Berita  

Hadapi Lonjakan Campak, Pakar UGM Ingatkan Lagi Pentingnya 3M dan Vaksinasi Layaknya di Masa Pandemi

Ilustrasi campak.

Exposenews.id – Kasus Campak di Sumenep tiba-tiba melonjak drastis dan menyita perhatian publik! Berita duka mengenai beberapa anak di Sumenep, Madura, yang meregang nyawa akibat ganasnya penyakit ini pun memicu kecemasan nasional. Data resmi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI kemudian membenarkan betapa seriusnya situasi ini; tercatat ada 20 kasus anak meninggal dunia hanya dalam kurun waktu Februari hingga Agustus 2025. Menghadapi fakta mengerikan ini, Kemenkes pun akhirnya gencar melakukan sosialisasi untuk memperingatkan seluruh masyarakat tentang tingkat penularan campak yang sangat masif dan berbahaya.

Tanggapan Cepat Ahli UGM Redam Kepanikan

Merespon lonjakan kasus yang mencemaskan ini, Pusat Kedokteran Tropis (PKT) Universitas Gadjah Mada (UGM) segera turun tangan untuk meredakan kepanikan masyarakat. Sebagai langkah nyata, PKT UGM menghadirkan edisi khusus TropmedAsk yang secara khusus mengundang dokter spesialis anak untuk menjawab segala kegelisahan dan pertanyaan publik seputar wabah campak. Lalu, benarkah kita tidak boleh menganggap remeh penyakit ini? Apakah benar kecepatan penularannya bisa menyamai Covid-19?

Cara Penularan yang Mirip dan Cara Pencegahannya

Tanpa basa-basi, para ahli langsung membeberkan fakta mengejutkan: Campak memang menyebar dengan cara yang mirip dan dapat dicegah layaknya Covid-19! Ahli infeksi dan penyakit tropis dari RSUP Dr. Sardjito, dr. Rr. Ratni Indrawanti, Sp.A(K), dengan tegas menjelaskan bahwa campak merupakan penyakit menular melalui udara atau airborne disease. Artinya, Anda bisa dengan mudah tertular hanya dengan menghirup percikan virus yang dikeluarkan oleh penderita ketika mereka batuk, bersin, atau bahkan sekadar berbicara.

“Campak menular lewat udara, persis seperti Covid-19. Karena itulah, cara pencegahannya pun tidak jauh berbeda: imunisasi, memakai masker, dan rajin mencuci tangan,” tegas Ratni dalam keterangan tertulis. Lebih lanjut, ia memaparkan sebuah fakta yang membuat kita harus lebih waspada: virus campak atau measles virus ternyata dapat bertahan hidup dan melayang di udara hingga dua jam lamanya setelah dikeluarkan oleh penderita. Terlebih lagi, ruangan tertutup dengan ventilasi yang buruk akan secara signifikan mempercepat proses penularan ini. Bayangkan, penularan sangat mungkin terjadi di sekolah-sekolah atau tempat umum ramai lainnya yang dipenuhi oleh anak-anak.

Pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak dan Ikares Pediatri FKKMK UGM itu juga menegaskan bahwa pada dasarnya siapa pun bisa tertular campak. Akan tetapi, anak-anaklah yang cenderung mengalami gejala yang jauh lebih berat. Gejala awal biasanya dimulai dengan demam tinggi, batuk, dan pilek, yang kemudian diikuti dengan kemunculan ruam merah di area wajah dan sekujur tubuh. Salah satu tanda khas yang harus diwaspadai adalah munculnya koplik spot, yaitu bintik-bintik putih kecil di dalam mulut atau pada gusi. Oleh karena itu, ketika tanda-tanda tersebut mulai muncul, Anda harus segera memeriksakan diri atau anak ke dokter untuk memastikan diagnosis. “Ingat, tidak semua demam yang disertai ruam otomatis berarti campak, diagnosis yang tepat harus selalu ditegakkan melalui pemeriksaan medis,” tambahnya.

Komplikasi Mematikan dan Perlindungan dari Imunisasi

Selain menyebabkan sederet gejala yang tidak nyaman, infeksi campak juga berpotensi memicu komplikasi berat yang mengancam jiwa! Infeksi ini dapat menurunkan daya tahan tubuh penderita secara drastis. Akibatnya, tubuh penderita menjadi sangat rentan terhadap serangan penyakit lain yang lebih berbahaya, seperti pneumonia (radang paru) dan ensefalitis (radang otak). “Komplikasi inilah yang sering kali berujung pada kematian,” jelas Ratni dengan serius.

Lalu, bagaimana cara melawan ancaman ini? Jawabannya terletak pada pencegahan paling efektif: imunisasi! Ratni dengan lugas menekankan bahwa imunisasi campak atau MR (Measles–Rubella) adalah tameng terbaik. Vaksin ini telah terbukti secara klinis mampu mengurangi risiko gejala berat dan sekaligus memutus mata rantai penyebaran virus di tengah masyarakat. “Biasanya, penyakit yang memiliki program imunisasi justru adalah penyakit-penyakit yang berbahaya,” jelasnya, menegaskan pentingnya vaksinasi. Walaupun memang tidak ada vaksin yang menjamin perlindungan 100 persen, seorang anak yang sudah mendapat imunisasi lengkap cenderung hanya akan mengalami gejala ringan jika sampai terinfeksi. Bahkan, dengan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata, kita dapat membentuk herd immunity atau kekebalan kelompok. Kekebalan kelompok inilah yang nantinya akan melindungi mereka yang belum atau tidak bisa divaksin dari ancaman infeksi. “Sebaliknya, kalau ada anggota masyarakat yang menolak divaksin, mereka berpotensi menjadi sumber penularan bagi orang lain,” pungkasnya.

Selain imunisasi, kita juga bisa mengambil langkah pencegahan praktis di lingkungan sekolah dan rumah. Langkah sederhana seperti konsisten memakai masker saat sakit, rajin mencuci tangan dengan sabun, dan memastikan ventilasi ruangan berjalan baik menjadi kunci tambahan untuk menekan angka penularan. Menurut Ratni, cara-cara ini terbukti efektif menurunkan risiko penularan, khususnya di area yang padat anak seperti sekolah. Jika suatu saat terdeteksi kasus campak di sekolah, anak yang terinfeksi harus segera diistirahatkan di rumah sampai dinyatakan pulih total. Selanjutnya, pihak sekolah juga sangat disarankan untuk melakukan pelacakan kontak erat, memeriksa kondisi anak-anak lain yang menunjukkan gejala, dan memastikan seluruh siswanya telah memiliki status imunisasi yang lengkap. “Pada intinya, penularan sebenarnya bisa kita cegah asalkan kita cepat tanggap dan disiplin dalam menjaga kebersihan diri serta lingkungan,” tutup Ratni memberi penekanan.

Akhirnya, kasus di Madura ini harusnya menjadi pengingat keras bagi kita semua bahwa penyakit yang sempat dianggap ‘hilang’ bisa saja kembali muncul dan mengancam ketika cakupan vaksinasi mulai menurun. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa campak bukan hanya sekadar urusan kesehatan anak-anak semata, melainkan sebuah tanggung jawab kolektif untuk bersama-sama membangun dan menjaga perlindungan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com