” jelas Ali, “tetapi, enam fraksi lainnya, yaitu Gerindra, PPP, PKB, Demokrat, PKS, dan Golkar, justru bersatu dan menghendaki agar Bupati ini diberikan rekomendasi untuk perbaikan ke depan.”
Usai rapat paripurna yang alot itu, Ali Badrudin kemudian menyampaikan permintaan maafnya kepada seluruh masyarakat Pati. Dengan nada yang mengandung penyesalan, ia menyampaikan, “Mohon maaf kepada seluruh masyarakat Kabupaten Pati, itulah hasil akhir yang disampaikan oleh teman-teman DPRD Pati.” Namun, permintaan maaf ini rupanya tidak mampu meredam kekecewaan. Sementara itu, kelompok massa yang tergabung dalam Masyarakat Pati Bersatu (MPB) langsung menyatakan ketidakpuasan mereka dan memilih untuk membubarkan diri dengan perasaan geram.
Kemarahan Massa dan Ancaman “Pelengseran”
Bahkan, Koordinator MPB, Teguh Istiyanto, tidak segan-segan melontarkan kecaman pedas terhadap anggota DPRD Pati yang menolak pemakzulan. Dengan emosi tinggi, ia menyatakan, “Kalau DPRD tadi tidak memakzulkan, berarti DPRD itu pengkhianat rakyat!” Ungkapan ini jelas mencerminkan betapa dalamnya kekecewaan yang dirasakan oleh kelompok yang diwakilinya.
Lebih lanjut, Teguh dengan tegas menegaskan bahwa kelompoknya tidak akan tinggal diam. Mereka berencana untuk segera mengajukan mosi tidak percaya terhadap seluruh anggota DPRD Pati. Tidak main-main, mereka juga mengancam akan “mengeksekusi” tindakan tegas selanjutnya jika para dewan itu tidak bersedia mundur secara sukarela. “Ya pasti nanti kami berikan mosi tidak percaya, kami minta mereka semua mundur, kalau tidak mau mundur kami lengserkan semua pejabat di Pati,” tegasnya tanpa ragu. Sebelum akhirnya membubarkan diri, massa yang kecewa sempat meluapkan amarah dengan membakar ban di jalanan sebagai bentuk protes simbolis terhadap hasil rapat paripurna yang mereka anggap gagal mendengar suara rakyat.
Lalu, siapakah sebenarnya Bupati Pati yang menjadi pusat kontroversi ini? Bupati Pati Sudewo, seorang politisi Partai Gerindra, mulai menjabat sebagai Bupati Pati setelah memenangkan Pilkada 2024 bersama pasangannya, Risma Ardhi Chandra. Akan tetapi, kebijakannya yang kontroversial, yaitu menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen, langsung mendapat penolakan keras dan memicu unjuk rasa besar-besaran dari masyarakat. Akibatnya, tekanan publik yang begitu kuat akhirnya memaksa DPRD untuk membentuk panitia khusus (pansus) dengan agenda utama memakzulkan Bupati Sudewo.
DPRD Pati di Tengah Badai Kontroversi
Pada akhirnya, keputusan final dalam rapat paripurna ini justru semakin memperlebar jurang perpecahan antara keinginan DPRD dan tuntutan massa yang menginginkan pemakzulan. Sebagai seorang politisi Gerindra, Sudewo kini harus menghadapi tantangan besar dan berat untuk membangun kembali kredibilitasnya yang tercoreng di tengah gelombang protes masyarakat yang belum juga mereda. Masa depannya sebagai pemimpin Pati kini digantung pada kemampuannya menepati janji perbaikan kinerja di tengah pengawasan ketat dari dewan dan amarah warga yang masih menyala.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com
