Berita  

Aturan Baru Impor Baju Bekas Ancam Ribuan Pedagang Thrifting Senen

JAKARTA, Exposenews.id – Rencana kontroversial Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, untuk mengenakan denda bagi pelaku impor pakaian bekas ilegal langsung memicu gelombang kecemasan yang mencekam di kalangan komunitas pedagang thrifting legendaris, Pasar Senen, Jakarta Pusat. Tanpa basa-basi, kebijakan yang sedang digodok pemerintah pusat ini secara terang-terangan mengancam mata pencaharian ribuan pedagang kecil yang selama ini sepenuhnya menggantungkan nasib pada bisnis penjualan pakaian impor secondhand dari Jepang, Korea, hingga Amerika. Akibatnya, suasana ketidakpastian yang pekat langsung menyelimuti pasar; stok barang terus menipis drastis, omzet pun merosot tajam, dan masa depan usaha para pedagang pun digantungkan pada ketidakpastian yang mencemaskan.

Dampak Langsung: Omset Anjlok dan Biaya Melambung

Di Blok III Pasar Senen, yang dikenal sebagai surga thrifting terbesar di Jakarta, para pedagang mulai merasakan dampak nyata dan pedas dari pembatasan impor pakaian bekas ini. Khairul (27), seorang pedagang veteran dengan pengalaman hampir sepuluh tahun, dengan gamblang mengungkapkan bahwa pendapatannya terjun bebas hampir separuh sejak wacana kebijakan ini mulai beredar. “Begitu peraturan besar seperti itu keluar, pasti langsung menciptakan ketakutan massal. Karena dianggap ilegal, secara otomatis pasar kita bisa tergusur,” ujarnya dengan nada khawatir, Kamis (23/10/2025). Lebih lanjut, Khairul membeberkan bahwa gudang-gudang pemasok di Bandung kini kesulitan mendatangkan barang dari Jepang dan Korea, yang secara langsung memicu kenaikan harga dan kelangkaan stok di pasaran.

Belum lagi, beban operasional terus membengkak tanpa ampun. Sebagai contoh, harga sewa kios di Pasar Senen kini sudah melambung hingga Rp 300 juta per tahun, sebuah angka yang fantastis karena dua kali lipat lebih mahal dari harga kios di Tanah Abang. “Banyak teman seperjuangan yang sudah terpaksa menutup usahanya karena tidak kuat menanggung beban sewa,” keluh Khairul. Pedagang lain, Rani (32), dengan tegas menilai kebijakan ini berpotensi menghancurkan rantai perdagangan kecil yang selama ini hanya berperan sebagai pengecer dari pemasok besar. “Kalau semua barang dianggap ilegal, padahal kami cuma menjual dari gudang, ya sudah pasti kami yang paling merasakan imbasnya,” protesnya.

Kebijakan Pemerintah: Dari Pemusnahan ke Denda

Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berusaha meluruskan niat pemerintah. Ia menegaskan bahwa pemerintah memang akan memperketat pengawasan terhadap impor pakaian bekas ilegal, namun pemerintah memilih memberlakukan sanksi denda, bukan pemusnahan barang atau hukuman penjara. “Selama ini barang selalu dimusnahkan, padahal negara justru mengeluarkan biaya. Saya tidak mendapat pemasukan, malah keluar ongkos untuk memusnahkan barang itu plus memberi makan orang di penjara. Makanya kita ubah, kita bisa denda langsung orangnya,” jelas Purbaya dengan gamblang di Kantor Kementerian Kementerian Keuangan, Rabu (22/10/2025). Purbaya juga menekankan bahwa kebijakan ini sama sekali tidak bertujuan mematikan Pasar Senen, melainkan untuk melindungi industri tekstil nasional dan sekaligus mendorong kebangkitan UMKM legal di sektor pakaian.

Berdasarkan data resmi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dari tahun 2024 hingga Agustus 2025 saja, pemerintah sudah melakukan 2.584 kali penindakan terhadap impor pakaian bekas ilegal, dengan total nilai barang sitaan yang mencengangkan, mencapai Rp 49,44 miliar.

Keraguan Pedagang: Bisakah Produk Lokal Menyaingi Gengsi Barang Impor?

Namun demikian, pernyataan Purbaya yang menyebut bahwa Pasar Senen bisa dialihkan untuk menjual produk lokal justru menuai keraguan yang dalam di kalangan pedagang. Mila (29), seorang pedagang asal Garut, dengan lugas menilai bahwa bahan dan desain produk lokal masih jauh dari kemampuan untuk menyaingi kualitas premium barang impor dari Jepang dan Korea. “Kalau dipaksa jual barang lokal, bahannya jelas berbeda, modelnya juga tidak trendy. Konsekuensinya, bisa-bisa toko saya sepi pembeli,” ujarnya dengan cemas.

Selain itu, Salsa (26), pedagang lainnya, menambahkan bahwa sampai detik ini belum ada sosialisasi resmi sama sekali dari pemerintah mengenai detail kebijakan ini. Para pedagang pun berharap pemerintah mau membuka ruang dialog terlebih dahulu agar aturan yang nantinya diterapkan tidak mematikan pasar legendaris yang telah menjadi nafas dan sumber penghidupan bagi ribuan keluarga. Sebagai informasi, Pasar Senen memang terkenal sebagai pusat thrifting terbesar di Jakarta, dengan ratusan kios yang menjual pakaian bekas impor berkualitas dengan harga yang sangat terjangkau, mulai dari Rp 25.000 hingga Rp 300.000 per potong.

Bagi segelintir besar pembeli, terutama dari kalangan generasi muda, aktivitas thrifting telah menjelma menjadi bagian dari gaya hidup berkelanjutan dan media ekspresi diri yang keren. “Anak muda zaman sekarang justru bangga memakai barang bekas luar negeri. Selain desainnya unik, barangnya juga tidak pasaran,” tutur Syifa (20), seorang mahasiswi asal Depok dengan penuh semangat. Nah, para pedagang justru sangat khawatir bahwa daya tarik magis inilah yang akan hilang begitu saja jika barang impor diganti secara paksa dengan produk lokal.

Dukungan Pemprov DKI dan Jalan Tengah yang Diperlukan

Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta justru menyatakan dukungan penuhnya terhadap langkah pemerintah pusat untuk menertibkan impor pakaian bekas ilegal. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, dengan tegas mengatakan bahwa Pemprov siap siaga untuk mendampingi jika nantinya dilakukan operasi pengawasan. “Apabila memang ada operasi, Pemerintah Jakarta akan memberikan pendampingan penuh kepada pemerintah pusat untuk melakukan pembersihan terhadap praktik thrifting ilegal,” tegas Pramono, Jumat (24/10/2025). Di sisi lain, ia juga menekankan pentingnya pelan-pelan memberikan pelatihan dan pendampingan intensif bagi para pedagang agar mereka bisa secara bertahap beralih untuk menjual produk lokal hasil karya sendiri.

Pada intinya, kebijakan pengenaan denda bagi pelaku impor pakaian bekas ilegal memang dimaksudkan untuk menertibkan pasar dan sekaligus melindungi industri tekstil dalam negeri. Akan tetapi, di tengah euforia ketidakpastian implementasinya, para pedagang thrifting Pasar Senen saat ini harus menghadapi tekanan ekonomi ganda dan ancaman stok yang kian menipis. Oleh karena itu, pemerintah dituntut untuk jeli dalam menyeimbangkan kepentingan industri lokal dengan kelangsungan hidup usaha mikro, agar pasar ikonik ini tetap berdenyut dan mata pencaharian ribuan pedagang tidak punah begitu saja.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com

Exit mobile version