KULON PROGO, Exposenews.id – Warga Kalurahan Karangwuni, Kapanewon Wates, Kulon Progo, resah! Proyek Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) yang melintasi wilayah mereka justru meninggalkan masalah pelik: ratusan warga masih menunggu pencairan Uang Ganti Rugi (UGR) setelah enam tahun berlalu.
Eko Yulianto, salah satu warga, mengeluh. Sejak Izin Pelaksanaan Pekerjaan (IPL) proyek terbit, mereka sudah patuh mengikuti seluruh prosedur. Namun, hingga kini, uang ganti rugi tak kunjung cair. “Kami sudah menunggu bertahun-tahun, kok pemerintah diam saja?” ujarnya kesal saat ditemui Jumat (25/07/2025).
Padahal, semua tahapan sudah dilalui. Tim appraisal bahkan sudah menyelesaikan pengukuran dan penilaian lahan. Nilai UGR setiap warga pun sudah fix! Tinggal tunggu pencairan. Karena yakin bakal dapat uang, banyak warga nekat pinjam bank buat beli lahan baru—dengan jaminan sertifikat tanah mereka sendiri. “Harapannya, begitu UGR cair, utang bisa langsung lunas,” jelas Eko.
Tapi harapan tinggal harapan. IPL yang terbit tahun 2019 sudah kadaluarsa sejak 2022, tapi UGR masih jadi mimpi. Warga pun terjepit: sertifikat mereka tergadaikan, sementara utang di bank terus membengkak karena bunga.
Yang bikin warga makin geram, proses pencairan UGR di Karangwuni berjalan timpang. Di sisi barat, sebagian sudah dibayar. Sementara di timur—yang seharusnya lebih dulu—justru nol besar. “Di Garongan sebelah sini saja UGR-nya sudah cair semua. Kok di kami malah lompat ke barat?” Eko mempertanyakan keanehan ini.
Nasib Pahit Andi Sumiarjo: Rp400 Juta ‘Tertahan’ di Proyek
Andi Sumiarjo, salah satu korban, merasakan betul dampaknya. Lahan seluas 134 meter persegi miliknya terdampak proyek, dengan nilai UGR Rp400 juta lebih. Ia sudah tanda tangan kesepakatan dengan bank, yang jadi bukti nominal UGR-nya valid. “Dulu di Garongan, begitu tanda tangan, uang langsung cair kurang dari sebulan. Tapi kami? Ditipu!” ujarnya geram.
Dengan IPL yang sudah habis, Andi dan warga lain kebingungan. Mereka takut membongkar bangunan di lahannya sendiri karena khawatir nilai UGR bakal dipotong. “Kalau mau ambil tanah kami, bayar! Kalau enggak, kembalikan saja!” tegasnya.
Lurah Karangwuni Bongkar Fakta Mencengangkan: Rp147 Miliar ‘Mandek’!
Lurah Karangwuni, Anwar Musadad, mengungkap data mengejutkan: 487 bidang tanah warga terdampak, dengan total nilai UGR mencapai Rp147,6 miliar. Tapi yang baru dibayar? Cuma 46 bidang (Rp24,5 miliar)!
“Ini bukan cuma masalah Karangwuni. Glagah dan Palihan di Temon juga belum terbayar sama sekali!” Anwar menyebut akar masalahnya ada di peralihan wewenang. Proyek JJLS awalnya jalan provinsi, kini beralih ke Kementerian PU sebagai jalan nasional.
Dana ganti rugi seharusnya berasal dari Dana Keistimewaan (Danais). “Katanya alokasi Danais sudah ada, tapi dari pusatnya nggak jelas!” ujarnya.
Utang Menumpuk, Warga Terancam Bangkrut!
Dampak sosialnya sudah mulai terasa. Banyak warga yang terpaksa berutang ke bank buat bangun rumah baru—dengan harapan UGR segera cair. Tapi kini, mereka terjebak cicilan dengan bunga menggila. “Setiap hari ada warga yang datang ke saya, mengeluh bunga banknya makin gila-gilaan,” curhat Anwar.
Padahal, janji pemerintah jelas: UGR bakal cair sebelum IPL berakhir di 2022. Nyatanya? NOL BESAR! Anwar menegaskan, habisnya masa IPL seharusnya mengembalikan hak lahan ke warga. “Kalau UGR nggak cair, ya kembalikan lahannya. Jangan bikin warga menderita!”
Sebagai lurah, Anwar sudah berusaha maksimal. Bahkan, ia sudah melapor ke DPRD DIY lewat forum Sambung Rasa yang dipimpin Ketua DPRD DIY, Nuryadi. Tapi hingga kini, belum ada titik terang.
Pemerintah Pusat Diminta Turun Tangan!
Warga Karangwuni sudah lelah menunggu. Mereka butuh kepastian—bukan janji kosong. “Kami nggak minta banyak, bayar sesuai kesepakatan, atau kembalikan tanah kami!” tegas Andi.
Proyek JJLS memang penting, tapi jangan sampai mengorbankan rakyat kecil. Kalau pemerintah terus diam, bisa-bisa utang warga malah jadi bom waktu yang siap meledak!