Berita  

Bus Haryanto Matikan Televisi & Musik Demi Hindari Tarif Royalti

Exposenews.id – Operator bus legendaris PO Haryanto dari Kudus, Jawa Tengah, membuat keputusan mengejutkan. Mereka secara resmi mematikan semua hiburan di seluruh armadanya. Langkah drastis ini langsung mereka ambil untuk menolak aturan baru pembayaran royalti lagu.

Manajemen segera bertindak cepat. “Untuk sementara, semua kru kami dilarang memutar lagu selama perjalanan. Bahkan, kami matikan televisi di bus demi hindari tarif royalti,” tegas Kustiono, perwakilan PO Haryanto, Selasa (19/8/2025). Selanjutnya, perusahaan mengeluarkan surat edaran resmi pada 16 Agustus 2025. Surat itu secara jelas melarang semua awak bus memutar lagu dari sumber mana pun hingga pemberitahuan berikutnya.

Lalu, bagaimana dampaknya bagi penumpang? Meski baru dua hari berlaku, Kustiono akui dampaknya belum pasti. Namun, perusahaan ini sudah lama hadapi tren penurunan penumpang sejak sebelum Pemilu 2024. “Dulu, per bulan kami layani hingga 100 ribu penumpang. Sekarang, angka itu merosot drastis jadi hanya 60 ribu,” jelasnya prihatin.

Penurunan 30% ini sangat terasa. Bus wisata juga alami penurunan, walau tidak seekstrem bus reguler. Kondisi lesu ini akhirnya paksa perusahaan tunda peremajaan armada. “Kalau ekonomi membaik, kami rencana peremajaan armada. Buktinya, tahun 2024 kami masih tambah 20 unit baru. Sayangnya, dengan ekonomi lesu, manajemen pilih strategi bertahan,” tambah Kustiono. Saat ini, dari total 200 unit bus, hanya 150 yang masih beroperasi.

Akah hukum apa yang picu keputusan ini? Aturan royalti musik bersumber dari UU No. 28 Tahun 2014 dan PP No. 56 Tahun 2021. Peraturan itu wajibkan setiap pelaku usaha bayar royalti jika putar musik untuk tujuan komersial.

PO Haryanto bukanlah satu-satunya pelaku yang melawan. Sebelumnya, Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) sudah imbau anggotanya hentikan pemutaran musik. Imbauan ini jadi langkah antisipasi usai mereka lihat kasus somasi ke restoran Mie Gacoan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Ketua Umum IPOMI, Kurnia Lesani Adnan, tegaskan bahwa imbauan ini bentuk kesadaran anggota. “Kami jelas berkaca pada kasus Mie Gacoan, jadi langkah antisipasi wajib kami lakukan,” tegasnya. Lesani tambahkan bahwa biaya royalti ini bisa berujung pada kenaikan harga tiket. “Semua biaya tambahan akan dibebankan pada harga tiket. Akhirnya, masyarakatlah yang menanggung bebannya,” paparnya.

Oleh karena itu, IPOMI harap pemerintah kaji ulang aturan royalti musik ini. Pasalnya, aturan ini tidak hanya bingungkan pelaku usaha, tetapi juga picu perdebatan di kalangan musisi. “Para seniman saja banyak yang bingung dan tidak setuju. Apalagi kami yang hanya penikmat musik,” tutup Lesani.

Exit mobile version