Berita  

Cuma 17 Menit! Kawanan Penjahat Sedot Rp 204 Miliar dari Rekening Dormant

Kepala Satgas Pangan Polri sekaligus Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Helfi Assegaf

Exposenews.id – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri baru saja membongkar sebuah aksi kejahatan perbankan yang benar-benar mencengangkan. Tak tanggung-tanggung, sindikat ini berhasil membobol rekening dormant atau ‘rekening tidur’ di sebuah kantor cabang BNI di Jawa Barat dengan nilai yang fantastis. Yang paling membuat heboh, aksi pemindahan dana raksasa senilai Rp 204 miliar itu ternyata hanya membutuhkan waktu 17 menit saja untuk menyelesaikannya!

Bahkan, Brigjen Pol Helfi Assegaf, selaku Dirtipideksus Bareskrim Polri, memaparkan kronologi kejadian dengan sangat detail dalam sebuah konferensi pers yang digelar pada Kamis (25/9/2025). Menurut penuturannya, para pelaku melakukan pemindahan dana secara in absentia ke lima rekening penampungan yang berbeda. Lebih detail lagi, mereka melakukan aksi nekat ini melalui 42 kali transaksi dalam waktu yang sangat singkat, yaitu tidak sampai dua puluh menit.

Merunut pada waktu kejadian, kasus pembobolan spektakuler ini diduga kuat terjadi pada tanggal 20 Juni 2025. Akhirnya, Subdit II Perbankan Dittipideksus Bareskrim Polri berhasil mengungkap tuntas kasus yang hampir mirip dengan adegan film heist ini. Ternyata, jejak kejahatan ini sudah dimulai sejak awal Juni 2025, di mana sindikat pembobol bank yang berkedok sebagai ‘Satgas Perampasan Aset’ nekat mendatangi langsung sang kepala cabang pembantu BNI di Jawa Barat.

Dalam pertemuan rahasia itu, sindikat tersebut secara terang-terangan merencanakan pemindahan dana pada rekening dormant. Tak hanya itu, mereka juga dengan lugas memaparkan seluruh cara kerja serta membagi peran masing-masing anggota sindikat. Secara sistematis, mereka menyusun strategi mulai dari tahap persiapan, eksekusi di lapangan, hingga yang paling dinanti, yaitu pembagian hasil keuntungan dari kejahatan mereka.

Namun yang perlu digarisbawahi, polisi memiliki dugaan kuat bahwa ada unsur pemaksaan yang terjadi dalam aksi ini. Brigjen Helfi dengan tegas menjelaskan bahwa jaringan sindikat pembobol yang bertindak sebagai tim eksekutor tersebut memaksa kepala cabang untuk menyerahkan user ID aplikasi core banking system milik teller dan juga miliknya sendiri. Sebagai ancaman, mereka tidak segan-segan mengancam akan membahayakan keselamatan kepala cabang beserta seluruh anggota keluarganya jika tidak mau bekerja sama.

Akhirnya, sekitar akhir Juni 2025, jaringan sindikat bersama dengan kepala cabang yang telah dipaksa itu pun bersepakat untuk melaksanakan eksekusi. Dengan perhitungan yang licik, mereka memilih waktu eksekusi pada hari Jumat pukul 18.00 WIB, atau tepat setelah jam operasional bank resmi berakhir. Alasannya cukup logis bagi mereka, waktu tersebut dinilai sebagai celah keamanan yang paling tepat untuk menghindari sistem deteksi bank yang biasanya lebih longgar di luar jam kerja.

Penggerebekan dan Jerat Hukum Berlapis

Ketika waktu yang ditentukan tiba, eksekusi pun segera dilakukan. Yang mengejutkan, pelaku yang bertindak langsung mengakses sistem bank adalah seorang mantan teller yang berperan sebagai eksekutor utama. Dengan menggunakan akses ilegal yang telah mereka dapatkan, sang eksekutor ini lalu masuk ke dalam aplikasi core banking system. Dalam hitungan menit, ia berhasil memindahkan dana senilai Rp 204 miliar tersebut ke dalam lima rekening penampung yang telah disiapkan sebelumnya.

Menanggapi kasus serius ini, Polri kemudian tidak main-main dan segera menetapkan sembilan orang sebagai tersangka. Kesembilan tersangka tersebut berasal dari berbagai peran, mulai dari karyawan bank di dalam, si eksekutor lapangan, hingga para pelaku yang mengatur tindak pidana pencucian uang (TPPU). Di sisi lain, polisi juga tidak lupa untuk menyita sejumlah barang bukti yang sangat vital untuk proses hukum.

Barang bukti yang berhasil diamankan ternyata sangat banyak dan beragam. Sebagai contoh, polisi menyita uang tunai senilai Rp 204 miliar yang berhasil diselamatkan, 22 unit telepon genggam, satu hard disk yang diduga menyimpan data penting, dua unit DVR CCTV, satu unit mini PC, dan satu notebook. Brigjen Helfi dengan bangga menyatakan bahwa berkat penyidikan yang cepat dan tepat, seluruh dana yang ditransaksikan secara ilegal tersebut berhasil dipulihkan dan diselamatkan kembali oleh pihak kepolisian.

Untuk menghukum para pelaku, polisi menjerat mereka dengan beberapa pasal berlapis yang memiliki ancaman hukuman sangat berat. Pertama, mereka dijerat dengan pasal tindak pidana perbankan yang mengancam hukuman 15 tahun penjara plus denda Rp 200 miliar. Kedua, pasal UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda Rp 600 juta juga tidak luput. Selanjutnya, ada pasal pidana transfer dana yang ancamannya bisa mencapai 20 tahun penjara dan denda Rp 20 miliar. Terakhir, yang tak kalah berat adalah pasal TPPU yang mengancam hukuman 20 tahun penjara serta denda hingga Rp 10 miliar. Dengan demikian, kasus ini menjadi pelajaran berharga tentang betapa ketatnya sistem hukum Indonesia dalam menindak kejahatan perbankan.

Dapatkan juga berita teknologi terbaru hanya di newtechclub.com