SINGAPURA, Exposenews.id – Sebuah kabar mengejutkan datang dari Singapura! Pada Jumat (24/10/2025) pagi, seorang Warga Negara Indonesia, Nurdia Rahmah Rery (38), ditemukan tewas secara tragis di kamar Hotel Capri by Fraser, China Square. Yang membuat bulu kudu berdiri, polisi justru menuduh suami korbannya sendiri, Salehuddin (41), sebagai pelaku pembunuhan. Lebih mencengangkan lagi, pria asal Indonesia ini kemudian secara mengejutkan menyerahkan diri ke pihak berwajah.

Drama Penyerahan Diri dan Pengakuan Mengejutkan
Menurut laporan Kepolisian Singapura, kita bisa membayangkan betapa dinginnya pagi itu ketika Salehuddin tiba-tiba mendatangi Bukit Merah East Neighbourhood Police Centre sekitar pukul 07.40. Di sana, tanpa ba-bi-bu, ia dengan tenang mengakui perbuatannya yang telah menghabisi nyawa sang istri. Akibatnya, polisi pun segera bergerak cepat menuju lokasi kejadian. Alhasil, di kamar nomor 703, mereka akhirnya menemukan Nurdia dalam kondisi tak bernyawa. Kemudian, paramedis yang tiba di lokasi dengan segera menyatakan korban telah meninggal dunia di tempat.
Selanjutnya, pihak kepolisian pun tidak tinggal diam. Mereka segera membawa sejumlah barang bukti dari TKP untuk mendukung penyelidikan. Sebagai contoh, media Shin Min Daily News melaporkan bahwa petugas terlihat jelas meninggalkan hotel sambil membawa empat kantong besar berwarna cokelat. Oleh karena itu, publik pun menduga kuat kantong-kantong itu berisi barang bukti penting dari kamar tempat drama berdarah itu terjadi.
Kekuatan Hukum Singapura yang Tak Terbantahkan
Perlu kita pahami bersama bahwa sistem hukum di Singapura memang dikenal sangat tegas. Setiap kasus pidana, apalagi yang berhubungan dengan nyawa seseorang, akan ditangani dengan sangat serius oleh aparat setempat. Tidak heran jika proses penyelidikan pun dilakukan secara menyeluruh dan detail.
Permintaan Tak Terduga di Sidang Perdana
Keesokan harinya, pada Sabtu (25/10/2025), suasana tebak-tebakan pun berakhir. Salehuddin akhirnya dihadapkan ke pengadilan dengan tuduhan resmi pembunuhan.
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Distrik Tan Jen Tse, terlihat Salehuddin tampak sangat tenang dengan balutan kaus polo merah. Namun, di tengah persidangan, melalui penerjemah bahasa Indonesia, ia tiba-tiba melontarkan permintaan yang tak terduga.
“Apa saya bisa diadili di Indonesia?” tanyanya kepada hakim.
Sayangnya, hakim dengan sigap menjelaskan bahwa kasus ini masih berada pada tahap awal. Oleh karena itu, belum ada keputusan untuk permintaan tersebut.
Mendengar penjelasan itu, Salehuddin spontan menyatakan keberatan. Dengan lantang ia berkata, “Saya keberatan. Saya menghadapi hukuman mati.”
Akhirnya, hakim pun memutuskan untuk memerintahkan Salehuddin ditahan guna menjalani observasi psikiatris selama tiga minggu.
Perlu kita garisbawahi, berdasarkan hukum Singapura, jika nantinya ia terbukti bersalah melakukan pembunuhan, maka konsekuensinya sangat berat: ia bisa menghadapi hukuman mati.
Keluarga Berduka dan Misteri Rumah Tangga yang Terpendam
Di sisi lain, kasus ini justru meninggalkan duka dan teka-teki yang dalam bagi keluarga besar Nurdia di Indonesia. Sebagai bukti, sang adik, Ishan, kepada Shin Min Daily News dengan sedih mengungkapkan bahwa kakaknya adalah sosok yang sangat lembut dan sama sekali tidak pernah menceritakan adanya masalah rumah tangga. “Mereka sudah menikah hampir sepuluh tahun, tidak pernah ada tanda-tanda masalah. Tapi kakak saya memang orang yang suka memendam perasaan,” ujar Ishan dengan pilu. Lebih lanjut, Ishan membeberkan bahwa Nurdia sebenarnya datang ke Singapura khusus untuk bertemu suaminya yang baru saja berhenti bekerja di Brunei. Sebagai informasi, Salehuddin sebelumnya diketahui pernah bekerja sebagai pekerja perancah (scaffolder) di Serikandi Group of Companies di Brunei sebelum akhirnya pindah ke Singapura.
Sementara itu, kedua anak mereka yang masih sangat belia, berusia lima dan delapan tahun, tidak ikut dalam perjalanan maut itu. Untungnya, anak-anak tersebut kini telah dibawa dengan aman ke Pekanbaru, Indonesia, untuk tinggal bersama keluarga besar Nurdia. “Mereka sekarang tinggal dengan orangtua dan saya. Kami akan menjaga dan memastikan mereka tetap sekolah di Pekanbaru,” janji Ishan dengan penuh tekad.
Duka dan Kenangan Manis bagi Sang Ibu Penyayang
Tidak hanya keluarga, luapan duka dan kesedihan juga secara spontan membanjiri media sosial setelah kabar kematian Nurdia tersebar luas. Banyak rekan kerja dan kerabatnya yang dengan hati hancur menuliskan pesan-pesan pilu di Facebook. Salah seorang sahabatnya, misalnya, menulis dengan penuh penyesalan, “Kelihatannya ini foto terakhir kita, ya? Kenapa kita tidak lebih banyak ngobrol? Kenapa tidak peluk lebih erat? Tenanglah di sana, sahabatku. Kami akan menjaga Bintang dan Hanan untukmu.”
Sebagai bentuk penghormatan terakhir, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia, tempat Nurdia mengabdi dengan setia di Batam, juga turut menyampaikan belasungkawa yang mendalam melalui unggahan di media sosial pada 24 Oktober. “Kami kehilangan seorang rekan yang berdedikasi dan penuh semangat. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan,” tulis BPOM dengan haru. Melalui kata-kata itu, kita semua bisa merasakan betapa Nurdia adalah pribadi yang sangat dicintai di lingkungan kerjanya.
Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com












